Ekspor Pasir Laut: Ekosistem Rusak Kedaulatan Negara Digasak



#CatatanRedaksi — Ekspor pasir laut atau sedimen laut resmi dibuka lagi setelah 21 tahun dilarang. Pembukaan kembali ekspor pasir laut diatur lewat Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut (CNNIndonesia.com, 21/9/2024).

Banyak pihak menolak ekspor pasir laut atau sedimen laut ini. Dilansir laman ugm.ac.id (19/9/2024), Dr. Fahmy Radhi, M.B.A., pengamat ekonomi dan energi di UGM, berpendapat bahwa pengerukan pasir laut bagaimanapun memicu dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut. Bahkan memicu tenggelamnya pulau yang tentunya akan membahayakan rakyat di pesisir pantai. Sebelumnya, Presiden Jokowi berdalih dan mengatakan bahwa jika yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sedimen laut yang bentuknya sama berupa campuran tanah dan air.

Bahkan, kebijakan tersebut bisa meminggirkan nelayan karena tidak dapat melaut lagi. Kalaupun kebijakan ekspor pasir laut dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara, hal tersebut dinilainya tidak tepat. “Kementerian Keuangan mengaku selama ini penerimaan negara kecil dari hasil ekspor laut, termasuk pasir laut. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar,” terangnya.

Senada dengan itu, Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar, Anggota Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) dikutip dalam kedaulatan rakyat (5/6/2024), juga menyampaikan ekspor pasir laut akan menyebabkan:

(1) kerusakan ekosistem. Pasir laut adalah bagian penting ekosistem pantai. Penggalian pasir laut dapat mengganggu struktur fisik dan ekologi habitat alami terumbu karang, padang lamun, dan tempat berkembang biaknya hewan laut. Aktivitas ini juga merusak mikroorganisme, invertebrata, dan biota laut lainnya yang hidup di pasir.

 (2) erosi pantai. Pasir laut berfungsi sebagai penyangga alami pantai dan membantu mencegah erosi. Penggalian pasir laut yang tidak terkendali dapat mengganggu pasokan pasir ke pantai, menyebabkan penipisan pantai, dan meningkatkan risiko banjir. Erosi pantai yang diperparah oleh penggalian pasir juga dapat mengancam infrastruktur dan permukiman manusia di dekat pantai.

 (3) gangguan pada organisme. Banyak organisme laut, seperti ikan, moluska, dan crustacea menggunakan pasir laut sebagai habitat, mencari makanan, dan berkembang biak. Penggalian pasir laut mengganggu siklus kehidupannya, mengurangi populasinya, serta menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem laut.

 (4) kerugian nelayan. Nelayan bergantung pada ekosistem laut yang sehat dan berkelanjutan untuk mencari nafkah. Penggalian pasir laut dapat mengurangi stok ikan dan mengganggu habitat ikan, sehingga berdampak negatif terhadap nafkah nelayan. Selain itu, peralatan penggalian pasir laut juga merusak jaring dan peralatan nelayan.

(5) perubahan iklim. Aktivitas penggalian pasir laut juga berdampak pada perubahan iklim. Pasir laut mengandung karbon organik yang disimpan dalam tanah dan endapan. Penggalian pasir laut membebaskan karbon ini ke atmosfer, meningkatkan emisi gas rumah kaca, dan berkontribusi terhadap pemanasan global.

Dengan demikian, semakin terang benderang ekspor pasir laut ini sangat merugikan, tidak ada manfaatnya. Malah, bencana mengintai jika itu terus dilakukan. Namun, sepertinya pemerintah tidak menggubris aneka penolakan itu. Terbukti dengan berbagai dalih ekspor pasir laut tetap berlanjut.

Diketahui negara utama penerima pasir laut adalah Singapura. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2019, negeri Singa itu adalah importir pasir laut terbesar di dunia. Bahkan, Singapura mengimpor 517 juta ton pasir laut dari para negara tetangganya, termasuk Malaysia dalam dua dekade lamanya (CNNIndonesia.com, 17/9/2024).

Alasan Singapura melakukan ekspor pasir laut besar-besaran tidak lain dan tidak bukan adalah untuk reklamasi wilayah lautnya menjadi daratan yang lebih luas. Dilansir dari sg101.gov.sg, setiap tahun, Singapura tumbuh lebih besar berkat upaya reklamasi lahan. Luas wilayahnya telah bertambah seperlima selama beberapa dekade. Mulai dari 581,5 kilometer persegi pada tahun 1960 menjadi 725,7 kilometer persegi pada tahun 2019. Negara ini menargetkan untuk mencapai daratan seluas 766 km² pada tahun 2030.

Lahan reklamasi telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Singapura. Infrastruktur seperti Bandara Changi, Pelabuhan Tuas, dan Pulau Jurong semuanya dibangun di atas lahan reklamasi laut (Tempo.co, 22/9/2024).

Begitulah tabiat rakus kapitalisme yang sangat eksploitatif tanpa memperhitungkan dampak besar akibat aktivitas ini. Bahaya kerusakan lingkungan yang mengancam dan  bertambahnya area daratan Singapura karena reklamasi —semakin mendekat ke wilayah daratan Indonesia— membuat kedaulatan negeri ini terancam. Semua tidak lain karena bargaining ekonomi Singapura sangat besar dan kuat di Asia. Dalam kapitalisme semakin besar modal semakin kuat pengaruhnya. Konsep ekonomi kapitalisme yang kuat di Singapura tidak terlepas dari pengaruh AS sebagai kampiun kapitalisme di dunia, sudah hampir 60 tahun. Amerika Serikat dan Singapura telah menjalin hubungan yang luas dan abadi berdasarkan kepentingan ekonomi bersama, kerja sama keamanan dan pertahanan yang kuat, serta hubungan antarmasyarakat yang kuat (U.S Department of State, 30/7/2024).

Begitulah, ciri khas ideologi kapitalisme menjadikan Singapura kuat dan berpengaruh di Asia. Hal itu menjadikan Indonesia bertekuk lutut —dengan alasan ekonomi— melakukan ekspor pasir laut yang justru sangat merugikan. Sejatinya, jika mau terlepas dari hegemoni ekonomi dan kekuatan kapitalisme, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia harusnya mencampakkan sistem kapitalisme dan memilih sistem Islam yang memberi solusi paripurna, termasuk menghilangkan keserakahan kapitalisme.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah ar-Rum ayat 41 yang artinya, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Makna ayat itu bahwa kerusakan lingkungan akibat keserakahan manusia yang eksploitatif (kapitalisme-pen) harusnya menjadikan manusia sadar untuk kembali ke jalan yang benar, dalam hal ini sistem Islam yang Allah syariatkan.

Dalam Islam, laut termasuk segala hal yang ada di dalam laut baik hewan, tumbuhan barang tambang yang ada di dalamnya; sedimen/pasir, hutan, barang tambang di darat, minyak bumi, dan gas alam semua masuk kepemilikan umum tidak boleh dieksploitasi individu pemerintah yang rakus, apalagi swasta sesuka hati. Islam sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan, alam semesta telah diciptakan Allah Swt. tidak untuk dirusak dan dieksploitasi tanpa aturan, tetapi dijaga kelestariannya untuk bisa memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah al-Baqarah Ayat 164,

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ۝١٦٤

Artinya: "Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang bahtera yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengannya Dia menghidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia menebarkan di dalamnya semua jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti."

Walhasil, sudah waktunya umat Islam me-reset sistem kapitalisme dan meng-install Islam sebagai sistem kehidupan manusia hari ini. Hal itu demi kesejahteraan alam dan manusia, serta untuk menjaga eksistensi alam manusia di masa yang akan datang, Wallahu a'lam bi asshawwab.



Hanin Syahidah S.Pd

Posting Komentar

0 Komentar