Menjaga Harapan Umat Atas Kemenangan P4l35t1n4

 

Oleh Ruruh Hapsari

 

Gelombang pembantaian yang terjadi di P4l35t1n4 terus makin membesar dan memakan korban dari rakyat sipil. Terakhir pembantaian yang terjadi di kamp-kamp pengungsi di Rafah, yang notabene merupakan posisi terakhir bagi warga P4l35t1n4 untuk mangungsi, tentu membuat dunia makin marah.

Dilansir dari Tirto.id bahwa pada Senin hingga Selasa, 27-28 Mei 2024 dilaporkan terdapat serangan yang menghajar distrik Tel al-Sultan, Rafah. Kamp pengungsi tersebut memang sudah menjadi taget bom-bom I5r43l dan menyebabkan kebakaran. Berdasarkan keterangan Reuters, serangan udara pada Senin tersebut menewaskan 45 orang di kamp pengungsian.

Seorang penduduk menggambarkan suasana tersebut sebagai malam yang mengerikan. Ia mengaku mengaku mendengar suara ledakan beruntun termasuk jet tempur dan drone yang berseliweran sepanjangan malam (tirto.id, 29/5/2024).

Seperti biasa, pihak I5r43l selalu menyangkal dan menyatakan berjuta alasan agar serangannya diterima oleh dunia. Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa serangan tersebut adalah serangan untuk memburu pihak Hamas yang sebenarnya tidak menyasar warga sipil. Sedangkan kejadian kebakaran yang terjadi di kamp pengungsian, merupakan hal yang tidak terduga dan tidak disengaja.

Dukungan Warga Dunia

Atas peristiwa menyedihkan itu media sosial X dan Twitter ramai dengan foto All Eyes on Rafah. Sebuah perhatian dunia terhadap peristiwa yang tak kunjung usai dan justru makin membesar di P4l35t1n4. Foto tersebut pada Selasa, 28 Mei 2024 sudah diunggah sebanyak 5,5 juta kali dan mengundang banyak dukungan warganet.

Satu bulan sebelumnya, demonstrasi pro P4l35t1n4 banyak terjadi di sejumlah kampus ternama di Amerika. Atas aksi protes tersebut lebih dari 2.100 orang mahasiswa yang ditangkap. Diawali dari mahasiswa Columbia University yang pada 17 April 2024 melakukan gelombang protes. Mereka menyerukan mengakhiri genosida yang telah menewaskan lebih dari 34.000 warga sipil (kompas.com, 4/5/2024).

Para mahasiwa tersebut mendirikan tenda-tenda di kampus mereka, mengingatkan pada aksi protes terhadap perang Vietnam pada 1970-an. Esoknya pada 18 April 2024, Kepolisian New York (NYPD) membubarkan kamp pegunjung rasa dan menagkap sekitar 100 orang. Namun hal tersebut justru memicu protes serupa dari berbagai kampus di seluruh AS.

Bukan hanya Amerika, kampus-kampus di beberapa negara di Eropa pun mengadakan aksi yang sama. Seperti di Prancis, Belanda, Swiss, juga Swedia. Di Universitas Lund, Swedia, para mahasiswa membangun tenda di kampus saat mengadakan aksinya. Puluhan mahasiswa menolak untuk pergi ketika polisi berusaha membersihkan tenda-tenda yang mereka gunakan. 

Dilansir oleh Kompas.com dikatakan bahwa para mahasiswa ini menuntut agar kampus-kampus mereka melakukan divestasi keuangan dari I5r43l. Diketahui bahwa tiap kampus tersebut mempunyai dana abadi yang jumlahnya sangat besar, namun dengan dana tersebut justru mengalir pada perusahaan milik I5r43l atau perusahaan yang berbisnis di I5r43l (4/5/2024).

Menjaga Harapan

Ribuan mahasiswa peserta aksi di kampus-kampus di Amerika, juga aksi walk out nya ratusan wisudawan Harvard saat memprotes penahanan ijazah 13 orang yang berpartisipasi saat aksi bela P4l35t1n4, merupakan bentuk penjagaan harapan. Sambil meneriakkan ‘Free P4l35t1n3’, mereka keluar gedung wisuda.

Cukup dengan akal dan hati nurani, manusia bisa membedakan peristiwa genosida yang terjadi di P4l35tin4 merupakan pembantaian ataupun bukan. Ataupun peristiwa yang harus dihentikan atau ditunda. Begitu juga gelombang aksi di kota-kota seluruh Indonesia juga berlangsung pada awal Juni lalu. Aliansi ormas-ormas ini menginginkan agar P4l35t1n4 bebas dari pembantaian yang terjadi.

Peristiwa penganiayaan yang sudah berlangsung puluhan tahun dan didukung oleh Amerika, terlebih negara-negara Muslim di sekelilingnya tidak berkutik, seakan sulit bagi warga dunia untuk menghentikannya.

Hanya doa, berharap, boikot, dan aksi saja seakan yang bisa dilakukan saat ini. Mengingat pembantaian sudah terjadi selama puluhan tahun dan dimulai dengan pengusiran permanen penduduk P4l35t1n4 pada 1948 yang dikenal dengan tragedi Nakba.

Nakba sendiri berarti malapetaka, dalam peristiwa ini masyarakat P4l35t1n4 dirampas paksa hingga kehilangan tanah air mereka, bukan hanya diusir, mereka juga dianiaya. Saat itu sebanyak 700.000 orang diusir paksa, depopulasi ini terkait dengan penghancurannya 500 desa di P4l35t1n4 kemudian terjadi penghapusan geografis tanah P4l35t1n4 dari peta dunia.  

Berlanjutnya penganiayaan tahun demi tahun yang dialami oleh penduduk P4l35t1n4, apakah selesai dengan menggunakan solusi dua negara yang selalu ditawarkan oleh OKI dan PBB. Secara logika, I5r43l sendiri sudah mengusir dan menganiaya warga P4l35t1n4 hingga hari ini, maka apakah penjajah akan mau hidup berdampingan dengan aman dan tenteram?

P4l35t1n4 Tanah Kaum Muslimin

Sultan Abdul Hamid II pernah berkata, “Kenapa kita harus meninggalkan Al-Quds? Sesungguhnya dia adalah tanah kita di setiap waktu dan masa. Dan akan senantiasa demikian adanya. Dia adalah salah satu dari kota suci kita dan berada di tanah Islam. Al- Quds selamanya harus berada di tangan kita.” 

Bagaimana pun juga, P4l35t1n4 merupakan tanah kaum muslimin yang pernah diserahkan oleh pendeta Batrick Safrunius pada tahun 641 M kepada Umar bin Khaththab r.a. Dengan demikian P4l35t1n4 merupakan tanah kharaj yang hingga hari kiamat menjadi milik dan hak kaum muslimin. Sehingga kaum muslimin wajib untuk mempertahankannya.

Lalu saat kaum muslimin saat ini lemah dan terpecah, maka harus ada institusi yang mempersatukannya. Dengannya, kaum muslimin bersatu berdasarkan kekuatan iman kemudian menghancurkan kekuatan agressor Y4hud1. Kekuatan itu bernama Khilafah Islamiyah yang telah dijanjikan Allah Swt. kehadirannya.

Maka bila Allah Swt. saja sudah berjanji bahwa kaum muslimin akan bersatu kembali dalam kekuatan khilafah seperti sebelumnya, maka kekuatan manusia mana yang akan menolaknya.

Wallahu 'alam

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar