Oleh
: Siti Rima Sarinah
Menjelang tahun ajaran baru sangat erat kaitannya dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Di
mana orang tua dan anak
sibuk mencari sekolah untuk melanjutkan pendidikan. Sekolah negeri menjadi sekolah
favorit pilihan utama orang tua karena biayanya lebih murah dibandingkan sekolah swasta, juga memiliki
kualitas pendidikan yang cukup memadai.
Karena sekolah negeri cukup banyak peminatnya, maka orang tua berupaya
sekuat tenaga agar anak mereka bisa diterima di sekolah yang diinginkan. Hal
inilah yang menyebabkan kerap kali terjadi kecurangan dalam PPDB. Sejak
pemerintah mengeluarkan kebijakan sistem zonasi, sebagian masyarakat menganggap kebijakan zonasi mempersulit peserta
didik mendaftar ke sekolah negeri yang dinginkan, karena sistem zonasi mengacu pada domisili tempat tinggal. Pada akhirnya banyak terjadi kecurangan dalam PPDB
ini, seperti manipulasi kartu keluarga dan jual beli kursi.
Sebagai langkah antisipasi, Pemkot Bogor membentuk tim khusus untuk mencegah
terjadinya kecurangan dalam PPDB. Dengan melibatkan Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (Disdukcapil) yang akan bertugas mengawasi jalannya sistem PPDB
di antaranya verifikasi dokumen untuk mencegah pemalsuan data sebelum
diterima pihak sekolah.
(kompas.com, 30/05/2024)
Persoalan kecurangan dalam PPDB ini, tidak bisa diselesaikan hanya
dengan memperbaiki sistem
verifikasi data semata. Sebab, persoalan ini muncul secara
sistemik. Kebijakan sistem zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah pada awalnya
bertujuan baik, yakni menghilangkan favoritisme sekolah dan mengurangi kasta
dalam dunia pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa adanya sekolah favorit dan sekolah 'pinggiran' membuat
adanya polarisasi antara sekolah anak pintar dan tidak pintar. Dengan kebijakan
sistem zonasi ini diharapkan polarisasi ini dapat terminimalkan.
Faktanya dalam dunia pendidikan, adanya perbedaan kasta sekolah ini
tampak dari sarana dan prasarana pendidikan, sehingga dengan kebijakan sistem
zonasi pemerintah berharap setiap peserta didik dapat menikmati layanan pendidikan
secara merata. Peserta didik yang jarak rumah berdekatan dengan sekolah akan
menghemat biaya transportasi. Namun harapan ini pupus tatkala banyak terjadi
kecurangan dan penerapannya jauh dari ekspektasi masyarakat.
Kisruh kecurangan dalam PPDB ini bisa diatasi dengan mengubah sistem pendidikan,
terutama paradigma pendidikan. Bahwa pendidikan merupakan kebutuhan pokok
masyarakat yang wajib dipenuhi dan difasilitasi oleh pemerintah. Di mana pemerintah
bertanggung jawab memberikan layanan pendidikan yang berkualitas agar bisa
dinikmati oleh setiap individu rakyat secara adil dan merata, baik di kota
maupun di desa. Untuk
mewujudkannya, pemerintah perlu membangun sekolah-sekolah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Setiap sekolah dilengkapi dengan sarana dan
prasana yang akan menunjang kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Dari
tenaga pengajar yang mumpuni di bidangnya, hingga fasilitas belajar seperti laboratorium, perpustakaan, dan bangunan
sekolah yang aman dan nyaman.
Dengan mekanisme seperti ini orang tua dan peserta didik tidak akan
kesulitan mencari sekolah karena negara menyediakan banyak sekolah yang
berdekatan dengan tempat tinggal peserta didik. Kecurangan dalam PPDB pun tidak
akan terjadi karena setiap sekolah memberikan fasilitas pendidikan dengan
kualitas yang sama. Sehingga polarisasi dan kasta dalam dunia pendidikan tidak
akan pernah muncul.
Inilah potret perhatian negara yang menerapkan syariat Islam dalam
seluruh lini kehidupan, termasuk pendidikan. Khilafah memastikan setiap
individu rakyat mendapatkan pendidikan yang layak dan diberikan secara
cuma-cuma (gratis). Karena pendidikan merupakan hal yang sangat urgen dan
penentu peradaban di masa yang akan datang.
Perhatian khilafah terhadap dunia pendidikan salah satunya dengan
menjamin kesejahteraan para akademisi. Sejarah mencatat para Khalifah setiap
masa kekhilafahan Islam memberikan gaji fantastis kepada para guru. Khalifah
Umar bin Khattab menggaji seorang guru sebesar 15 dinar (1 dinar setara dengan
4,25 gram emas). Jika harga emas 1 gram Rp 1 juta makanya gaji guru sebesar Rp
63.750.000,-.
Dengan gaji yang bernilai
fantastis ini, maka kesejahteraan guru akan terjamin dan guru
akan lebih fokus mendidik generasi. Maka wajarlah sepanjang sejarah peradaban
Islam mampu mencetak generasi polymath, ilmuwan, penemu, dan penakluk. Mereka
bukan hanya faqih dalam bidang agama namun juga terdepan dalam sains dan
teknologi dan keilmuan mereka berkontribusi besar pada peradaban dunia hingga
hari ini..
Kisruh PPDB pada hakikatnya terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme
yang memandang pendidikan bukan lagi sebagai tanggung jawab negara. Bahkan sektor pendidikan
hanya mendapatkan 20% dari besaran APBN. Pendanaan yang terbatas inilah yang menimbulkan berbagai macam persoalan dalam dunia pendidikan. Padahal sektor pendidikan adalah
salah satu penentu kualitas generasi yang akan datang.
Selama sistem batil kapitalisme ini masih bercokol di muka bumi ini, maka selama itu pula
persoalan pendidikan dan persoalan kehidupan lainnya tidak akan pernah
terselesaikan secara
tuntas. Karena hanya Islam satu-satunya sistem yang mampu
memberikan solusi atas semua persoalan umat manusia. Wallahua’lam.
0 Komentar