Meraih Syafa’at Nabi Muhammad saw. dengan Cinta Hakiki




Reportase - Rabiul awal, bulan kelahiran Nabi. Momen yang tepat untuk memperingati kelahiran seorang manusia mulia. Namun, sebagai pengingat, sudahkah kita selaku umatnya bersungguh-sungguh mengikuti ajaran beliau. Ironis, umat saat ini justru banyak yang membebek ajaran di luar Islam, bahkan meneladani para penganutnya. 

Lihat saja bagaimana sambutan meriah luar biasa yang dilakukan tatkala seorang pemimpin umat nonmuslim, Paus Fransiskus berkunjung ke negeri ini beberapa waktu lalu. Para petinggi keagamaan bersuka cita, bahkan Pimpinan ormas kedua terbesar menyebut kesederhanaan yang ditunjukkan Pimpinan Gereja Katolik itu adalah keteladanan yang patut dicontoh dan menjadi inspirasi bagi para pemimpin bangsa di tingkat nasional maupun global. Keharuan luar biasa dalam aktivitas kerohanian bersama menjadi simbol indahnya toleransi dan moderasi beragama. Seperti pembacaan ayat suci Al-Qur'an dan Injil, doa bersama, dan lagu-lagu penyambutan paduan santri dan gereja.

Lantas, dengan meneladani Paus, mungkinkah umat meraih syafa’at Nabi saw.? Pembahasan ini menjadi topik MTRS (Majlis Taklim Rindu Syariah) bertajuk "Meraih Syafa’at Nabi SAW dengan Cinta Hakiki", pada Sabtu (14/09/2024) di salah satu masjid di Setu, Tangerang Selatan.

Pengajar di Ponpes Tahfiz Arrazaq, Ustazah Iceu Shalehah, S.Pd.I., sebagai pembicara pertama mengatakan, “Antusiasme umat Islam dalam penyambutan Paus Fransiskus adalah bentuk inferior umat Islam saat ini." Berkaca dari QS Maryam ayat 88–92, bagaimana mungkin umat Islam loyal kepada orang yang telah membuat langit hampir runtuh dengan perkataan mereka? Ustazah Iceu menerangkan, ‘mereka’ di sini maksudnya adalah Paus Fransiskus; dan ‘perkataan’ yang membuat langit hampir runtuh adalah anggapan mereka bahwa Allah Swt. yang Maha Pengasih mempunyai anak.

Ustazah Iceu mengungkapkan bahwa kedatangan Paus Fransiskus membawa misi solusi dua negara (yang berarti mengakui adanya negara Yahudi) untuk masalah Palestina dengan mengatakan ini adalah misi perdamaian dunia, serta misi penguatan moderasi beragama. “Ironis, Paus Fransiskus menjadi teladan para pemimpin karena kesederhanaan kata dan perilaku, namun ternyata mendukung LGBTQ menuju pernikahan sejenis. Opini masyarakat digiring ke arah bahwa menjadi homoseksual bukanlah kejahatan, ” jelasnya.

Ditambahkan oleh Ustazah Iceu, toleransi yang dibawa Paus ternyata dicetuskan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam HUT ke-50 PBB pada 16 November 1995. Alhasil, PBB menetapkan setiap tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional. 

Pembicara kedua, Ustazah Ferly Yusnia, A.Md., menjelaskan perihal bagaimana seharusnya umat Islam bersikap terkait toleransi. Sejak masa Nabi, Khulafaur Rasyidin, dan masa Kekhilafahan, Islam tidak memiliki masalah dengan pluralitas dan toleransi. Islam mengatur keberagaman dan perbedaan dengan sempurna. 

Islam memiliki hukum dan etika dalam mengatasi persoalan toleransi. “Dalam urusan ibadah, pernikahan, makanan, minuman, dan pakaian, orang kafir dibiarkan melakukan semua itu sesuai agama mereka.  Mereka tidak dipaksa meninggalkan peribadahan, tata cara pernikahan dan urusan-urusan privat mereka.  Saat menaklukkan Mesir, para Sahabat menyaksikan dan membiarkan kaum kafir minum khamr dan beribadah menurut agama mereka,” terang aktivis dakwah senior ini. 

Beberapa ketentuan syariat tentang toleransi antara lain tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam (QS al-Baqarah: 256), yakin hanya Islam yang benar (QS Ali Imron: 85), tidak berpartisipasi apalagi berkolaborasi (QS al-Kafirun), tidak kebablasan dalam bertoleransi (HR Abu Dawud), dan tidak memuliakan nonmuslim yang rendah kedudukannya di sisi Allah (QS at-taubah: 31).  

Ustazah Ferly, yang juga merupakan pengisi kajian parenting, mengajak untuk meneladani dan memuliakan Nabi sebagai bukti cinta kepada beliau. Meskipun ada dalil tentang sholawat penuh dengan kebaikan, tidak cukup hanya bersholawat saja, tapi harus mengikuti apa yang sudah Rasul ajarkan. Salah satunya adalah sistem kehidupan yang dicontohkan, yaitu melaksanakan seluruh syariat Islam. “Penerapan sistem Islam secara kafah adalah cara meraih syafa’at Nabi saw.. Dengan demikian, perlu untuk senantiasa taat terhadap perintah dan larangan Allah Swt., ittiba (mengikuti) Rasul, serta berjuang mengembalikan sistem warisan Nabi yaitu Khilafah,” pungkasnya.[](Ida Aya)

Posting Komentar

0 Komentar