Oleh Titin Kartini
Fitrahnya
manusia dewasa membutuhkan pasangan hidup. Seperti kita ketahui, diciptakannya
Hawa menjadi pasangan Adam karena Allah Maha Mengetahui kebutuhan ciptaan-Nya.
Hawa diciptakan untuk melengkapi kehidupan Adam agar terpenuhinya kebutuhan
lahir maupun batinnya, sehingga terwujud ketenangan lahir dan batin bagi
keduanya. Fitrah ini juga Allah ciptakan untuk melestarikan jenis manusia yakni
melalui hubungan pernikahan hingga lahirnya sang buah hati. Namun saat ini,
fitrah ini terabaikan oleh sistem yang mempersulit untuk mendapatkannya. Alhasil,
banyak kejahatan dilakukan hanya demi memenuhi kebutuhan seksual semata.
Mirisnya, kejahatan ini banyak menimpa anak-anak dalam bentuk pelecehan
seksual.
Seperti yang
terjadi di Kota Bogor, dimana seorang kakek tega melakukan pelecehan seksual
terhadap sebelas anak di bawah umur. Modus kakek pemilik warung kelontong dan
penyewaan sepeda listrik ini adalah dengan cara mengiming-imingi harga sewa
sepeda listrik yang lebih murah. Kakek yang berusia 55 tahun ini melakukannya
demi menyalurkan hasrat biologisnya. Namun karena ia masih bujangan, maka ia
pun menyalurkan hasrat bejatnya terhadap anak-anak di bawah umur yang masih polos
dan lemah. (www.inews.id, 28/5/2024)
Entah ini kasus
yang keberapa di negeri ini, karena kasus pelecehan terhadap anak-anak kian
mengkhawatirkan seakan tak ada tempat aman untuk para calon generasi bangsa ini.
Setiap detik kejahatan mengintai mereka, di mana pun mereka berada. Bahkan kejahatan
yang datang, sering kali berasal dari orang-orang dan lingkungan terdekat
mereka. Hukuman yang diberikan tidaklah membuat jera pelaku, bahkan tak membuat
takut orang-orang untuk melakukan kejahatan serupa. Hukuman itu tidak setimpal
jika dibandingkan dengan dampak negatif yang dialami para korban.
Maraknya tindak
kejahatan seksual ini tidak lepas dari kebijakan negara terkait pernikahan yang
dianggap masih sulit untuk masyarakat, terutama para pemuda berekonomi lemah. Juga
kurangnya pemahaman tentang pernikahan sehingga menjadi momok menakutkan bagi
mereka yang sebenarnya ingin menikah. Benteng keimanan yang lemah pun turut
andil di dalamnya. Efek dari sekularisme yang diterapkan di negeri ini, dimana
agama hanya dijadikan tuntunan dalam beribadah saja.
Hal ini pun
diperparah dengan munculnya tontonan-tontonan baik visual maupun audio visual
yang merangsang dan membangkitkan hasrat biologis manusia, tanpa ada filter
dari negara. Masyarakat bebas mendapatkan konten-konten yang merusak akal
manusia, terutama membangkitkan hasrat biologis. Tentu saja konsep ini
berkaitan erat dengan sistem sekuler kapitalis yang diterapkan di negeri ini,
bahkan di seluruh negeri muslim. Beratnya tanggung jawab dalam pernikahan dan besarnya
biaya pernikahan menjadi salah satu pertimbangan mereka untuk tidak menikah,
sehingga tak jarang untuk memenuhi hasratnya, mereka lebih memilih cara-cara
yang diharamkan oleh agama. Paham sekuler dan liberal dalam sistem kapitalisme
menjadi penyebab utama kejahatan seksual kian marak terjadi. Lantas bagaimana cara
mengatasi problematika ini?
Adalah Islam
satu-satunya agama juga ideologi yang mempunyai aturan dalam setiap lini
kehidupan, tak terkecuali masalah pernikahan. Islam mempunyai konsep yang unik
terkait pernikahan. Islam memudahkan setiap masyarakat yang ingin menikah dan
tentunya sudah memenuhi persyaratan sesuai syariat. Dalam hal ini negara memiliki
peran penting. Adakalanya negara membiayai para pemuda-pemudi yang ingin
menikah serta memfasilitasi bagi mereka yang kurang mampu. Memberikan arahan
serta edukasi tentang pernikahan, visi dan misi, serta tanggung jawab (hak dan
kewajiban) dalam pernikahan menurut syariat Islam. Negara pun menjaga dan
memfilter setiap tontonan maupun konten-konten baik dari luar maupun dalam
negeri, bahkan tak segan menutup dan menindak dengan tegas setiap pelanggaran
yang terjadi.
Namun semua ini
akan terjadi ketika hukum-hukum Islam diterapkan secara kafah (menyeluruh) dalam
sistemnya yang bernama khilafah. Ketika negara (khilafah) sudah memudahkan
segalanya, maka tak ada lagi alasan melakukan kejahatan seksual kerena ingin
menyalurkan hasrat biologis. Kalaupun masih ada saja yang melanggar, maka Islam
pun memberikan hukuman tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus
menjadi pelajaran yang mengerikan agar hal serupa tak terulang kembali.
Bagi pelaku
kejahatan seksual hingga terjadi hubungan layaknya suami istri akan dijatuhi
hukuman rajam bagi mukhson (orang yang sudah menikah) dan hukuman cambuk
100 kali bagi ghoiru mukhson (orang yang belum menikah). Hukuman
ini akan dijatuhkan jika ada kesaksian dari 4 orang saksi sesuai kriteria
syariat. Dan eksekusi hukuman dilakukan dihadapan publik sehingga mampu
menimbulkan efek yang luar biasa agar kejahatan serupa tidak akan terjadi lagi.
Adapun jika
keinginan menikah sudah ada namun belum sesuai dengan persyaratan menurut syariat,
maka Islam pun memberikan panduan agar manusia tak tergelincir dalam dosa yakni
dengan menjaga ‘iffah (kesucian) dirinya seperti yang diperintahkan
dalam ayat 33 surat An Nur, “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah
hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan
karunia-Nya.”
Solusi
berikutnya adalah hendaklah ia berpuasa sebagaimana disebutkan dalam hadis dari
‘Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa
yang belum mampu menikah, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat
pengekang baginya” (HR. Bukhari, no. 5065 dan Muslim, no. 1400)
Dalam pandangan
Islam, menikah adalah amalan sunah sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Nikah
itu termasuk sunahku. Barangsiapa yang membenci sunahku, maka ia tidak termasuk
golonganku” (HR Muslim). Selain mendapatkan sunah yang besar, seseorang
yang telah menikah akan menjadi sempurna separuh dari agamanya, sebagaimana
hadis yang telah di sampaikan Rasulullah saw., "Jika seseorang menikah,
maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada
Allah pada separuh yang lainnya” (HR. Al Baihaqi).
Sistem Islam
ibarat sebuah tatanan kehidupan yang unik, dimana pernikahan pun melibatkan
peran negara. Allah Swt. berfirman dalam surat An Nur ayat 32 yang artinya, “Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Rasulullah saw. pun
bersabda, “Ada tiga macam orang yang Allah berkewajiban menolongnya; orang
yang nikah dengan maksud memelihara kesucian dirinya, hamba sahaya yang
berusaha memerdekakan dirinya dengan membayar tebusan kepada tuannya, dan orang
yang berperang di jalan Allah” (HR Ahmad).
Dari dalil-dalil
di atas dapat kita simpulkan bahwasannya Islam dengan sistem khilafah mampu
mengatasi problematika tentang pernikahan karena Allah Swt. memberikan tanggung
jawab bukan hanya kepada individu namun juga negara. Kejahatan pelecehan
seksual akibat sulitnya pernikahan dapat diatasi dengan menerapkan hukum-hukum
Allah yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah dalam naungan daulah khilafah. Wallahu
a’lam.
0 Komentar