Nanda Nabila Rahmadiyanti
Mahasiswi Universitas Indonesia
Beberapa waktu lalu setelah dihebohkan dengan kenaikan drastis UKT (Uang Kuliah Tunggal) di beberapa universitas, dunia pendidikan kemudian dikejutkan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendi, yang meyakini keberadaan pinjol (pinjaman online) di ruang akademik membantu mahasiswa yang kesulitan membiayai pendidikannya.
"Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu termasuk pinjol," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7). Menurutnya, hal ini merupakan inovasi teknologi dalam pembiayaan kuliah yang sebenarnya menjadi peluang bagus namun seringkali disalahgunakan. "Menurut saya dengan tujuan yang baik itu (pinjol) bisa menjadi alternatif untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan pembiayaan," terang Muhadjir. (tirto.id. 03/07/2024)
Permasalahan UKT saja sudah menunjukkan lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin masyarakatnya bisa menempuh pendidikan dengan mudah. Hal ini merupakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah terkait dengan liberalisasi atau kapitalisasi pendidikan yang secara perlahan tetapi pasti pemerintah melepaskan dunia pendidikan dari sisi pembiayaannya ke pihak swasta.
Tentu miris mendengar pernyataan seorang pejabat yang justru menghimbau masyarakatnya yang kesulitan membayar UKT untuk menggunakan pinjol. Alih-alih meringankan beban pembayaran UKT yang ‘selangit’ justru memberi solusi yang akan memberatkan mahasiswanya. Sikap pejabat yang demikian menunjukkan rusaknya cara berpikir dan bersikap sebagai seorang pemimpin dalam sistem sekuler-kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan hanya untuk meraup keuntungan semata. Sistem ini membuat pejabat memandang jabatannya tidak sebagai amanah mengurus rakyat namun sebagai alat untuk meraup keuntungan, bekerja sama dengan pengusaha, dalam hal ini para pengusaha pinjol. Tidak juga memandang pinjol adalah transaksi ribawi yang sudah jelas haram hukumnya, lagi-lagi demi keuntungan semata.
Pernyataan tersebut juga membuktikan lepasnya tanggung jawab negara dalam tercapainya tujuan pendidikan dan gagalnya mensejahterakan rakyat. Taraf berpikir masyarakat dibiarkan tetap lemah dan pragmatis, justru digiring menuju kerusakan berkelanjutan.
Buntut dari pinjol yang merupakan transaksi ribawi juga akan memunculkan masalah-masalah baru. Bisa jadi masyarakat akan kesulitan membayar pinjamannya sehingga bunga bertambah berkali-kali lipat. Hal ini bisa membuat mahasiswa ataupun orang tuanya stres. Sehingga dampak lebih lanjutnya adalah menambah pinjaman untuk ‘gali lubang tutup lubang’, berujung gagal bayar, dan yang lebih buruk adalah bunuh diri akibat terlilit utang pinjol.
Oleh karena itu, sudah tampak bukti nyata bahwa pinjol bukanlah solusi untuk kebutuhan dana bagi masyarakat apalagi untuk membayar UKT. Justru merupakan solusi palsu yang memunculkan masalah baru, karena sesuatu yang haram pasti akan berujung pada keburukan dan kemudaratan. Kita perlu kembali lagi pada Islam yang memiliki solusi sempurna atas permasalahan ini.
Pertama, Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah an-Nisa ayat 160, bahwa riba sungguh menimbulkan keburukan dunia-akhirat. “Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Sejatinya sistem yang hakiki adalah sistem Islam, penguasa bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya, juga menghapus seluruh transaksi ribawi termasuk pinjol yang sudah jelas menambah kesengsaraan bagi rakyat, bukannya malah menghimbau rakyatnya untuk menggunakan pinjol.
Kedua, dalam sistem Islam, pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi rakyatnya, sehingga negara wajib menjamin kemudahan dan keterjangkauan akses pendidikan pada setiap warga negaranya. Karena kewajiban tersebut, negara akan mencari sumber dana untuk membiayai pendidikan yang dapat berasal dari pengelolaan kepemilikan umum, seperti sumber daya air dan yang terkandung di dalamnya, padang, hutan, tambang, dan segala kekayaan yang terdapat di dalamnya juga.
Selain itu, negara juga dapat mengumpulkan wakaf dari warga negara yang mampu dan ingin menambah amal jariyah dalam bentuk dana untuk biaya operasional, maupun tanah dan bangunan yang dapat digunakan sebagai sarana dan prasarana pendidikan. Dengan begitu, biaya pendidikan akan murah atau bahkan bisa gratis, dan yang utama adalah tidak akan dibebankan kepada para pelajar dan mahasiswa. Sehingga baik mahasiswa ataupun orang tuanya tidak akan terjerumus kepada pinjol yang menambah beban dan kemudaratan pada dunia-akhirat mereka.
Ketiga, Islam akan menjadikan pejabat-pejabat sebagai teladan umat, pemimpin umat yang senantiasa taat syariat, paham akan kewajibannya dalam mengurus rakyatnya, khususnya dalam menjamin kesejahteraan pendidikan rakyatnya, juga menjadikan pemanfaatan teknologi sesuai dengan tuntunan syariat, bukan berlandaskan untung-rugi semata. Wallahua’lam bisshawwab.[]
0 Komentar