Bukan Cinta Biasa


 

#Reportase — Di penghujung bulan Rabiul Awal ini, Muslimah Remaja Setu, Tangerang Selatan menyelenggarakan acara Bincang-bincang Milenial bertema “Bukan Cinta Biasa”. Peringatan kelahiran Nabi saw. identik dengan perayaan meriah tidak hanya di sekolah, majelis taklim, maupun masjid. Tujuan acara ini mengupas bagaimana Islam menyikapi fenomena tersebut. Bertempat di aula salah satu masjid di Setu, Tangerang Selatan, pada Ahad (29/09/2024), acara ini menghadirkan dua pembicara, Kak Fasih Vadia dan Kak Siti Rohmah.

Kak Fasih selaku penutur pertama menyapa peserta dengan pertanyaan, “Siapa pernah jatuh cinta? Masalah cinta adalah masalah rasa, yang bisa jatuh pada keluarga, sahabat dan teman, bahkan pada harta,” ujarnya. Cinta sebenarnya adalah fitrah manusia yang dianugerahkan Allah Swt. kepada umat manusia. Allah memberikan potensi kehidupan berupa kebutuhan jasmani seperti makan, minum, tidur, dan naluri-naluri antara lain mempertahankan diri, melestarikan jenis, dan beragama. Dari naluri inilah timbul beragam rasa cinta. Lantas, dalam Islam, mana cinta yang didahulukan? Dalam QS at-Taubah: 24, Allah Swt. berfirman yang artinya, “Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan keluarga kalian, juga kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik." "Rasululullah Saw juga bersabda yang artinya, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR al-Bukhari)

“Jadi, puncak cinta adalah cinta kepada Allah dan Rasulullah, yang akan menjadi kunci kebahagiaan. Jika cinta ini diabaikan, manusia bisa terjangkit penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati,” jelas aktivis dakwah ini.

Bagaimana mewujudkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya? Cukupkah dengan perayaan seremonial dalam Maulid Nabi setiap tahunnya? Pembicara kedua memberikan penjelasan. Kak Rohmah, begitu beliau akrab disapa mengatakan, “Tumpah ruah perayaan Maulid Nabi seperti yang terjadi saat ini hanyalah sebatas cerita yang bersifat tarikhi, bukan dikaji dari aspek tasyri’i dan siyasi, perihal apa makna di balik kelahiran Nabi.” Ironisnya, banyak perayaan justru diisi dengan kegiatan yang bertentangan dengan syariat seperti ikhtilath, dangdutan, dan sejenisnya. 

Beberapa versi tinjauan sejarah mengulas bahwa perayaan maulid pertama kali dilaksanakan di Ibril (80 Km dari Timur Tenggar Mosul-Iraq), diselenggarakan oleh Muzafaruddin (tahun 540 H) secara besar-besaran sehingga dapat menghimpun jamaah dari daerah-daerah bahkan dari ibu kota Iraq sendiri – Bagdad. Sejak dari bulan Muharam sampai bulan Rabiul Awal, orang-orang berbondong-bondong datang ke Ibril untuk menghadiri acara puncak perayaan Maulid Nabi saw.. Muzafaruddin pernah mengeluarkan dana untuk perayaan maulid sebanyak 300.000 Dinar (sekitar 300 ribu dolar lebih, kurang 3 milyar rupiah sekarang ini), 5000 ekor kambing, 10 ribu ekor ayam, 100 ekor kuda, 30.000 piring manisan, 100 ribu mangkok keju, dan tidak ketinggalan pula kegiatan ilmiah dengan menuliskan sejarah kelahiran Rasul saw., sehingga seorang penulis yang bernama Abu al-Khattab bin Dahya mendapat penghargaan dari Sultan Muzzaffar berupa uang 1000 Dinar atas keberhasilannya menulis sebuah kitab Tanwir fi Maulid Al-Basyir Wannazir (pencerahan terhadap sejarah kelahiran Nabi saw.). 

Menurut sumber lainnya, yang pertama mencetuskan ide peringatan Maulid Nabi saw. adalah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Waktu itu tujuannya adalah untuk memperkokoh semangat umat Islam, khususnya mental para tentara muslim yang lemah dalam menghadapi serangan tentara salib dari Eropa, yang ingin merebut tanah suci Yerusalem dari tangan kaum muslim. Efeknya memang sangat luar biasa. Dengan peringatan Maulid Nabi saw. inilah Sultan Shalahuddin saat itu mampu membangkitkan kembali kesadaran kaum muslim sekaligus semangat jihad mereka dalam membela agama Allah, khususnya melawan kafir kristiani dalam Perang Salib.

Kelahiran setiap manusia sebenarnya suatu yang alamiah. Lantas, kenapa kelahiran Rasulullah saw. begitu istimewa? “Nabi Muhammad adalah figur paling berpengaruh di dunia. Seorang Penulis Amerika Serikat, Michael H. Hart, menobatkan beliau sebagai tokoh nomor 1 dari 100 orang paling berpengaruh sepanjang sejarah. Seluruh kehidupan Nabi terdokumentasi secara lengkap,” papar Kak Rohmah. Kelahiran Rasulullah saw. menjadi cikal bakal lahirnya umat Islam, juga sebagai peletak dasar peradaban Islam. Beliau adalah manusia pilihan dan teladan bagi umat manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Mencintainya akan mendatangkan pahala, rida, dan ampunan dari Allah Swt.. Refleksi besar Maulid Nabi Muhammad saw. adalah mengembalikan kehidupan Islam dalam pangkuan syariat. “Bukan cinta biasa akan melahirkan ketaatan, pengorbanan, dan perubahan,” pungkasnya.[](Ida Aya)

Posting Komentar

0 Komentar