Bukan Demokrasi: Khilafah adalah Solusi

 


Ruruh Hapsari

(Penulis dan Aktivis Dakwah) 


#KonstrukKhilafah – Tulisan “Peringatan Darurat” dengan gambar burung garuda dan berlatar warna biru segera viral dan menjadi ikon perlawanan di media sosial yang mewakili semangat gerakan mengawal konstitusi beberapa waktu lalu. 


“Lawan Rezim Anti Demokrasi”, “Rakyat Kuasa”, “Rebut demokrasi”, “Demokrasi Diamputasi”, “Revolusi! Rakyat Melawan”.  Kata-kata itulah yang tertulis di banner yang mengarah ke Gedung DPR/MPR juga yang tertempel di gerbang gedung saat aksi berlangsung. 


Mereka memahami bahwa yang salah dan harus diperbaiki di negeri ini adalah berjalannya demokrasi yang sudah kebablasan. Penilaian tersebut ada benarnya, melihat Kemenpolhukam telah merilis Indeks Demokrasi Indonesia pada tahun 2023 capaiannya sebesar 79,51 yang performanya sedang. Di lain sisi, indeks demokrasi global pun terus menurun hingga 55,5 dilihat dari representasi, hak-hak, supremasi hukum, dan partisipasi. 


Kemudian, perlu dipertanyakan adalah negara mana yang menjadi acuan pelaksanaan demokrasi yang baik, sedang Amerika pun yang menjadi polisi dunia saja indeksnya tidak jauh berbeda dengan yang lainnya. Kelakuannya saat membantu sang genosid I5r43l juga sudah terlewat batas.


Pertanyaan tersebut tidak akan terjawab, karena demokrasi memang aturan buatan manusia yang tidak bisa menyelesaikan segala masalah kehidupan. Kerusakan dunia tanpa kontrol menjadikan demokrasi bak hukum rimba, siapa yang menang maka dialah yang berkuasa. 



Islam datang ke dunia membawa sepaket aturan bagi manusia sebagai solusi atas banyaknya masalah yang dihadapi manusia hingga hari akhir. Sistem Khilafah yang merupakan aturan Sang Pencipta bertugas untuk mengurusi urusan rakyatnya hingga per kepala. 


Allah berfirman dalam surah al-Maidah: 48 yang berbunyi, "Maka putuskanlah perkara di antara manusia dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. dan janganlah engkau menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”


Dalam ayat tersebut sangat jelas bahwa dalam memutuskan segala perkara harus kembali pada syariat. Kemudian, dalam surah an-Nisa: 59, Allah Swt. juga berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri dari kamu sekalian.”


Dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan untuk mewujudkan ulil amri di antara manusia yang hukumnya wajib. Jika ulil amri tidak terwujud, hukum syariat yang mengatur urusan manusia, jelas tidak akan ditegakkan.   


Imam Muslim telah meriwayatkan dari al-A’raj dari Abi Hurairah dari Nabi saw. berkata, ”Sesungguhnya seorang imam adalah laksana perisai, di mana orang-orang akan berperang di belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung (bagi dirinya).”


Dalam kitab Al-Khilaafah yang ditulis oleh al-alamah Syehkh Taqiyuddin an-Nabhani, Rasulullah saw. menyatakan bahwa imam adalah laksana perisai, mengandung makna fungsional dari keberadaan seorang imam yang merupakan sebuah tuntutan. Setiap pemberitahuan dari Allah dan Rasul-Nya yang mengandung pujian, maka yang dimaksudkan adalah tuntutan untuk melaksanakan dan begitu sebaliknya.  


Selain itu, dalam hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Hazim berkata, "Aku telah mengikuti majelis Abi Hurairah selama lima tahun, pernah aku mendengarnya menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. yang bersabda, “Dahulu Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi wafat, akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada lagi Nabi sesudahku. (tetapi) nanti akan ada banyak khalifah", para sahabat bertanya, "Apakah yang engkau perintahkan kepada kami?, beliau menjawab, ”Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja. Berikanlah kepada mereka haknya karena Allah Swt. nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka tentang rakyat yang dibebankan urusannya kepada mereka.”


Masih dalam kitabnya, al-alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa pada hadis di atas disebutkan yang memimpin dan mengatur kaum muslimin adalah para khalifah. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tuntutan untuk mewujudkan Khilafah, hukumnya adalah wajib.


Saat ini, keberadaan Khilafah tidak ada, hal ini dijelaskan kembali dalam hadis yang diriwayatkan oleh Nafi’, Rasulullah saw. telah berkata, “Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah Swt. niscaya ia akan berjumpa dengan Allah Swt. di hari kiamat tanpa memiliki hujjah dan siapa yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, maka matinya adalah seperti mati jahiliyah.”


Adanya baiat pada pundak seluruh kaum muslim merupakan kewajiban sehingga disifati bila tidak adanya baiat maka seperti mati jahiliyah. Padahal baiat hanya diberikan pada seorang khalifah (kepala negara) dan bukan pada yang lainnya. 


Hadis tersebut juga merupakan dalil mengangkat seorang khalifah dan bukan dalil kewajiban berbaiat. Sebab dalam hadis tersebut yang dicela oleh Rasulullah saw. adalah keadaan tidak adanya baiat dipundak setiap muslim hingga mati dan bukan karena tidak melaksanakan baiat. 


Walhasil, tidak ada solusi lain yang mampu mengentaskan masalah kehidupan saat ini kecuali dengan adanya aturan Allah dalam wujud Khilafah. Mendirikannya dan taat pada seorang khalifah adalah kewajiban. Wallahualam. 






Posting Komentar

0 Komentar