Kecintaan dan Kerinduan Kaum Anshar kepada Nabi Muhammad

 



Heni Ummu Faiz

(Ibu Pemerhati Umat)


#Tarikh - Kerinduan yang menggebu di relung-relung jiwa kaum Anshar begitu kuat ingin segera menyambut kehadiran Rasulullah saw.. Ketika mendengar Rasulullah akan melakukan hijrah dari Mekah menuju Madinah, mereka keluar dari rumah-rumahnya. Mereka melakukan hal ini setiap hari sejak pagi buta. Jika hari sudah terik, mereka pun kembali ke rumah masing-masing. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Bukhâri rahimahullah, Ibnu Ishâq, al-Hâkim, dan ulama lainnya.


Disebutkan pula bahwa penantian dan penyambutan ini dilakukan setiap hari. Tidak ada rasa bosan dan jenuh sekalipun harus menghadapi teriknya sinar matahari. Semua karena rasa cinta dan rindu ingin berjumpa dengan Rasulullah saw.. 


Tepat 12 Rabi’ul Awal tahun ke-14 kenabian (tahun pertama hijriyah, bertepatan 23 September 622 M), kaum Anshar keluar menunggu kedatangan Rasulullah saw.. Ketika panas sudah terik, mereka kembali ke rumah masing-masing. Namun, saat ada seorang Yahudi sedang naik di salah satu bangunan yang tinggi di Madinah untuk suatu keperluan. Seketika ia melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallaam dan sahabatnya, maka dia pun berseru, “Wahai orang-orang Arab, inilah kakek kalian yang kalian tunggu.


Tentu saja hal ini membuat kaum muslim yang mendengar berita dari orang Yahudi tersebut segera mengangkat senjata-senjata dan menyongsong kedatangan Rasulullah saw., dengan suka cita di tempat bebatuan. Kegembiraan itu ditampakkan dengan suara riuh dan takbir bergema di tempat Bani Amr bin ‘Auf. Mereka begitu menghormati dan menginginkan untuk disinggahi oleh orang mulia ini. Sebagian kaum muslim yang belum pernah berjumpa dengan Rasulullah saw. menghormati Abu Bakar sebagaimana menghormati Nabi Shallallaahu alaihi wasallaam, karena mengira dialah Nabi yang dimaksud.


Namun, ketika panas terik terlihat Rasulullah saw. berteduh di bawah selendang baginda Rasullulah dan akhirnya kaum muslim pun mengerti bahwa itu adalah Rasulullah saw.. Tampak ketenangan menaungi mereka dan saat itu turun wahyu kepada beliau Shallallaahu alaihi wasallaam:


فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ


Maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula." [at-Tahrîm/66: 4]


Saat itu, kaum wanita dan para budak berseru menyambut kedatangan Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wasallaam: “Muhammad Shallallaahu alaihi wasallaam telah datang. Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallaam datang, Allahu Akbar, Muhammad datang.


Abu Darda’ r.a., salah satu yang menyaksikan peristiwa ini mengisahkan, “Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah lebih bergembira dengan sesuatu sebagaimana kegembiraan mereka dengan kedatangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallaam.” (HR al-Bukhâri dalam al-Fath, 7/260)


Rasulullah saw. berjalan dan singgah di Quba di daerah Bani Amr bin Auf. Beliau di sana selama 14 hari dan mendirikan masjid pertama yang disebut dengan Masjid Quba. Ketika memasuki kota Madinah, Rasulullah saw. mengirim pesan kepada para pembesar Bani Najar, tetapi mereka pun berdatangan dengan pedang terhunus. 


Selanjutnya, Rasulullah saw. mengendarai tunggangannya lagi ditemani Abu Bakar hingga sampai di daerah Bani Salim bin Auf, mereka mendapati hari Jumat. Di suatu lembah Rasulullah dan para sahabat untuk pertama kalinya melaksanakan salat Jumat yang berjumlah seratus orang di dalam kota.


Rasulullah saw. pada akhirnya menempati rumah Abu Ayyûb r.a. dengan sambutan yang luar biasa. Rumah yang ditempati dua tingkat. Pada awal mulanya, Rasulullah saw. ditempatkan di bawah untuk memudahkan mobilitas, sedangkan Abu Ayub dan istri di lantai atas. Namun, karena rasa cintanya dan khawatir saat beliau tidur terlangkahi secara tidak sadar karena posisi di bawah, maka kemudian, Abu Ayyûb meminta Rasulullah saw. untuk menempati lantai atas. Dengan posisi ditukar tidak akan ada lagi rasa keraguan saat melakukan aktivitas. 


Inilah gambaran kaum Anshar yang sangat mencintai kekasih Allah Swt.. Bukan hanya sekadar sampai di situ, kaum Anshar yang sudah diikat dengan akidah pun rela mengorbankan apa pun demi kekasih pilihan Allah Swt.. Lantas bagaimana dengan kita? Seberapa besar pengorbanan cinta dan kerinduan kita untuk Rasulullah saw.? Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar