Manusia Pelaksana Hukum, Bukan Pembuat Hukum




Siti Rima Sarinah

(Aktivis Dakwah)


#Bogor - Masa orientasi bukan hanya dilakukan siswa baru tatkala mereka memasuki jenjang pendidikan yang baru. Setelah dilantik, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor pun mengikuti masa orientasi dan pelatihan dari badan pemberdayaan sumber daya manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Barat. Dalam agenda tersebut anggota DPRD periode 2024-2029 mendapatkan berbagai pelatihan dan pembinaan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya.


Dalam pelatihan tersebut, anggota DPRD akan menjalankan amanah sebagai wakil rakyat yang menitikberatkan pada bidang pendidikan, pemberdayaan dan perlindungan untuk perempuan dan anak. Sektor pendidikan menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar Kota Bogor mendapatkan predikat Kota Layak Anak yang berkelanjutan. Selain itu, masalah pemerataan pembangunan yang dilakukan selama lima tahun ke belakang hanya berfokus di pusat kota saja, sedangkan daerah tidak tersentuh anggaran yang memadai. (rri.co.id,15/09/2024)


Adanya masa orientasi dan pelatihan bagi anggota DPRD seharusnya membukakan mata dan hati serta menyadarkan masyarakat, bahwa anggota DPRD yang mereka pilih untuk mengurus masyarakat adalah makhluk yang lemah dan tidak sempurna. Karena kelemahannya inilah mereka tak pantas untuk membuat hukum, sebab, untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat mereka harus diberi pelatihan terlebih dahulu.


Selayaknya sebagai wakil rakyat, mereka harus mengetahui apa saja persoalan masyarakat dan solusi untuk mengatasinya. Masyarakat telah mengamanahkan tanggung jawab yang besar kepada wakil rakyat yang harus ditunaikan dengan semaksimal mungkin. Nyatanya, ketika masa kampanye mereka mengumbar janji manis kepada masyarakat akan memberikan kesejahteraan, pendidikan gratis, membuka lapangan pekerjaan, dan janji-janji manis lainnya. Namun, ketika mereka sudah dilantik, seketika itu pula mereka 'amnesia' terhadap janji manis yang pernah diungkapkan.


Sudah menjadi rahasia umum, para wakil rakyat mengumbar janji di masa kampanye, tujuannya semata-mata untuk menarik simpati masyarakat agar memberikan suaranya. Masyarakat pun terbuai dengan janji manis tersebut, walaupun pada faktanya apa yang dijanjikan tak sesuai dengan realitasnya. Masyarakat pun sering kali dikecewakan dengan wakil rakyat yang menjadi tumpuan harapan kehidupan di masa depan, berharap akan menjadi lebih baik dan sejahtera.


Alih-alih mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, para wakil rakyat justru membuat kebijakan dan aturan yang bertolak belakang dengan janji manis yang diungkapkan di masa kampanye. Padahal mayoritas wakil rakyat adalah muslim, tetapi mereka membuat dan menerapkan kebijakan dan undang-undang yang membuat rakyat semakin miskin dan sengsara. Jabatan dan kekuasaan telah melenakan mereka, seakan lupa bahwa jabatan dan kekuasaan yang mereka miliki akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. 


Inilah realitas anggota DPRD sebagai wakil rakyat dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Jabatan dan kekuasaan sebagai wakil rakyat hanyalah label semata, karena faktanya mereka bukan untuk mengurus rakyat tetapi mengurus kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Maka sangatlah wajar, apabila banyak orang yang berbondong-bondong ikut dalam kontestasi politik menjadi wakil rakyat, agar bisa mendapatkan kekuasaan dan harta tentunya.


Berharap kepada wakil rakyat dalam balutan kapitalisme hanya akan menyisakan kekecewaan tiada akhir. Oleh sebab itu, masyarakat harus sadar bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang bobrok yang memberikan kewenangan kepada manusia (wakil rakyat) untuk membuat hukum, yang menyebabkan kerusakan dan menimbulkan persoalan kehidupan yang tiada henti. Sistem batil ini menihilkan peran agama dari kehidupan, tidak akan pernah merubah kehidupan menjadi sejahtera dan makmur. Kesejahteraan dan kemakmuran hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang dan bukan untuk rakyat pada umumnya.


Satu-satunya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah Swt., Pencipta manusia, alam semesta dan seisinya, yang paling tahu apa yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Bahwasanya, manusia sebagai makhluk yang diciptakan bertugas sebagai pelaksana hukum-hukum yang telah diturunkan oleh Allah Swt. agar manusia bisa menjalani kehidupan sesuai dengan syariat-Nya, bukan dengan menjalankan syariat (hukum) selain Islam. Allah Swt. berfirman dalam QS al-Maidah: 50 yang artinya, "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"

Bukankah manusia diciptakan untuk melaksanakan tugas penciptaannya yaitu beribadah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam QS az-Zariyat: 56 yang artinya, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."


Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa manusia adalah pelaksana hukum, bukan pembuat hukum. Dalam sistem Islam (Khilafah), khalifah memiliki wewenang untuk mentabanni (mengadopsi) suatu aturan berdasarkah hukum syarak. Sedangkan posisi wakil rakyat adalah sebagai pihak yang mengontrol pelaksanaan hukum syarak tersebut.


Wakil rakyat dalam sistem Islam (Khilafah) dikenal dengan sebutan majelis umat. Mereka adalah orang-orang terpilih yang sangat memahami bahwa keberadaannya di majelis umat semata-mata untuk mendapatkan rida dari Rabb-nya. Merekalah yang menyampaikan aspirasi rakyat kepada penguasa (Khilafah), mereka juga bermusyawarah bersama khalifah dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat. Majelis umat tidak membuat hukum, mereka melakukan amar makruf nahi mungkar kepada para penguasa (Khalifah dan jajarannya). 


Para anggota di majelis umat adalah sosok teladan umat/rakyat karena merekalah yang membela kemaslahatan umat melalui penegakkan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Bahwasanya yang kita lihat dalam sepanjang peradaban Islam, negara Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran di tengah-tengah rakyat secara adil dan merata. 


Kisah Khalifah Umar bin Khattab yang mengaudit jumlah kekayaan para pejabatnya, jika ia menemukan kelebihan, maka harta tersebut akan disita sepenuhnya dan diserahkan ke baitulmaal (kas negara). Pesan yang ingin disampaikan oleh Khalifah Umar r.a. adalah janganlah seorang pejabat bergaya hidup mewah dan berlebih selama masih didapati rakyatnya banyak yang masih kekurangan. Bahkan Khalifah Umar selalu mengambil sikap tidak enak makan selama menjadi Khalifah. Makanannya sama dengan makanan rakyatnya yang paling miskin, rumahnya sama dengan kebanyakan rumah rakyatnya. 


Inilah potret sejati para pemimpin yang senantiasa peduli dengan urusan rakyat, karena rakyat adalah pihak yang harus diurus dan dijamin kebutuhannya. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara sempurna, akan terwujud kesejahteraan dan kemakmuran bagi umat manusia. Alhasil, sistem Islam (Khilafah) lah yang seharusnya hadir dalam kehidupan umat manusia hari ini, bukan sistem kapitalisme yang hanya bisa membuat rakyatnya miskin dan sengsara. Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar