Islamic Hard Talk: Talkshow Spesial yang Mencerdaskan Umat


Ahad 7 Juli 2024, bertepatan dengan tahun baru Hijriah 1 Muharram 1446, diselenggarakan talkshow bertajuk Islamic Hard Talk: Hijrah dari Penindasan Sekuler Oligarki Menuju Keberkahan Islam Kafah! Sebuah acara talkshow yang spesial, menarik, dan mampu mencerdaskan masyarakat khususnya kaum muslim.

Acara yang dipandu oleh host Akhmad Adiasta dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube ini menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, yaitu Ust. Ismail Yusanto (Cendekiawan Muslim), K.H. Rokhmat S. Labib (Ulama, Penulis Kitab Tafsir Al Wa’ie), Ust. Agung Wisnuwardhana (Pengamat Politik), dan Candra Purna Irawan (Advokat Muslim).

Pemaparan luar biasa disampaikan oleh Ustad Agung Wisnuwardhana tentang landscape politik bangsa ini ke depannya. Ia membongkar hubungan oligarki dengan politik ‘gentong babi’ dan kepopuleran rezim yang didukung oleh kekuatan buzzer plat merah dan koalisi partai besar sehingga dapat membungkam kelompok kritis yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Ustad Agung mengistilahkan dengan Populis Otoriter, populer di tengah masyarakat tetapi otoriter kepada kelompok kritis dan itu dilakukan untuk melayani kepentingan oligarki.

Di akhir pemaparannya, ia mengatakan, “Indonesia negeri kaya dan hebat. Tidak butuh kepemimpinan yang Populis Otoriter, yang hanya melayani kepentingan kapitalis. Kita harus berhijrah menuju kepemimpinan yang lebih hebat (Islam).”

Ustad Ismail Yusanto dalam talkshow mengatakan bahwa masa depan negara sedang terancam dan sayangnya kesadaran problematik di masyarakat tidak muncul. Mereka menganggap hidup saat ini sudah baik-baik saja. Semisal mereka bisa makan, bisa menjalankan ibadah seperti umroh dan haji, bisa sekolah, dan sebagainya. Kondisi ini mempertegas perlu adanya kelompok ‘sadar’   yang memandang jauh ke depan bukan sebatas puas atas fenomena fisik seperti disebut di atas.

“Pentingnya edukasi kepada umat agar bisa memahami akar permasalahan yang terjadi di bangsa ini. Menumbuhkembangkan kesadaran problematik di tengah publik dengan berbagai media dan cara agar muncul kesadaran idealistik, yaitu kesadaran untuk merubah suatu keadaan kepada keadaan yang lebih baik menurut aturan dari Islam.”

Sedangkan Candra Purna Irawan mengatakan bahwa hukum tersandera untuk kepentingan politik dan kepentingan para kapitalistik. Sejarahnya, sejak dahulu hukum pasti tersandera. Karena hukum adalah produk politik atau kekuasaan. Siapa yang berada di atas panggung politik atau kekuasaan, dialah yang akan membuat regulasi.

“Hukum tanpa politik hanya kata-kata. Hukum selalu menjadi alat mendorong jalan bisnis dan menjadi penjaga dari pihak-pihak lain yang mempersoalkan. Oleh karena itu, negara ini tampak bergeser menjadi negara kekuasaan bukan negara hukum,” tegas pengacara muslim ini.

Fenomena kekuasaan dan hukum bisa diubah-ubah tidak berlaku pada penguasa Yastrib (Madinah) yang secara sukarela memberikan kekuasaan kepada Nabi Muhammad saw. untuk dijalankan dengan syariat Islam.

Fenomena ini dijelaskan oleh K.H. Rokhmat S. Labib dengan sangat gamblang. Kesukarelaan memberi kekuasaan terjadi atas faktor keimanan. Kiai Labib juga menambahkan bahwa negara selain Islam pasti negara kekuasaan. Dalam khilafah tidak terjadi kesatuan antara pembuat aturan dengan pelaksana aturan. Khalifah hanya melaksanakan hukum dan tidak bisa mengutak-atik hukum. Karena hukum dalam Islam berasal dari Allah.

Talkshow ditutup dengan ajakan host bahwa diskusi-diskusi seperti ini harus disebarluaskan. Agar masyarakat menyadari bahwa kehidupan bernegara sedang tidak baik- baik saja. Memperbaiki taraf berpikir masyarakat dengan mengajak diri dan keluarga kita untuk mempelajari Islam. Sehingga bisa berhijrah dari sistem politik liberal-sekuler oligarki menuju sistem yang diridai oleh Allah Swt. dengan menjalankan syariat-Nya.

Reporter: Junita

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar