Tren ‘Ngelem’ Anak Jalanan

 



Oleh: Vinsi Pamungkas

 

Empat orang anak jalanan ditemukan tak sadarkan diri di Tugu Kujang pada Sabtu, 01/06/2024. Di sekitar mereka didapati ada empat buah kaleng lem. Rupanya mereka sudah mabuk lem atau ‘ngelem’. Satpol PP segera mengamankan dan membawa mereka ke Balaikota untuk diperiksa lebih lanjut. Kemudian menyerahkan mereka kepada Dinas Sosial (Dinsos) untuk ditangani.

 

Aktivitas ngelem sudah identik dengan anak jalanan sejak lama. Mereka memilih ngelem karena ngelem membuat mereka mabuk dengan cara yang murah dan mudah. Hanya dengan menghirup aroma dari lem, mereka mendapatkan sensasi mabuk hingga tak sadarkan diri. Bisa langsung dihirup dari kaleng, dipindahkan ke dalam plastik ataupun dilumuri ke kaos. Ciri khas anak yang sedang ngelem dengan menutupi wajah dengan pakaian sambil menunduk. (www.tabalongkab.bnn.go.id, 09/06/2022) Lem yang biasa digunakan adalah jenis lem kuning, lem serbaguna untuk merekatkan kayu, karet, kulit, plastik, hingga plat logam. Biasanya merek aibon atau fox.

 

Bahaya Ngelem

Salah satu zat berbahaya yang terkandung di dalam lem aibon adalah Lysergic Acid Diethyilamide (LSD). LSD termasuk dalam salah satu jenis narkotika yang dapat memicu peningkatan jumlah serotonin serta dopamin dalam tubuh yang dapat menimbulkan efek seperti merasa nyaman atau tenang. Sering kali ada perubahan pada persepsi, penglihatan, suara, penciuman, dan perasaan, sehingga muncul halusinasi. Selain itu, ada efek lain dari zat ini, yakni dapat menimbulkan hilangnya kendali emosi, disorientasi, depresi, kepeningan, perasaan panik yang akut, dan perasaan tak terkalahkan, yang bisa mengakibatkan pengguna menempatkan diri dalam situasi bahaya. (www.kumparan.com, 31/10/2019)

 

Tubuh yang terpapar zat narkotika tentu akan menimbulkan dampak yang buruk pada tubuh. Kebiasaan ngelem menyebabkan gangguan pernapasan, kerusakan otak, gagal ginjal, aritmia (gangguan detak jantung yang tidak teratur), hingga kematian. (www.hellosehat.com, 06/11/2023)

 

Sejarah Ngelem di Indonesia

Merek lem yang pertama kali digunakan untuk ngelem adalah merek aibon. Lem aibon merupakan salah satu produk unggulan PT Aica Indonesia.  Lem Aica Aibon adalah perekat serbaguna berkualitas tinggi yang sudah ada sejak tahun 1974. (www.tirto.id, 30/10/2019) Jejak penyalahgunaan lem ini bermula pada tahun 1980-an di kalangan anak-anak jalanan. Mereka mendapatkan informasi ini dari koran dan majalah yang memuat artikel tentang penyalahgunaan bahan-bahan adiktif dalam produk rumah tangga di Inggris. Produknya antara lain: bensin, thinner, lem perekat, semir, pewangi, dan pembersih karpet. Anak jalanan di Indonesia lalu mengekplorasi informasi yang secuil itu. Mereke kemudian ‘bereksperimen’ dengan produk-produk rumah tangga itu. Dari sekian banyak produk tersebut, lem aibon lah yang paling memuaskan mereka. (www.historia.id, 01/11/2019)

 

Ngelem Identik dengan Anak Jalanan

Mayoritas pelaku ngelem adalah anak jalanan. Anak-anak jalanan adalah kelompok yang rentan mengalami berbagai bahaya. Mulai dari tindak kekerasan, perundungan, ekploitasi, hingga pelecehan seksual. Mereka hidup di jalanan yang ‘keras’, padahal kondisi mereka lemah, tak mampu untuk melawan berbagai bahaya yang menghadangnya. Tidak ada orang tua dan orang dewasa lainnya yang melindungi mereka. Akhirnya narkoba menjadi tempat pelarian mereka untuk melepas sesaat beban berat yang mereka pikul.

 

Namun narkoba bukan barang murah yang bisa dibeli dimana saja. Harganya tidak terjangkau oleh penghasilan anak jalanan dari mengamen. Maka, lem aibon jadi pilihan yang pas untuk anak jalanan yang ingin mabuk dengan modal murah dan mudah didapat. Ngelem menjadi tren di kalangan anak jalanan.

 

Solusi Tren Ngelem Anak Jalanan

Fenomena ngelem dan anak jalanan tidak bisa dibiarkan terus menerus. Negara telah menetapkan dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dijelaskan dalam JDIH Kemenkeu, pasal ini mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, perlindungan sosial, dan pemberdayaan sosial sebagai wujud pelaksanaan kewajiban negara dalam rangka menjamin terpenuhinya hak kebutuhan dasar warga negara yang miskin serta tidak mampu.

 

Selanjutnya juga dikatakan bahwa penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini membutuhkan peran masyarakat seluas-luasnya, baik itu perorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, atau juga lembaga kesejahteraan sosial asing agar terselenggara kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, serta berkelanjutan. (www.detik.com, 25/07/2022) Jadi, negara memang hanya berperan sebagai pembuat aturan dan mendorong masyarakat untuk berperan dalam mengurusi anak terlantar/anak jalanan. Negara yang bersistem kapitalis berprinsip bahwa good governance adalah negara yang tidak campur tangan pada urusan rakyatnya. Negara melakukan dorongan ini di tengah-tengah masyarakat yang sangat individualistis, tentu hasilnya hanya ada sedikit tangan yang mau mengulurkan bantuan.

 

Sedangkan untuk urusan ngelem, Indonesia sama sekali tidak memiliki aturan tentang itu. Di situs www.hakimonline.com dinyatakan bahwa tidak ada peraturan khusus yang memberikan ancaman pidana pada penghisap aroma lem. Pantaslah Satpol PP Kota Bogor menyerahkan anak jalanan yang kedapatan ngelem di Tugu Kujang pada Dinsos untuk sekadar dinasehati. Tidak diserahkan kepada Polisi.

 

Masalah anak jalanan dan fenomena ngelemnya ini, tidak bisa diselesaikan dengan mengandalkan para volunteer, tapi harus dituntaskan secara sistemik oleh negara. Tentu bukan negara yang berpedoman pada aturan kapitalis. Karena sistem kapitalis terang-terangan menyatakan bahwa mereka berlepas tangan pada urusan rakyatnya. Yang dibutuhkan adalah negara yang menyatakan sebagai pelayan rakyat. Terjun langsung mengurusi kebutuhan rakyatnya, bukan sekadar jadi motivator.

 

Negara Khilafah Mengurusi Urusan Rakyat

Negara yang menjamin kebutuhan negara khilafah. Negara yang berasas pada syariat Islam yang telah Allah Swt. turunkan melalui Nabi Muhammad saw. Sesuai tuntutan syariat Islam, negara mengurusi urusan seluruh rakyatnya baik kaya maupun miskin, orang dewasa maupun anak-anak.

 

Dalam sistem khilafah, kebutuhan yang saat ini menjadi beban yang berat bagi rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, dll, dijamin oleh negara. Demikian pula kebutuhan dasar yang bersifat personal, yakni sandang, pangan, dan papan juga menjadi kewajiban negara memastikan bahwa seluruh rakyat mampu memenuhi kebutuhan asasinya. Bahkan, seluruh rakyat akan mendapatkan pelayanan publik tersebut dengan gratis atau dengan harga yang murah. Sehingga munculnya anak-anak jalanan karena putus sekolah atau masalah ekonomi keluarga, bisa dicegah. Kalaupun anak jalanan ini tetap muncul, maka negara tidak akan tinggal diam atau menunggu volunteer untuk mengurusinya, namun akan  langsung ditangani. Sesuai sabda Rasulullah saw., Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Negara khilafah mampu membiayai semua kebutuhan tersebut karena pendapatan negara tidak mengandalkan pada pajak ataupun utang. Terdapat tiga sumber utama pendapatan baitul maal yang dapat digunakan untuk membiayai semua kebutuhan tersebut, yaitu: pertama, pos kepemilikan negara, seperti ghanimah, fai', kharaj, 'usyur, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah. Kedua, pos kepemilikan umum, seperti barang tambang (minyak bumi, emas, tembaga, nikel, batubara, gas alam, dll), kekayaan hutan ataupun laut, dan hima (kemilikan umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Ketiga, pos zakat, yang penggunaannya sudah ditetapkan hanya untuk delapan golongan mustahik zakat (berdasarkan QS. At Taubah/9 : 60). (Zallum, 1983; An-Nabhani, 1990)

 

Kekayaan milik umat berupa sumber daya alam (SDA) seperti tambang minyak bumi, emas, tembaga, nikel, batubara, dll, secara langsung dikelola oleh negara, kemudian hasilnya dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu rakyat, dalam bentuk jaminan pelayanan kebutuhan rakyat. Pengelolaan SDA tidak boleh diserahkan kepada swasta asing maupun pribumi.

 

Dengan pengelolaan kekayaan sesuai tuntunan syariah, bisa dipastikan apa yang membuat 'pusing' anak jalanan hingga mereka 'ngelem' yakni beratnya beban hidup mereka yang notabene masih anak-anak, sudah dapat diatasi dengan tepat sesuai syariah. Mereka akan hidup secara normal dan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Kalaupun tren ngelem ini masih terjadi, maka negara khilafah telah menyiapkan sanksi bagi pelakunya. Namun sanksi ini tidak serta-merta diterapkan atas mereka sebelum penyebab penderitaan hidupnya dihilangkan, yakni dengan cara dididik dan dipenuhi kebutuhan hidupnya.

 

Realitasnya, aktivitas ngelem bisa menyebabkan rusaknya akal sebagaimana efek yang ditimbulkan oleh narkoba. Perbuatan-perbuatan yang dapat membahayakan akal akan mendapatkan sanksi ta'zir. Ta'zir adalah sanksi yang bentuknya tidak ditetapkan secara spesifik oleh Syari'. Jenis sanksi (hukuman)-nya diserahkan kepada Khalifah atau Qadhi yang ditunjuk oleh Khalifah. Sanksi yang diberikan harus membuat jera, sehingga pelanggaran tersebut tidak akan diulangi kembali. Mereka yang ngelem, meskipun disebut anak-anak, jika mereka telah aqil baligh maka mereka akan dikenai sanksi ta'zir ini.

 

Sungguh akan ada kemaslahatan dalam pelaksanaan syariat Allah. Sebaliknya hanya kemudaratan dan kerusakan yang terjadi ketika syariat Allah tidak diterapkan. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar