Siti Rima Sarinah
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) banyak berkeliaran di jalan dan keberadaannya meresahkan masyarakat. Dilansir dari Radar Bogor (23 Juli 2024), seorang wanita yang diduga ODGJ mengamuk di Jalan KS Tubun, Kecamatan Bogor Utara. Wanita ODGJ tanpa identitas diperkirakan berusia 40 tahun, diduga mengamuk dan menyerang seorang sopir ojek online. Tim TRC Rehabilitasi Sosial segera mengevakuasi ODGJ tersebut ke RS Marzoeki Mahdi untuk mendapatkan perawatan.
Di negeri ini kita biasa melihat ODGJ berkeliaran dengan bebas di jalan-jalan dan dibiarkan begitu saja. Hal ini kerap kali menimbulkan keresahan tatkala ODGJ mengamuk dan menyerang warga seperti yang terjadi pada sopir ojek online. Pembiaraan ODGJ di jalan memperlihatkan seakan pemerintah tidak memedulikan nasib mereka. Seharusnya, pemerintah memberikan tempat yang aman dengan memberikan tempat khusus bagi mereka agar keberadaannya tidak berpotensi menimbulkan keresahan dan membahayakan masyarakat.
Mengacu pada data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), sekitar 1 dari 10 orang di Indonesia mengidap gangguan mental dengan berbagai kondisi. Dalam data yang sama Riskesdas 2018 mengungkapkan bahwa lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental emosional dan dari 12 juta orang dalam kelompok usia yang sama mengalami depresi. Apalagi sejak kasus Covid menimpa negeri ini, jumlahnya terus mengalami peningkatan yang signifikan. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami darurat kesehatan jiwa.
Kepala Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Kependudukan PMK YB, Satya Sananugraha dalam Kaukasus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa mengatakan bahwa gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berdampak pada penderitanya tetapi juga pada perekonomian negara. Maka sudah seharusnya pemerintah sebagai pemegang kekuasaan mencari penyebab maraknya kemunculan gangguan kesehatan jiwa di tengah masyarakat.
Dari situs dpr.go.id, penyebab gangguan kesehatan jiwa adalah perubahan sosial dan budaya, stres dan tekanan hidup, konsumsi zat adiktif, gangguan kesehatan fisik, dan kurangnya akses pelayanan kesehatan jiwa. Tidak dipungkiri, penyebab masalah gangguan kesehatan jiwa sangatlah kompleks, karena tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, melainkan juga faktor eksternal yang meliputi pola asuh yang toxic, disharmoni keluarga, serta dampak ekonomi, budaya dan media sosial. Dan faktor-faktor eksternal ini seakan “difasilitasi tercipta dan terpelihara” dalam lingkungan kehidupan yang sekuler-kapitalis hari ini.
Saat ini kita hidup di bawah penerapan ideologi sekuler-kapitalis yang hanya menjadikan materi sebagai orientasi satu-satunya. Kapitalisme inilah yang menciptakan jurang yang sangat lebar antara si kaya dan si miskin, dan budaya hedonis yang menawarkan kebahagiaan palsu. Di sisi lain, kondisi ekonomi yang karut-marut mendera masyarakat banyak, memberikan tekanan mental yang kosong dan jauh dari nilai spiritual, akibat sekularisasi yang mengabaikan peran agama dari kehidupan.
Sulitnya mencari pekerjaan, gelombang PHK di terjadi di mana-mana, sedangkan biaya hidup yang semakin tinggi harus segera dipenuhi. Ditambah lagi dengan penerapan sistem pendidikan yang dienyam oleh generasi yang berorientasi pada nilai di atas kertas dan mengabaikan pembentukan kepribadian yang kuat sebagai bekal untuk bertahan menghadapi berbagai masalah hidup. Hilangnya peran orang tua karena sibuk bekerja mencari nafkah, berujung pada terciptanya generasi bermental lemah.
Oleh karena itu, upaya mengatasi gangguan kesehatan mental tidak akan tuntas apabila masih menjadikan sekuler-kapitalisme sebagai sumber rujukan. Sebab sistem ini telah terbukti nyata menjadi penyebab utama berbagai persoalan kehidupan, salah satunya persoalan gangguan kesehatan mental yang terjadi di masyarakat. Masyarakat membutuhkan sistem kehidupan yang bukan hanya menyehatkan fisik, melainkan juga menyehatkan psikologis, ekonomi, sosial, dan spiritual. Dan tentunya bukan dengan sistem sekuler-kapitalisme.
Sistem yang sehat tentu hanya dapat terwujud dalam sistem kehidupan Islam (khilafah). Islam memberikan pandangan yang benar mulai dari menetapkan tujuan hidup manusia. Manusia diciptakan oleh Allah Swt. untuk menjadi hamba yang taat, mampu menyikapi kehidupan dengan tepat dan menjadikan keridaan Allah sebagai tujuan hidupnya. Dengan demikian manusia mampu melihat berbagai persoalan kehidupan dari sudut pandang Islam, dan mampu harus bagaimana menyikapinya. Islam juga mengatur penyaluran rasa sedih, marah, khawatir, dan mengajarkan tentang kehidupan hakiki adalah akhirat. Pada hakikatnya dunia hanyalah tempat untuk menempa diri dan berlomba-lomba menabung amal kebaikan sebagai bekal menuju kehidupan akhirat.
Islam juga mengajarkan sabar, shalat, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sebagai salah satu jalan untuk keluar dari masalah. Kedekatan manusia dengan Allah akan memberikan rasa tenang di dalam jiwanya sehingga dapat terhindar dari stres. Dan perlindungan terhadap kesehatan yang paripurna akan terwujud tatkala negara hadir dalam memberikan perlindungan dan jaminan hidup yang layak di seluruh lini kehidupan masyarakat.
Dalam aspek pendidikan, kurikulum yang diterapkan berlandaskan akidah Islam yang bertujuan untuk membentuk kepribadian yang kuat dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan sesuai cara pandang Islam serta mampu mencetak generasi yang tangguh bermental pemimpin dan pejuang. Kurikulum pendidikan ini juga turut mempersiapkan para pemudi yang kelak menjadi calon ibu, dan para pemuda sebagai calon ayah pemimpin umat. Dengan asas kurikulum pendidikan inilah disharmoni dan fatherless atau motherless bisa diantisipasi.
Dalam aspek ekonomi, khilafah akan menjamin semua kebutuhan pokok rakyat dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya, serta menciptakan lapangan pekerjaaan yang seluas-luasnya untuk para pencari nafkah, baik dengan bisnis ataupun bekerja yang layak agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jaminan ekonomi seperti ini secara otomatis akan menciptakan ketenangan di tengah masyarakat.
Dari aspek medis, negara akan melakukan rehabilitasi medis bagi orang-orang yang mengalami gangguan mental, melalui orang-orang yang berkompenten dan pembiayaannya semua ditanggung oleh negara. Tercatat dalam sejarah metode pengobatan sakit mental dalam khilafah telah ada 10 abad jauh sebelum Eropa memulainya.
Demikianlah gambaran dan konsep Islam dalam mengatasi gangguan kesehatan mental. Karena hanya Islam satu-satunya agama sekaligus ideologi yang kehadirannya di dunia ini untuk memberikan solusi sebagai obat mujarab untuk mengatasi segala macam penyakit umat. Wallahua’lam.
0 Komentar