#Reportase - Maulid Nabi, momentum tepat untuk meneladani Rasulullah saw.. Tak sekadar euforia, perlu bagi kita untuk memahami filosofi alasan penyelenggaraan maulid ini. Hal tersebut dibahas dalam Majlis Taklim Ayasofia, pada Ahad (15/09/2024) di Sawah Lama, Ciputat, Tangerang Selatan.
Dengan mengangkat tema "Memperingati Maulid Nabi: Momentum Meneladani Rasulullah saw", acara ini terlaksana sebagai bentuk pengingat kepada kelahiran Rasulullah. Ustazah Rismayanti Nurjannah selaku pembicara menyampaikan bahwa memperingati maulid itu sebagai bentuk kecintaan kita kepada Rasulullah. Niscaya jika sudah cinta, maka apa yang diperintahkan Rasul akan diikuti. “Cinta itu fitrah manusia. Namun, bisa jadi banyak kecintaan kepada selain Allah dan Rasul-Nya. Misal, cinta kepada harta, jabatan, pasangan, anak-anak, dan sebagainya,” ujarnya.
Dalam QS al-Imran: 14, disebutkan bahwa cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya tentu butuh pembuktian. Sebagaimana saat istri mencintai suami, tentu butuh pembuktian dengan taatnya istri kepada suami. Pun, dengan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya butuh pembuktian dengan ketaatan secara totalitas pada risalah yang dibawa beliau untuk umatnya. “Jadi, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus dijadikan poros, maka cinta kepada yang lain akan mengitari poros itu. Alhasil, jika kita benar-benar mencintai Rasulullah, maka sepatutnya kita meneladani dari keseluruhan apa yang beliau contohkan dan perjuangkan,” jelasnya.
Apa yang Rasulullah perjuangkan? Tidak hanya penerapan aturan Islam dalam skala individu, tapi juga penerapan Islam kafah (sempurna) dalam aspek negara. Itulah yang menjadi alasan Rasul hijrah dari Mekah ke Madinah.
Hingga penghujung majelis, para peserta mendapat satu pemahaman baru, bahwa kita sebagai umat Rasulullah harus meneladaninya dari perkara individu hingga perkara bernegara.[](Risma)
0 Komentar