Oleh Anggun Permatasari
- Paus Fransiskus Pemimpin gereja Katolik dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan tiba di Bandara Soekarno - Hatta tanggal 3 September 2024. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo, hingga Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Ignasius Jonan tampak menyambut Paus. Terlihat pengamanan ketat saat Paus Fransiskus tiba (detiknews.com, 3/9/2024).
Menariknya, dilansir dari laman Kompas.com, 1/9/2024, Romo Thomas Ulun Ismoyo selaku Juru Bicara Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia mengungkapkan bahwa keputusan Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia karena Indonesia memiliki peran signifikan dalam memajukan keberagaman dan toleransi. Indonesia juga dipandang oleh Vatikan sebagai miniatur keberagaman yang patut menjadi contoh bagi dunia.
Sayangnya, sungguh paradoks jika dikatakan Indonesia sangat toleran. Alih-alih mencerminkan negeri yang menghargai keberagaman, nyatanya dilansir dari halaman kumparan.com, 3/9/2024, Kementerian Agama (Kemenag) menyurati Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mengimbau televisi menampilkan running text saat azan Maghrib khusus saat misa bersama Paus Fransiskus agar penayangan misa tidak terputus oleh azan.
Padahal, siaran azan tidak berpengaruh sama sekali terhadap jalannya misa di Gelora Bung Karno. Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. Toh, selama ini kumandang azan tidak pernah mengganggu aktivitas ibadah umat lain. Hal tersebut justru seolah mencerminkan islamophobia di negeri tempat mayoritas umat Islam bermukim.
Dalam agenda kunjungan apostoliknya, Paus Fransiskus juga akan datang ke Masjid Istiqlal untuk melakukan dialog lintas agama. Pemimpin umat Katolik sedunia tersebut akan mengunjungi terowongan silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral di Jakarta Pusat (tempo.co, 5/9/2024).
Aktivitas tersebut sangat disayangkan dilakukan oleh Muslim. Sebab, hal itu mencerminkan sinkretisme yaitu pencampuran elemen-elemen atau kepercayaan-kepercayaan yang saling bertentangan. Sinkretisme merupakan upaya untuk mencari titik temu persamaan dari semua ajaran. Padahal, setiap agama memiliki ajaran berbeda. Jelas hal ini sangat berbahaya terhadap pemahaman dan akidah umat Islam. Apalagi Masjid Istiqlal merupakan salah satu simbol Islam.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran yang artinya: “Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan. Jangan juga kalian menyembunyikan kebenaran. Padahal kalian menyadarinya” (QS. Al-Baqarah: 42).
Selain membawa pesan perdamaian, laman tempo.co, 1/9/2024, merilis bahwa Staf Dikasteri untuk Dialog Antar-Agama Takhta Suci Vatikan, Markus Solo Kewuta mengatakan bahwa kunjungan Paus Fransiskus kali ini juga dalam rangka membawa pesan terhadap isu-isu lingkungan hidup. Dalam dokumen Laudato Si yang ditulis pada 2015, Paus Fransiskus menyorot perubahan iklim dan kerusakan alam di banyak negara di dunia.
Misi tersebut sejalan dengan agenda
International Sustainability Forum (ISF) tanggal 5-6 September 2024 di Jakarta. Acara ini akan mempertemukan pemangku kebijakan, pakar ahli, serta investor dari seluruh dunia untuk membangun kemitraan di bidang sustainability dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi hijau dunia. Acara ini diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemeko Marves) didukung Kamar Dagang Indonesia (Kadin) di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan.
Namun, sepertinya misi tersebut tidak akan membawa dampak signifikan terhadap perbaikan iklim dunia. Sudah menjadi rahasia umum kalau sesungguhnya justru negara-negara maju yang mengusung ekonomi hijau yang banyak menyumbang emisi karbon. Cina dan Amerika Serikat merupakan dua negara penyumbang emisi karbon terbesar.
Melalui industri merekalah bumi kian hari makin panas dan tercemar. Jadi, selama sistem kapitalisme yang diemban negara-negara di dunia tidak dicampakkan, apapun pesan lingkungan yang dibawa pemuka agama manapun tidak akan mengubah arah kebijakan terkait iklim.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia konon membawa pesan perdamaian global. Menurut Anna Hasbie, Paus Fransiskus mengajak seluruh pihak untuk berkomitmen dalam upaya perdamaian dunia. Termasuk dalam konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina (rri.co.id, 3/9/2024). Mirisnya ketika konflik antara Palestina dan Zionis Yahudi pecah, Paus Fransiskus justru memberi solusi dua negara. Itu artinya, dia mengakui keberadaan penjajah Zionis Yahudi di Tanah Suci Palestina.
Kunjungan Paus jelas sekali mengokohkan nilai-nilai moderasi yang sangat kental di masyarakat. Faktanya, tanpa harus ada paham moderasi beragama pun Islam sangat menjunjung tinggi toleransi. Namun, bukan berarti sikap tersebut membuat kita sebagai muslim kehilangan identitas diri. Sejarah membuktikan bahwa selama dunia dipimpin oleh kepemimpinan Islam yakni Khilafah Islam, Bumi Palestina aman sentosa.
Yang membuat tidak habis pikir lagi. Laman berita cnnindonesia.com, 3/9/2024, menulis bahwa Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia harus menjadi pengingat agar pembangunan di Indonesia senantiasa berkeadilan. Cak Imin meminta agar pemerintah ke depan harus mendasarkan prinsip keadilan dalam setiap pengambilan kebijakan dan tata kelola.
Lucu sekali, mengapa para penguasa negeri ini justru mengambil contoh dari pemuka agama dan prinsip ajaran agama lain? Sementara Islam memiliki teladan sempurna dan aturan yang lengkap untuk menjalankan hidup termasuk sistem pemerintahan. Dalam Al Quran surat Al Anbiya ayat 107 Allah SWT berfirman yang artinya: “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Sejarah juga mencatat dengan tinta emas bahwa peradaban Islam yang maju memiliki peran besar terhadap kehidupan bangsa Eropa dan negeri-negeri lain saat itu.
Jika kembali pada konsep Islam rahmatan lil alamin yang sesuai Al-Qur'an dan assunnah. Islam sebagai agama yang berasal dari Allah SWT pencipta alam semesta memiliki solusi tuntas untuk menyelesaikan tidak hanya krisis kemanusiaan dan krisis lingkungan. Bahkan krisis multidimensi yang terjadi saat ini. Khilafah dan jihad merupakan solusi tuntas penjajahan Israel atas Palestina. Khilafah akan mengakhiri penjajahan Kapitalisme AS atas negara-negara di dunia.
Hanya dalam naungan Khilafah, umat manusia dengan keyakinan berbeda bisa hidup damai dan sejahtera. Sayangnya, umat Islam saat ini tidak paham bahwa Islam merupakan ideologi. Mereka seolah tersihir dengan sistem demokrasi kapitalisme. Padahal, sejatinya Islam memiliki konsep hidup yang sempurna dan paripurna. Oleh karena itu, hanya dengan kembali pada aturan Islam saja-lah manusia akan hidup sejahtera dan barokah, wallahu a'lam bishawab.
0 Komentar