Oleh Annisa
Al Munawwarah
(Aktivis
Dakwah Kampus dan Pendidik Generasi)
Dikutip
dari laman viva.co.id pada 26 Mei 2024, Febrie Adriansyah, seorang Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dikuntit oleh
dua orang anggota Densus 88. Polisi Militer yang mengawal Febrie kemudian
menangkap salah satu dari dua orang yang menguntit Febrie di sebuah restoran Prancis
di bilangan Jakarta Selatan. Sedangkan satu rekannya berhasil kabur.
Diketahui
bahwa Febrie saat ini tengah menangani kasus mega-korupsi yakni dugaan kasus
korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah
tahun 2015-2022 yang diduga merugikan negara hingga RP 271 triliun.
Febrie
lantas langsung menghubungi Kabareskrim Polri untuk meminta penjelasan terkait
adanya Densus 88 yang menguntit dirinya. Namun Komjen Wahyu Widada disebut
menjawab tidak tahu dan meminta agar anggota Densus 88 itu dilepaskan.
Tak sampai
di situ, Febrie mengadukan peristiwa penguntitan itu kepada Jaksa Agung. ST
Burhanudddin kemudian menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Karena
merupakan anggota Polri, anggota Densus 88 yang tertanggap itu dijemput Paminal
Polri. Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana membenarkan hal itu pada
Rabu, 29/5/2024 yang dilansir oleh kanal nasional.sindonews.com.
Informasi
yang beredar menyebut bahwa anggota Densus 88 itu sedang menjalankan misi
“Sikat Jampidsus” bersama lima orang lainnya yang diduga dipimpin oleh seorang
perwira menengah kepolisian.
Pada
akhirnya hubungan Polri dan Kejagung dianggap “baik-baik saja”. Hal ini
dikonfirmasi oleh Kepala Divisi Humas Polri
Irjen Pol. Sandi Nugroho. Polri tidak memperpanjang kasus penguntitan
ini dan menganggap tidak ada masalah dari penguntitan yang dilakukan oleh
anggota Densus 88 Antiteror yang bernama Bripda Iqbal Mustofa ini.
(wartakota.triubunnews.com, 30/5/2024)
Terdapat tiga hal yang menjadi catatan dalam perkara di
atas. Pertama, di dalam
Islam, penguntitan dengan kasus di atas haram dilakukan. Dalam bahasa agama,
penguntitan/spionase/stalking disebut tajassus. Melalui Q.S. Al-Hujurat ayat 12
Allah Swt. melarang manusia melakukan tindakan tajassus kepada sesama muslim.
Allah Swt. berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ
إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ
“Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain.”
Dalam
Islam, melakukan tajassus kepada sesama warga negara tidaklah diperbolehkan.
Apatah lagi kepada sesama aparatur negara. Hal ini diharamkan oleh Islam. Maka
berdasarkan hukum Islam di atas, seharusnya pemerintah mengambil tindakan bagi
orang yang melakukan tindakan penguntitan itu, bukan justru dibiarkan saja.
Itu juga
yang disampaikan oleh seorang Pakar Hukum dari Unversitas Trisakti Abdul
Fickar. Ia mendesak pemerintah untuk
menyikapi penguntitan Jampidsus itu karena penguntitan merupakan pelanggaran
hukum. Jika penguntitan ini terjadi, tidak melalui jalur prosedural, maka
negara mengarah pada kondisi negara jago-jagoan dan tidak percaya pada
penegakan hukum.
Adapun
tajassus atau spionase justru diwajibkan kepada kafir harbi, yakni kaum kafir
yang secara nyata sedang memerangi negara Islam. Hal ini pernah dicontohkan
oleh Rasulullah saw saat mengirim 8 orang Muhajirin yang dipimpin oleh Abdullah
bin Jahsy ke suatu “kebun kurma” untuk memata-mata Quraisy.
Kedua,
masyarakat disuguhkan drama yang luar biasa berbahaya, yakni saat aparatur
pemerintah di dimanfaatkan untuk mengamankan kepentingan perorangan. Meskipun
motif penguntitan itu tidak menguak ke permukaan, namun dapat diduga kuat bahwa
penguntitan itu berkaitan dengan tugas Febrie sekarang ini, yakni terkait
mega-korupsi Rp 271 Triliun tersebut.
Febrie
Adriansyah pun sepertinya telah menjadi “sasaran” agar kasus yang sedang ia
fokus kepadanya yakni terkait mega-korupsi tidak dilanjutkan atau yang
semisalnya. Seban dalam waktu yang hampir bersamaan, dia dilaporkan oleh
Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Didampingi oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso
dan praktisi hukum Deolipa Yumara, koordinator KSST Ronald mendatangi gedung
KPK untuk melaporkan penyalahgunaan wewenang dalam lelang aset rampasan negara
di kasus Jiwasraya, yakni berupa saham perusahaan tambang PT GBU yang
dimenangkan PT IUM.
Adapun
Jampidsus Kejagung Febrie Andriansyah merupakan pejabat yang dilaporkan karena
memberikan persetujuan atas nilai limit lelang bersama Kepala Pusat PPA
Kejagung ST selaku penentu harga limit lelang, Pejabat DKJN bersama-sama KJPP
selaku pembuat Appraisal, serta beberapa orang yang diduga menjadi Beneficial
Owner atau Pemilik Manfaat PT IUM.
Deolipa
melihat bahwa perusahaan yang menang lelang itu sebagai perusahaan baru, yakni
baru berdiri sekitar enam bulan. Selain itu laporan keuangannya pun belum ada.
Oleh karena itu, praktisi hukum ini melihat adanya kejanggalan. (liputan6.com,
2/6/2024).
Maka
pemanfaatan oknum pemerintah untuk melakukan penguntitan terhadap anggota
pemerintahan lainnya serta rangkaia peristiwa susulan di atas menunjukkan betapa
kuatnya lawan yang sedang dihadapi. Peristiwa ini juga memberikan pesan kepada
masyarakat bahwa siapa pun yang mampu, maka dia bisa menguasai pemerintah dan
menjadi yang paling jago dalam menangani permasalahan.
Ketiga,
peristiwa penguntitan yang berakhir “damai” ini menjadi alarm bahwa hukum
tidaklah ditegakkan seadil-adilnya. Siapa yang paling kuat, maka dialah yang
dapat menghentikan kasus yang terjadi. Berlawanan dengan tindakan Polri, pengamat
Kepolisian dari Institute of Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang
Rukminto. Ia mendesak agar Polri memberikan klarifikasi mengenai persoalan di
atas. Sebab hal ini bisa menjadi bara dalam sekam yang suatu saat dalam
terbakar atau terulang kembali.
Ketidakpercayaan
umat suatu hari nanti akan membuncah dan menuntut keadilan. Maka di situlah
umat akan semakin rindu dengan institusi yang menciptakan keadilan kepada
seluruh umat, yakni khilafah rasyidah ‘ala minhaj an nubuwwah. Wallahu
a’laam.[]
0 Komentar