PP Kontrasepsi: Demi Kemaslahatan atau Kehancuran Generasi?




PP No. 28/2024 yang memuat penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja kini mendapat respon dari berbagai kalangan, tidak terkecuali tokoh muslimah di Bekasi. Diskusi interaktif bersama para tokoh muslimah yang berasal dari wilayah Tamsel, Cibitung, dan Setu diselenggarakan oleh “For Ummah”. Agenda ini mengusung tema yang tengah menjadi perhatian banyak pihak saat ini, yakni: “PP Kontrasepsi: Demi Kemaslahatan atau Kehancuran Generasi?”

Acara yang dihadiri oleh 32 tokoh muslimah dari kalangan mubaligah dan praktisi pendidikan ini diselenggarakan secara offline. Agenda luar biasa ini membahas poin-poin kritis dari PP yang merupakan bentuk implementasi dari UU Kesehatan. 

Mengawali perbincangan dalam forum, salah satu peserta yang merupakan praktisi pendidikan yakni Ibu Hayatun menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keberadaan PP yang meresahkan ini. Beliau secara tegas mengungkapkan, “PP ini memang harus kita perjuangkan untuk tidak disahkan. Karena sebelum PP ini menjadi proyek untuk disahkan pun aktivitas pergaulan bebas yang dilakukan oleh generasi muda sudah sedemikian menghawatirkan. Bahkan semakin lama semakin mengerikan variannya. Akan jadi seperti apa nasib generasi muda jika sampai PP ini betul-betul disahkan nantinya.”


Blunder

Melanjutkan dari apa yang disampaikan oleh peserta  sebelumnya, dr. Elyna Mahruzza Putri, M.Kes.A3M.Akp., selaku narasumber dalam diskusi ini beliau menyampaikan bahwa latar belakang keberadaan PP kontrasepsi ini muncul ke permukaan adalah karena banyaknya kasus pergaulan bebas yang berujung pada pernikahan dini yang terjadi di daerah-daerah terpencil yang kondisinya sangat minim edukasi mengenai kesehatan reproduksi. Minimnya pengetahuan mereka terkait hal penting ini akhirnya berakibat pada tingginya angka kematian ibu pada saat hamil hingga melahirkan. PP kontrasepsi ini menyebutkan bahwa keberadaannya diperuntukkan bagi pasangan muda yang sudah menikah dan menunda kehamilan. 

Namun biasnya PP ini adalah sejak awal tidak menyebutkan secara spesifik objek atau sasaran utamanya. Dalam realisasinya, justru lebih menyebutkan bahwa sasaran pengadaan ATM kondom justru digalakkan di sekolah-sekolah. Ini artinya, PP ini menyasar pada anak usia sekolah. Hal ini akhirnya justru menyebabkan blunder besar, yaitu semakin memperburuk keadaan, sebab penggunaan kontrasepsi itu sendiri tidak lantas mengurangi jumlah penularan penyakit menular seksual.  Hal ini justru menunjukkan betapa lemahnya kualitas pemimpin dalam menetapkan kebijakan. 

Menanggapi apa yang disampaikan oleh dr. Elyna, perwakilan dari FOSMISY (Forum Silaturahmi Muslimah Bekasi Bersyariah), Ibu Nida Iin Kurnia juga turut mengungkapkan bahwa remaja pada saat ini sangat membutuhkan edukasi, bukan justru malah dijejali dengan kontrasepsi. Dengan difasilitasi kontrasepsi justru akan semakin membuka lebar pintu akses mereka pada pergaulan bebas. Sudah saatnya kita bersama-sama mendampingi umat untuk mampu berpikir, bahwasannya solusi dari segala problematika ini adalah kembali kepada Islam, demi terciptanya generasi emas Islam. 


Agenda Global

Pada kesempatan yang sama Ustazah Maya Sri Maryani, M.Pd., selaku pengasuh pondok sekaligus pengamat generasi secara lebih lanjut membahas keberadaan agenda global pada eksistensi  PP Republik Indonesia no. 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang tidak lain dan tidak bukan spirit energinya adalah liberalisasi perilaku. 

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa keberadaan PP ini merupakan bentuk tuntutan dari WHO untuk segera direalisasikan melalui transformasi kesehatan. Beliau bahkan memaparkan kronologi pertemuan demi pertemuan internasional yang membahas soal kesehatan reproduksi hingga berujung pada lahirnya PP yang meresahkan ini. Memang sejak awal UU No. 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan dan PP No. 28 tahun 2024 tidak dibuat untuk menyelesaikan problematika kesehatan reproduksi remaja dan anak sekolah. 

Saat ini Indonesia berstatus darurat perilaku seks bebas. Hal ini disebabkan jumlah kasusnya makin tinggi, pelaku aktifnya semakin muda, bentuk dan intensitas kerusakannya kian parah, sebaran kasusnya semakin luas, dan yang paling memilukan adalah dampak dari kerusakannya semakin besar dan berlanjut. 

Dampak lanjutan yang terjadi di antaranya adalah turut melonjaknya angka putus sekolah yang terjadi karena terpengaruhnya semangat dan kemampuan belajar. Yang akhirnya berujung pada semakin buruknya kualitas SDM yang menciptakan ruang kemiskinan lintas generasi. 

Ruang primer lain yang juga ikut terdampak adalah ruang keutuhan keluarga. Seks bebas yang terjadi ternyata juga turut mempengaruhi tingginya angka KDRT yang terjadi. Hal ini terjadi sebab individu yang terikat dalam ikatan suci pernikahan pada dasarnya belum memiliki kesiapan mental yang cukup dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Akhirnya KDRT yang terjadi turut menambah daftar trauma yang mendalam. 

Menutup pemaparannya Ustazah Maya Sri Maryani, M.Pd., menambahkan bahwa isu kesehatan reproduksi hari ini bukan semata persoalan kesehatan atau saintifik. Akan tetapi ada paradigma ideologi sekularisme-liberalisme-kapitalisme yang dengan sengaja dijejalkan kepada umat Islam agar kebebasan berperilaku semakin mengakar dalam benaknya. 




Solusi Islam

Lahirnya PP No. 28 tahun 2024 ini semakin menunjukkan ciri khas solusi ala ideologi sekularisme-liberalisme. Alih-alih mengakhiri akar problematika justru generasi semakin disuguhkan cara tercepat dan termudah dalam mengakses pergaulan bebas (baca: zina). Sebab memang sejak awal ideologi ini menjunjung tinggi kebebasan berperilaku termasuk di dalamnya kebebasan dalam hak reproduksi. Demi mencegah kehamilan dan penyakit infeksi menular seksual, masyarakat justru difasilitasi dengan alat kontrasepsi. Apakah ini disebut sebagai mengobati? Atau justru meracuni generasi?

Kondisi ini berbanding terbalik dengan gambaran masyarakat Islam yang penuh kesucian, kemuliaan, kehormatan, serta mewujudkan ketenangan dan kelestarian jenis manusia manusia yang bertakwa. Masyarakat Islam adalah komunitas yang memiliki landasan berpikir akidah Islam yakni hidup adalah ibadah bukan sekadar memuaskan naluri saja. Dalam hal pergaulan pun Islam memiliki pandangan yang khas terkait laki-laki dan wanita. Yakni kehidupan pria dan wanita itu infishol atau terpisah. Dengan kata lain tidak boleh berkhalwat antara pria dan wanita, kecuali bersama wanita itu ada mahramnya yang bisa menjaga dan melindungi. Begitu pula ada pengaturan hubungan pria dan wanita di ranah publik. 

Hal ini akan terwujud dengan pengaturan Islam yang diterapkan dalam sistem Khilafah. Di mana sistem Khilafah akan memberikan jaminan lahirnya generasi bertakwa dan peradaban cemerlang. Selain itu dalam sistem Khilafah, akan terwujud ketakwaan indivdu, adanya masyarakat yang secara aktif melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar, dan negara yang memiliki peran utama sebagai pelindung.

Lantas apa yang harus dilakukan agar perubahan masyarakat Islami ini menjadi kenyataan? (1) Harus ada upaya untuk menyadarkan umat bahwa akar segala kerusakan adalah penerapan sekularisme-liberalisme; (2) Memperkokoh keyakinan bahwa hanya Islam solusi dari segala masalah kehidupan; (3) Umat Islam saat ini harus menyadari bahwa tegaknya Islam harus diperjuangkan; (4) Memahami bahwa perjuangan membutuhkan kontribusi semua elemen umat baik individu, masyarakat, maupun negara; (5) Bersegera untuk terlibat langsung dalam perjuangan Islam.Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

2 Komentar