Dyandra Verren
(Aktivis Muslimah)
- Polemik kesulitan dalam mendapatkan kerja oleh Gen Z bagaikan bola panas yang digiring tanpa arah. Menurut berita Pikiranrakyat, ada sepuluh juta Gen Z menganggur. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2023 terdapat 9,9 juta jiwa, yang terdiri dari 5,73 juta jiwa merupakan remaja perempuan dan 4,17 juta jiwa merupakan remaja laki-laki. Mereka tidak bekerja, mengikuti pendidikan formal, atau mengikuti pelatihan prakerja (NEET).
BPS memasukkan kelompok tersebut ke dalam frasa hopeless of job. Bonus demografi yang seharusnya menjadi keuntungan pada 2045, bisa menjadi ancaman serius dengan konsekuensi penting jika masalah ini tidak diselesaikan. Anak muda susah cari kerja, negara ke mana?
Gen Z yang lahir antara 1997-2012 adalah generasi yang sedang dalam masa produktif. Gen Z dikenal sebagai generasi digital native karena tumbuh di era teknologi canggih seperti internet smartphone dan media sosial. Mereka cenderung multitasking, mandiri, berpikir kritis, suka terhadap informasi inklusif dan lebih menghargai pendidikan yang praktis serta relevan dengan dunia kerja.
Dari karakteristik tersebut, tidak seharusnya Gen Z mengalami hal buruk sebagaimana hari ini. Pertumbuhan jumlah generasi usia produktif hari ini tidak sejalan dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Setiap tahunnya kelangkaan lapangan kerja terus terjadi, ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin kesempatan kerja kepada para kepala keluarga atau laki-laki yang merupakan salah satu mekanisme terwujudnya kesejahteraan rakyat sebab negara adalah penanggung jawab atas persoalan kesejahteraan rakyat.
Namun, bukan hanya tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, pemerintah juga salah membaca akar persoalan pengangguran negara. Pemerintah mengatakan bahwa pengangguran disebabkan karena banyaknya Gen Z yang salah jurusan sehingga skill yang mereka miliki tidak sejalan dengan kebutuhan industri. Pernyataan pemerintah terkait akar persoalan pengangguran ini sebenarnya menggambarkan selama ini pemerintah berlepas tangan terhadap jaminan kesejahteraan rakyatnya berikut jaminan tersedianya lapangan kerja yang layak dan memadai. Pemerintah menyerahkan tanggung jawab pekerjaan pada dunia kerja yang hari ini dikuasai oleh para korporasi. Inilah watak penguasa dalam negara yang menerapkan sistem sekuler-kapitalisme.
Negara hanya bertindak sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat yang seharusnya memiliki mekanisme tersedianya lapangan kerja yang memadai. Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan liberal menjadikan pengelolaan SDAE atau sumber daya alam dan energi legal diberikan kepada asing dan swasta. Di samping itu sistem ini juga memberikan previllage kepada swasta untuk menguasai hajat hidup masyarakat seperti layanan pendidikan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya.
Pihak swasta yang berparadigma kapitalis tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Di bawah prinsip-prinsip kapitalisme pihak swasta berusaha mencari tenaga kerja murah dan meminimalisir tenaga kerja untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Tak jarang mereka menarik tenaga kerja dari luar yang dipandang lebih ahli dan terampil serta lebih mampu memberikan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan.
Klaim pemerintah telah banyak membuka lapangan pekerjaan nyatanya tidak sejalan dengan fakta di lapangan. Malah yang tampak justru banyak pekerja asing yang bekerja di tanah air sekalipun itu buruh kasar seperti TKA dari Cina. Masalah persoalan ini sesungguhnya tidak hanya mengenai jurusan yang berbeda atau skill, relasi, jalur orang dalam. Di sinilah kesempatan kerja bagi generasi negeri ini tertutup.
Berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah seperti Undang-Undang Cipta Kerja. Omnibus Law nyatanya membuat rakyat susah untuk mendapatkan pekerjaan dalam situasi ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh ekonomi kapitalis global yang sarat akan industrialisasi. Belum lagi pengembangan ekonomi di sektor non riil semakin mematikan ekonomi riil yang mampu membuka lapangan kerja yang luas. Sektor pertanian, perikanan, perkebunan, perdagangan, jasa, dan sebagainya semakin tidak diminati karena minimnya dukungan dari negara.
Oleh karena itu, persoalan pengangguran generasi di negeri ini sejatinya bermuara pada penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang abai terhadap nasib generasi. Berbeda dengan negara yang menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Negara akan menjalankan sistem ekonomi dan politik Islam termasuk dalam pengaturan dan pengelolaan sumber daya alam energi yang merupakan ciri umum. Khilafah akan mampu mengatasi pengangguran dengan tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya.
Perekonomian dalam Khilafah tumbuh dengan sangat baik bahkan cepat. Pasalnya sistem ekonomi Islam memiliki pengaturan terkait kepemilikan dengan sumber daya alam dan energi diposisikan sebagai kepemilikan umum. Sebab demikianlah faktanya, pengelolaan SDAE hanya boleh dikelola negara dan tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing apa pun alasannya. Dari sini saja negara akan mampu membuka lapangan pekerjaan dari sektor industri dalam jumlah besar sebab pengelolaan mendukung tersedianya tenaga kerja yang mumpuni melalui pendidikan Islam yang bisa diakses siapa saja karena gratis dan tentu berkualitas.
Negara membatasi aktivitas ekonomi non riil dan hanya mengembangkan ekonomi riil, hal ini akan mampu membuka lapangan kerja yang luas karena tidak ada yang berusaha mematikannya. Negara memberi dukungan pengembangan ekonomi riil melalui pembangunan infrastruktur pemberian modal dan sarana prasarana di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, perdagangan, jasa, dan lain-lain. Hal ini tentu akan menciptakan suasana yang kondusif untuk bekerja.
Sistem ketenagakerjaan diatur dalam akad ijarah yang akan menjamin kesejahteraan antara pegawai dan majikan. Maka, tidak heran jika industri mesin, bahan bangunan, persenjataan, perkapalan, kimia, tekstil, kertas, kulit, pangan, hingga pertambangan dan metalurgi amat berkembang pada zaman Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembalikan pengaturan sistem di bawah kepemimpinan Islam. di bawah pengaturan Islam tersedia lapangan kerja yang memadai dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat.[]
0 Komentar