Sekularisme-Kapitalisme Bisakah Menghapus Korupsi?



Titin Kartini

(Aktivis Dakwah) 



- Bicara tentang korupsi, rasanya membuat kita selalu emosi. Bagaimana tidak, korupsi di negeri ini semakin mengkhawatirkan, tiap tahun bukannya berkurang tapi malah makin menjadi. Mirisnya, korupsi dilakukan oleh para pejabat pemerintahan yang notabenenya mereka bekerja untuk mengurusi rakyat. Namun sayang, justru merekalah yang dengan rakus melahap hak rakyat. Alhasil, kepercayaan masyarakat pada para pejabat pemerintahan pun kian terkikis. 


Berbagai macam cara pun ditempuh untuk mengatasi masalah korupsi, tetapi masih saja tak berpengaruh untuk sedikit saja mengurangi masalah korupsi. Nyatanya, setiap saat masyarakat akan disuguhi dengan terungkapnya satu demi satu kasus korupsi tingkat tinggi. Pada akhirnya rakyatlah yang menderita karena dana yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat tak pernah terwujud nyata.


Program terbaru dari pemerintah pusat saat ini adalah menjadikan beberapa kota sebagai kota percontohan anti korupsi. Salah satu kandidat yang terpilih menjadi Kota Percontohan Anti Korupsi adalah Kota Bogor. Seperti dilansir dari megapolitan.antaranews.com, dipilihnya Kota Bogor sebagai kandidat Kota Percontohan Anti Korupsi tidak lepas dari keberadaan Sistem Informasi Berbagi Aduan dan Saran (SiBadra) yang diluncurkan sejak tahun 2019. SiBadra menarik perhatian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat melakukan observasi dalam rangka Program Percontohan Kabupaten/Kota Anti Korupsi Provinsi Jawa Barat pada awal Agustus lalu. 


Sekretaris Diskominfo Kota Bogor, Oki Tri Fasiasta Nurmala Alam mengatakan, Kota Bogor memiliki beberapa kanal aduan dan saran masyarakat, di antaranya SiBadra dan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) Lapor yang bisa diakses melalui aplikasi, website, Call 112, ataupun WhatsApp. "Sejak diluncurkan, layanan ini sudah digunakan secara luas bukan hanya oleh warga, tapi juga siapa pun yang berada di lingkungan Kota Bogor. Selama dia sudah mengunduh aplikasi dan melalui kanal lainnya, dia bisa melaporkan apapun yang ada atau yang dialami selama berada di dalam wilayah Kota Bogor ataupun mendapatkan pelayanan dari aparatur di Kota Bogor," kata Oki saat kegiatan observasi KPK di Balai Kota Bogor. (megapolitan.antaranews.com, 28/08/2024)


Adanya sistem yang mempermudah pengaduan masyarakat kepada pemerintah ternyata dianggap sebagai satu bagian yang menjadi solusi dalam mengatasi masalah korupsi. Namun, sejatinya masalah korupsi timbul dari beberapa faktor, di antaranya: (1) Keserakahan dan gaya hidup hedonis; (2) Kampanye para calon pejabat yang menghabiskan banyak uang, sehingga ketika mereka terpilih menjadi pejabat, 'program utamanya' adalah mengembalikan modal kampanye; (3) Mahalnya biaya hidup dan tidak adanya jaminan apapun dari pemerintah; dan lain sebagainya.


Tentu tidak boleh diabaikan adanya faktor lainnya. Setidaknya ada tiga faktor lain. Pertama, faktor lemahnya karakter individu (misalnya, individu yang tidak tahan godaan uang suap). Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi yang berawal dari inisiatif masyarakat. Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.


Beberapa faktor di atas hanyalah sebagian saja. Faktor utama penyebab korupsi saat ini sebenarnya berpangkal dari sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu sekularisme-kapitalisme. Sistem ini memisahkan agama dari aturan kehidupan, di mana agama hanya mengatur masalah ibadah ritual saja, namun untuk menjalankan kehidupan manusia membuat aturan sendiri dengan asas manfaat, dan tujuan tercapainya keuntungan materi. Dalam sistem ini tak ada ketaatan yang hakiki. Aturan agama hanya menjadi bacaan saja, sebatas pengetahuan, tidak diaplikasikan dalam mengatur kehidupan. Alhasil, segala macam tindakan dan perbuatan hanya berdasarkan hawa nafsu manusia yang nyatanya justru menimbulkan kezaliman dan kerusakan. 


Berbeda halnya dalam sistem Islam. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata.’’  (TQS al-Baqarah: 208)


Sebagai umat muslim terbesar sudah sepatutnya umat memahami makna firman Allah tersebut tanpa keraguan, bukan mengadopsi dan menerapkan hukum serta sistem buatan manusia yang lemah dan terbatas. Maka terbebas dari korupsi menjadi sesuatu yang mustahil terjadi selama negeri ini masih mengadopsi sistem sekuler-kapitalisme, karena standar perbuatan mereka bukan untuk meraih rida Allah Swt., tetapi demi memuaskan hawa nafsu diri demi kepentingan pribadi, keluarga, maupun golongannya. Perihal dosa atau tidak mereka menganggap sepele hal tersebut. Tanggung jawab terhadap kepengurusan umat ibarat hubungan antara penjual dan pembeli. Jika menguntungkan maka akan mereka lakukan. Namun, jika merugikan jangan harap mereka mau melakukannya.


Sungguh Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, andai mereka mau menerapkan syariat Islam secara kafah. Sang suri teladan Rasulullah saw. telah membuktikan dan menyontohkannya. Diikuti oleh para sahabat dalam kisah para Khulafaurrasyidin dan para Khalifah selanjutnya, ketika  Islam dijadikan standar dalam mengatur kehidupan, baik kehidupan individu, masyarakat, maupun negara, sehingga keberkahan hidup dunia akhirat dapat tercapai. 


Dalam hal kepemimpinan, Rasulullah saw. tak tebang pilih sebagaimana kita ketahui ada satu hadis yang menjelaskan tentang kasus pencurian. Rasulullah saw. bersabda, ‘’Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya’’. (HR Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688)


Dengan keimanan dan ketakwaan yang dimiliki setiap individu maka setiap perbuatan manusia terikat dengan hukum Allah Swt. yang tersirat dan tersurat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam sistem Islam yang kita kenal dengan Khilafah, seorang pemimpin dan pejabat pemerintahan diangakat untuk mendapatkan rida Allah semata karena mereka tahu jabatan mereka akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.


Walhasil, pemerintahan yang dibangun akan bersih dari para pejabat yang korup maupun perbuatan zalim lainnya terhadap rakyat. Adanya jaminan kesejahteraan untuk pemenuhan kebutuhan baik pejabat negara maupun rakyat hal tersebut akan menghindarkan para pejabat dan rakyat untuk menumpuk harta karena semua itu tentunya akan menjadi pertanggungjawaban yang berat nanti di akhirat. 


Karena pada dasarnya faktor utama penyebab korupsi adalah diterapkannya sistem sekularisme-kapitalisme, ini berarti langkah paling utama dan paling penting yang paling wajib dilakukan adalah menghapuskan pemberlakuan sekularisme-kapitalisme. Selanjutnya, diterapkan syariat Islam kafah sebagai satu-satunya sistem hukum yang diterapkan dalam bingkai Daulah Khilafah. Penerapan syariat Islam kafah akan sangat efektif untuk membasmi korupsi. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar