Ilusi Demokrasi, Islam Solusi Hakiki


 

Reportase

Diskusi publik yang dihadiri kurang lebih 60 peserta yang terdiri dari mubaligah, aktivis, praktisi di bidang pendidikan dan kesehatan, serta pengusaha, diselenggarakan di Jakarta pada Ahad, 11 Agustus 2024. Diskusi yang melibatkan tokoh umat membahas tema "Ilusi Demokrasi, Islam Solusi Hakiki" menghadirkan dua pembicara yaitu Ustazah Hanin Syahidah, S.Pd., dan Ustazah dr. Estiningtyas P.

Ustazah Hanin sebagai pembicara pertama memaparkan dengan sangat gamblang terkait ilusi demokrasi yang tampak dengan sangat runut. Penulis dan analis politik ini mengajak tokoh umat yang hadir untuk mampu membaca pola dan realita yang ada terhadap upaya-upaya pelanggengan kekuasaan.

Pelanggengan kekuasaan dalam demokrasi antara lain dengan melakukan revisi berbagai macam undang-undang. Seperti Perpres tentang IKN, UU Kementerian, UU Wantimpres, dan UU Penyiaran. Naluri alamiahnya manusia ketika memiliki kekuasaan adalah tidak mau kehilangan kekuasaannya. Akan tetapi dalam sistem demokrasi saat ini naluri tersebut menjadi ruang yang sangat luas dikarenakan tidak adanya kontrol. Dinasti kekuasaan dibangun untuk menancapkan pengaruh ketika  keluarga besar dilibatkan untuk duduk di berbagai jabatan penting.

Fakta yang terjadi dalam sistem demokrasi hari ini adalah dari oligarki, oleh oligarki, untuk oligarki bukan lagi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Bahkan indeks demokrasi selama sepuluh tahun ini turun dan demokrasi telah menampilkan wajah-wajah otoriter, inilah kelemahan sistem buatan manusia.

Beliau melanjutkan penjelasannya dengan pemaparan terhadap perbedaan demokrasi dan Islam. Demokrasi secara asas menganut Sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan dan pemimpinnya dipilih setiap lima tahun sekali. Sedangkan dalam Islam, asasnya adalah akidah Islam. Seorang pemimpin dalam Islam memiliki ketakutan kepada Allah dan mengikatkan dirinya pada syariat. Masa kepemimpinan Khalifah dibatasi oleh syariat yang artinya, selama ia menerapkan syariat Islam maka ia boleh memimpin. Ustazah Hanin menegaskan, jika pemimpin tidak menerapkan syariat maka ia akan langsung diturunkan.

Pemaparan ditutup beliau dengan mengajak para tokoh umat yang hadir untuk berpikir akan membawa umat kearah mana.

Wujudkan perubahan hakiki dengan tuntunan Ilahi adalah materi yang dipaparkan pemateri kedua yaitu Ustazah Estyningtias. Beliau mengingatkan para tokoh yang hadir terhadap peristiwa yang terjadi pada tahun 2019 ketika  rakyat ingin melakukan perubahan. Tetapi hasil dari upaya yang telah dilakukan nyatanya tidak berhasil. Dalam sistem demokrasi, pragmatisme mendominasi partai-partai politik. Sehingga memunculkan kreativitas untuk melanggengkan kekuasaan dan mengakibatkan terjadinya politik transaksional, politik dagang sapi, politik uang, bahkan melahirkan politisi kutu loncat.

Sebagai seorang Aktivis Dakwah, beliau melanjutkan penjelasan tentang tuntunan yang datang dari Allah dalam melakukan perubahan. Perubahan harus bertujuan untuk menerapkan syariat dan perubahan itu harus mengikuti perubahan yang dicontohkan Rasulullah saw., jika perubahan dilakukan dalam kerangka demokrasi maka tidak akan bisa. Bahkan orang-orang yang melakukan perubahan akan ikut terseret arus pragmatisme demokrasi.

Dalam pandangan Islam, partai politik yang mau melakukan perubahan haruslah partai politik yang berideologi Islam dan terikat pada aturan-aturan Islam bukan yang lain. Politisi yang tergabung adalah orang-orang yang memiliki akidah kokoh, ikhlas tidak mengharapkan jabatan, dan taat syariat.

Diskusi begitu antusias diikuti oleh para tokoh umat dengan banyaknya pernyataan, pertanyaan, dan keinginan bergabung dengan partai politik yang berideologi Islam kepada pemateri. Acara diakhiri dengan foto dan makan siang bersama.[]Junita

Posting Komentar

0 Komentar