Deflasi Indikasi Krisis Ekonomi Berulang: Tuntaskan dengan Islam Ideologi Cemerlang
Anggun Permatasari
(Penulis dan Aktivis Dakwah)
#Telaah Utama - Deflasi pada empat bulan terakhir, perlahan semakin melemahkan perekonomian Indonesia. Dilansir laman ekonomi.bisnis.com (15/9/2024), Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menilai tanda-tanda krisis ekonomi sudah terlihat usai terjadi deflasi selama Mei—Agustus 2024. Esther meyakini bahwa deflasi merupakan tanda nyata bahwa ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Apalagi, saat ini daya beli masyarakat semakin menurun.
Dosen di Universitas Diponegoro tersebut menjelaskan bahwa deflasi selama beberapa bulan berturut-turut selalu terjadi sebelum krisis ekonomi. Contohnya pada Maret—September 1999, terjadi deflasi 7 bulan beruntun yang merupakan masa-masa pemulihan krisis moneter. Lalu, pada Desember 2008—Januari 2009, juga terjadi deflasi efek dari krisis finansial dunia. Terakhir, deflasi 3 bulan berturut-turut dari Juli—September 2020 akibat badai pandemi Covid-19.
Wajar! Itulah kata yang sangat cocok untuk menggambarkan kondisi negeri saat ini. Krisis ekonomi di Indonesia bahkan dunia terjadi bukan kali ini saja. Krisis berulang dipastikan akan terus terjadi jika sistem ekonomi kapitalisme masih diadopsi oleh pemerintah. Terjadinya deflasi menunjukkan kapitalisme terbukti telah gagal menjaga daya beli masyarakat.
Alih-alih menjamin kebutuhan rakyat, sistem kapitalisme justru mengandalkan aktivitas konsumsi masyarakat untuk menggerakkan ekonomi negara. Pemerintah yang sudah tidak becus mengurus negara masih saja menjadikan rakyat sebagai kambing hitam. Padahal, kebijakan dari sistem rusak yang mereka ambillah yang mengundang deflasi dan krisis.
Tanpa perhitungan yang matang pemerintah melakukan impor beras sebanyak 3,6 juta ton pada tahun 2024. Padahal Indonesia negeri tropis yang subur. Gelombang PHK di berbagai sektor industri juga diperkirakan akan terus meroket mencapai 70.000 lebih pegawai pada akhir tahun 2024.
Saat rakyat tidak punya penghasilan karena PHK, harga sembako melambung tinggi karena barang impor, walhasil kemampuan rakyat memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin menurun. Hal itu memaksa mereka untuk lebih memperhatikan skala prioritas.
Selanjutnya, sektor non riil yang masih menjadi tumpuan negara untuk ekonomi digerakkan oleh utang, bunga, spekulasi, dan uang kertas akan tumbuh dan berkembang menjadi economic bubble. Kondisi ini yang membuat nilai mata uang tidak stabil karena saat ini Indonesia dan negara-negara di dunia menggunakan uang kertas sebagai alat tukar, krisis ekonomi tidak terelakkan.
Sesungguhnya, kalau saja negara mengambil Islam sebagai sistem pemerintahan dan perekonomian, kondisi ini tidak akan terjadi. Islam mengatur aktivitas konsumsi warga sesuai kebutuhan. Aturan Islam sangat menjaga umatnya agar tidak terperosok dalam perilaku konsumtif apalagi sifat hedon.
Islam sangat mencela sifat boros. Sebaliknya, sifat tersebut justru menjangkiti umat saat ini akibat sistem kapitalisme yang justru mendorong aktivitas konsumtif, bahkan pemborosan. Malah, aktivitas tersebut merupakan sumber keuntungan bagi para kapital/pemodal.
Allah Taala berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS al-Isra: 26–27)
Selain itu, dalam surah al-Furqan ayat 67 yang artinya, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."
Sebaliknya, dalam sistem Islam, membelanjakan harta di jalan Allah justru menjadi perniagaan yang paling menguntungkan di dunia dan akhirat. Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? Engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya." (QS ash-Shaff [61]: 10–11)
Sistem Islam (Khilafah) mewajibkan penguasa bertanggung jawab secara adil. Khilafah tidak akan membedakan kelas ekonomi warganya. Dalam aturan Islam, tidak ada status warga penerima subsidi dan nonsubsidi. Khilafah memberi jaminan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan bagi warganya secara individu per individu, tanpa membedakan kaya atau miskin.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai (junnah) yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ’alaih)
Khilafah tidak akan fokus mengutak-atik angka terkait pertumbuhan ekonomi sebagaimana sistem kapitalisme. Khilafah menjamin kesejahteraan dan pemenuhan ekonomi warga secara riil tanpa tipu-tipu status pertumbuhan ekonomi. Sejatinya keberhasilan negara dalam kacamata syarak bukan karena reputasi melainkan bagaimana akidah rakyat bisa terjaga dan kebutuhan pokok rakyat bisa tersedia tanpa kurang satu apa pun.
Khilafah tidak akan sembarangan menjalin kerjasama ekspor impor dengan negara lain. Khilafah akan memberlakukan cukai kepada negara kafir yang juga menarik cukai atas perdagangan Khilafah. Penarikan cukai tidak berlaku bagi pedagang berwarga negara Khilafah pada komoditas ekspor impor yang mereka lakukan.
Sistem Khilafah mengupayakan mandiri memenuhi tidak hanya kebutuhan pokok seperti beras tetapi juga membangun industri barang-barang modal. Pengadaan industri mesin-mesin berteknologi rendah hingga tinggi, termasuk peralatan militer yang mutakhir tidak boleh bergantung pada negara asing apalagi negara kafir harbi fi'lan.
Khilafah juga akan mengedukasi masyarakat agar menginvestasikan kekayaan—termasuk uang pada sektor riil. Aturan Islam melarang rakyatnya menyimpan uang pada sektor perbankan dan investasi portofolio yang bertujuan untuk mendapatkan bunga yang diperoleh bebas risiko. Dengan demikian, economic bubble yang terjadi akibat diterapkannya sektor non riil dalam kapitalisme dapat dihindari.
Kemudian, Khilafah akan menjamin realisasi jalur-jalur sebab kepemilikan harta individu, seperti aktivitas bekerja, harta warisan, kebutuhan kepada harta sekadar untuk mempertahankan hidup, pemberian harta oleh negara kepada rakyatnya, serta harta yang diperoleh seorang individu tanpa ada kompensasi apa pun, seperti hibah, hadiah, dan sedekah.
Khilafah juga sangat memperhatikan distribusi. Khilafah menghimpun berbagai jenis harta di Baitulmaal untuk selanjutnya didistribusikan secara merata kepada warga sesuai peruntukannya. Harta zakat, digunakan hanya boleh untuk delapan golongan (asnaf) yang telah Al-Qur’an sebutkan, tidak boleh untuk anggaran belanja lainnya, seperti pembiayaan fatah (penaklukan), kendaraan pejabat, maupun pembangunan infrastruktur.
Demikianlah, segala problematika di atas hanya bisa diselesaikan secara tuntas dengan aturan Islam. Karena sistem Islam tidak akan membiarkan rakyat memenuhi kebutuhannya dan berjuang menghidupi dirinya sendiri. Khilafah akan memberikan pelayanan dan berbagai kemudahan agar mereka dapat memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan hidup. Sehingga, deflasi dan krisis ekonomi berulang dan berkepanjangan seperti saat ini tidak akan terjadi, Wallahualam bissawab.
0 Komentar