Oleh Siti Rima Sarinah
Penguasa
diibaratkan seperti seorang ayah yang bertanggung jawab
kepada anak-anak dan istrinya serta berusaha memenuhi semua kebutuhan anggota
keluarganya. Tatkala anak-anaknya butuh makan, minum, pakaian, pendidikan, dan
lain sebagainya, maka sang ayah akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi apa
yang menjadi tanggung jawabnya. Tanpa kompensasi ataupun menuntut sang anak
untuk mengembalikan semua yang telah diberikan sang ayah tatkala ia telah
dewasa dan memiliki pekerjaan.
Begitupun
halnya dengan penguasa. Dalam Islam, penguasa adalah jabatan yang diamanahkan
kepadanya semata-mata untuk mengurusi urusan rakyatnya dan memprioritaskan
kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya sendiri. Apa saja yang dibutuhkan
oleh rakyat, baik sandang, pangan, maupun papan, akan dipenuhi dan
dijamin oleh penguasa tanpa rakyat harus meminta kepadanya. Semua diurusi
dengan sepenuh hati karena sang penguasa yang
memahami bahwa dirinya
sebagai pelayan bagi rakyat. Tidak akan dibiarkan rakyatnya menderita, ia senantiasa hadir untuk
menyelesaikan apa saja yang menjadi permasalahan umat. Rakyat pun bahagia,
makmur dan sejahtera dalam periayahan sosok penguasa yang menjadikan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah Swt.
sebagai landasan mengemban tugas mulianya.
Namun
sayangnya, penguasa yang nampak dihadapan kita hadir ini bukanlah penguasa
sebagai pelayan dan mengurusi urusan rakyat. Penguasa yang ada dihadapan kita
adalah
penguasa yang abai dan tidak peduli dengan urusan dan persoalan kehidupan yang
mendera rakyatnya. Berbagai kebijakan yang ditetapkan membuat kehidupan rakyat
semakin sulit. Biaya pendidikan, kesehatan, listrik,
dan lain sebagainya semakin hari semakin mahal. Belum lagi berbagai pungutan
yang harus dibayar oleh rakyat membuat kehidupan rakyat semakin jauh dari kata
layak apalagi sejahtera.
Padahal
pendidikan
dan kesehatan merupakan hajat hidup rakyat
yang wajib dipenuhi oleh negara, tapi kenyataannya rakyat dipaksa secara
mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah kezaliman penguasa yang
tengah dirasakan oleh rakyat hari ini. Tidak takutkah penguasa ini kelak akan
dimintai pertanggungjawaban atas kezaliman yang ia lakukan? Padahal, Allah Swt.
memberi ancaman kepada para pemimpin yang berbuat zalim kepada rakyat atau
orang yang dipimpinnya.
Allah
Swt. berfirman, ”Sesungguhnya
dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama
manusia dan melampaui batas di bumi tanpa mengindahkan kebenaran. Mereka itulah
akan mendapatkan siksa yang pedih.” (TQS AsySyura: 42)
Hal
senada disampaikan oleh Rasulullah dalam sabdanya, ”Sesungguhnya manusia yang
paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi
Allah ialah pemimpin yang benar dan adil. Orang yang paling dibenci Allah dan
paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim dan semena-mena.”
(HR Tirmidzi)
Rasulullah pun berpesan kepada kaum muslimin untuk
mematuhi pemimpin (ulil amri) dari kalangan mereka, selama pemimpin itu tidak
menyuruh bermaksiat kepada Allah. Jika rakyat diperintahkan untuk maksiat, maka
hilanglah kewajiban untuk taat.
Ayat
dan hadis di atas merupakan ancaman berat bagi seorang penguasa apabila
bersikap zalim kepada rakyat dan mengkhianati amanahnya sebagai pelayan rakyat.
Namun, kezaliman yang dilakukan penguasa tak lepas akibat penerapan sistem
kapitalisme-sekuler yang menihilkan peran agama dalam kehidupan. Dan memberi
wewenang bagi manusa untuk membuat hukum ditengah keterbatasan dan kelemahannya
sebagai makhluk.
Sistem
kapitalisme telah berhasil mencetak para penguasa/pemimpin yang abai terhadap
tanggung jawabnya. Bahkan tak jarang menggunakan jabatannya demi untuk
kepentingan individu/kelompok dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Korupsi
para penjabat yang semakin merajalela menjadi hal yang lumrah dalam ruang
kapitalis. Hidup di negara kaya tapi rakyatnya hidup bergelimang kemiskinan dan
kesengsaraan, menjadi potret nyata kehidupan rakyat di negeri yang dikenal
dengan Zamrud Khatulistiwa.
Perlahan
tapi pasti sistem kapitalisme bak lintah darat yang terus menghisap darah
rakyat melalui tangan penguasa zalim, sehingga yang bisa bertahan hidup dalam
sistem ini adalah segelintir orang yang memiliki uang. Dengan kata lain, rakyat
tak berhak hidup layak dan keberadaan rakyat hanya untuk menjadi sapi perahan
penguasa yang zalim. Sungguh miris kehidupan rakyat di bawah penguasa kapitalis-sekuler.
Hal
ini seharusnya menyadarkan rakyat bahwa sistem batil dan penguasa zalim ini
tidak boleh hadir dalam kehidupan rakyat. Karena sistem ini tidak layak, harus
dibuang dan diganti dengan sistem yang melahirkan penguasa yang menjadi abdi
rakyat, amanah, dan peka terhadap setiap persoalan rakyat. Sudah waktunya kita
akhiri penderitaan panjang rakyat akibat sistem batil kapitalisme.
Dengam
mendakwahkan dan mengopinikan Islam sebagai satu-satunya aturan yang maha
sempurna untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang aman, nyaman, dan sejahtera.
Dan menerapkan Islam kafah dalam naungan khilafah yang teraplikasi di seluruh
lini kehidupan. Sehingga pemenuhan hajat hidup orang banyak bisa dirasakan oleh
seluruh rakyat tanpa ada kompensasi apapun. Semua gratis, penguasa yang peduli
dan amanah dalam kehidupan rakyat akan segera terwujud. Wallahualam.
0 Komentar