Pemberian Alat Kontrasepsi Pada Remaja: Liberalisasi Semakin Nyata!



Siti Rima Sarinah


Marak kerusakan remaja semakin hari semakin menjadi-jadi, dekandensi moral semakin parah. Tanpa mengindahkan rasa malu para remaja berbuat sesuka hati melakukan perbuatan yang melanggar syariat agama. Dari seks bebas, hamil diluar nikah sudah menjadi hal yang biasa terjadi dikalangan mereka, dan  menjadi suguhan yang biasa kita lihat setiap harinya. Padahal kelak merekalah yang akan menjadi tumpuan masa depan negara. Namun, apa jadinya nasib negara dan bangsa ini apabila remajanya mengalami kemorosotan moral yang sangat parah?

Kerusakan remaja yang terjadi bukanlah tanpa sebab, Banyak faktor yang menjadi penopang mengapa remaja terjerumus pada kerusakan tersebut. Media menjadi salah satu wasilah penyebab kerusakan remaja. Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan seharusnya bergerak cepat mengkonter semua hal yang mengakibatkan rusak moral remaja. Alih-alih pemerintah melakukan langkah antisipasi untuk menyelamatkan remaja dari kerusakan,  justru terjadi malah sebaliknya. 

Dilansir tempo.com 01/08/2024 Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17/2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Pengesahan UU kesehatan ini bertujuan untuk membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh di seluruh Indonesia. Dan sebagai upaya kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja untuk memberikan pemberian komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan kesehatan reproduksi. Dalam PP UU kesehatan tersebut juga mengatur pratik aborsi illegal yang disebutkan dalam pasal 116. Dalam pasal tersebut membolehkan Pratik aborsi illegal pada korban tindak pindana pemerkosaan atau tindak pindana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.

Wajarlah apabila kehadiran PP UU Kesehatan ini  menuai kecaman dari berbagai pihak. Bagaimana tidak, kerusakan remaja sudah semakin parah dan negara memfasilitasi  alat kontrasepsi yang secara tidak langsung negara membolehkan budaya seks bebas pada remaja.  Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyayangkan terbitnya beleid yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Ia menyatakan beleid tersebut tidak sejalan dengan amanah pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerja dan menjunjung tinggi norma agama. 

Keberadaan PP UU kesehatan menjadi bukti seakan  pemerintah menutup mata dengan kerusakan remaja yang terjadi.  Dan kebijakan ini menunjukkan pemerintah justru menjadi pihak yang “memfasilitasi” dan paling bertanggung jawab atas  kerusakan moral remaja. Sangat jelas terlihat adanya aroma liberalisasi dibalik pemberian alat kontrasepsi yang sedang digencarkan menyasar remaja sebagai mangsanya. Dengan dalih untuk melindungi kesehatan reproduksi remaja dengan pemberian edukasi, yang terjadi justru remaja bebas melakukan zina dan mengadopsi gaya hidup liberal seperti halnya yang terjadi di negara-negara Barat.

Agenda kesehatan reproduksi yang terus digaungkan lebih dari dua dekade ini, telah membawa  hasil yang sangat memprihatinkan dan meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama, walaupun mayoritas penduduknya beragama muslim. UU PP Kesehatan ini  dianggap sebagai solusi untuk mengatasi persoalan kebobrokan remaja justru menunjukkan keabaian negara dengan menjerumuskan remaja pada seks bebas yang diharamkan dalam Islam. Ini menjadi bukti apapun yang berasal dari sistem liberal-sekuler hanyalah melahirkan masalah demi masalah. Sebab, yang menjadi tujuan utama dari sistem rusak dan batil ini hanyalah materi. Agenda kesehatan reproduksi yang tertuang dalam UU PP Kesehatan hanyalah menjadi wasilah bisnis yang sangat menguntungkan untuk menghasilkan cuan, dengan  berlindung dibalik kesehatan reproduksi remaja.

Sangat jelas terlihat bahwa sistem liberal-sekuler tidak akan pernah bisa menyelamatkan generasi dari berbagai kerusakan. Sebab, penerapan sistem inilah yang menjadi sumber persoalannya. Berbeda halnya dengan sistem Islam (khilafah) yang sangat concern terhadap generasi bangsa. Dan sejarah telah membuktikan  bahwa selama beratas-ratus abad lamanya, khilafah mampu mencetak generasi emas pembangun peradaban mulia yang berkontribusi bagi peradaban dunia hingga hari ini.

Keberhasilan khilafah dalam mencetak generasi emas ini tak lepas dari penerapan sistem Islam yang menyeluruh di seluruh lini kehidupan. Generasi dibekali ilmu pendidikan dengan kurikulum berlandaskan akidah Islam, yang menghasilkan output pendidikan generasi ber-syakhsiyah Islam (berkepribadian Islam). Dan mampu membedakan salah dan benar sesuai cara pandang syariat serta memahami tujuan penciptaan seorang hamba adalah untuk beribadah.

Didukung penuh dengan hadir negara sebagai perisai dan pelindung bagi generasi. Bukan hanya menerapkan kurikulum Islam, melainkan negara memiliki kedaulatan digital untuk memblokir konten dan situs yang dapat menghantarkan pada kerusakan generasi. Sistem sosial yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan dengan melarang berkhalwat dan ikhtilat (campur baur), kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti pendidikan, kesehatan, jual beli, dan khitbah.

Selain itu, negara juga memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan misalnya, zina, homoseksual, dan lain sebagainya. Di sisi lain, negara memfasilitasi sarana prasana yang memudahkan laki-laki dan perempuan  yang telah mampu untuk menikah, dengan membantu biaya mahar pernikahan dan memberikan lapangan pekerjaan agar kelak mampu menafkahi keluarganya dengan cara yang layak. 

Dengan mekanisme seperti ini negara mampu mengantipasi kerusakan remaja dan melejitkan potensi mereka untuk menjadi generasi terbaik generasi khoiru ummah. Sistem Islamlah yang seharusnya menjadi pondasi lahirnya peraturan dan kebijakan di negeri ini, karena Islam hadir untuk menyelesaikan persoalan kehidupan manusia. Sedangkan liberalisme-sekularisme kehadirannya membawa sumber malapetaka bagi kehidupan. Wallahua’lam.

Posting Komentar

0 Komentar