Tangsel Kota Layak Anak, Benarkah?



 



Sarah Adilah

(Aktivis Dakwah)

   

#Wacana - Berita penculikan dan pelecehan yang terjadi pada anak-anak di kota Tangsel telah meresahkan masyarakat, khususnya para orang tua. Dalam satu bulan terakhir terdapat tiga kali kasus penculikan anak. Motif dari penculikan mengarah kepada pencabulan dan pelecehan seksual. Salah satu peristiwa penculikan terjadi di kawasan Jelupang, Serpong, pada Minggu, 8 September 2024 seperti yang dilansir dari radarbanten


Kejadian berlangsung saat sore hari ketika korban bersama temannya sedang bermain. Penculikan sempat terekam CCTV. Modus yang digunakan adalah mengajak korban serta temannya untuk mengambil koper, lalu temannya diturunkan di tengah jalan, sementara korban tetap bersama pelaku. 


Dikutip dari metro.tempo, korban sendiri mengaku bahwa dirinya diajak ke kota tua Jakarta, diberikan uang, dan diantarkan pulang saat dini hari. Malah, korban juga diduga menerima ancaman dan pelecehan seksual. Peristiwa lainnya dialami oleh siswi SD di Kedaung dan Jombang. Modus yang digunakan pelaku adalah menginformasikan bahwa keluarga korban terlibat kecelakaan kemudian pelaku hendak mengantarkan korban. Setelah berhasil membujuk korban untuk menunggangi motor lantas pelaku menculik korban dan melakukan aksi pencabulan. 


Beda antara Realitas dan Prestasi

Ketiga peristiwa tersebut menambah sederetan kriminalitas yang menyasar anak-anak di Tangsel. Seolah memang sudah tidak ada lagi tempat aman bagi anak karena kejahatan senantiasa mengintai. Fakta ini rasanya tidak sejalan dengan predikat Tangsel sebagai kota layak anak. Penyematan prestasi yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) di tahun 2023 silam kontras dengan fakta perihal kejahatan yang menimpa anak-anak di Tangsel. 


Sekian regulasi pemerintah sendiri telah dibuat untuk memberikan jaminan keamanan bagi anak-anak. Hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan telah diatur oleh sejumlah undang-undang, seperti regulasi yang tertera melalui UU no. 35 tahun 2014 yang merupakan perubahan dari UU no. 23 tahun 2002. UU ini menjelaskan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak-anak demi menciptakan efek jera, tetapi tidak lantas membuat kasus kejahatan pada anak menurun. 


Hilangnya Standar Berpikir dan Dorongan Seksual yang Benar

Fenomena kejahatan terhadap anak-anak merupakan bagian dari perilaku manusia. Perilaku tidak mungkin muncul tanpa adanya dorongan. Adapun dorongan tak bisa lepas dari peran akal memahami sesuatu. Pikiran manusia tidak lantas selalu sesuai dan benar. Sehatnya manusia dalam berakal dan menggunakan pikirannya tidak terlepas dari cara pandangnya tentang kehidupan. Sulit rasanya meraih standar berpikir yang benar karena cara pandang kehidupan saat ini asasnya sekuler. Asas pemisahan kehidupan dengan agama inilah yang semakin menjauhkan manusia dari kebenaran dalam berpikir dan berperilaku.


Ditambah lagi, paparan seksual merangsang individu melakukan segala cara untuk melampiaskannya. Anak-anak jelas merupakan objek yang mudah diperdaya karena lemahnya mereka untuk melawan tindak kejahatan. Tanpa perlindungan yang kuat, wajar saja tindak kejahatan pada anak-anak terus berulang. Segala bentuk hukuman kepada pelaku kejahatan tidak mampu memberikan efek jera.


Andil Negara dalam Menyelesaikan Masalah Kejahatan pada Anak

Berangkat dari hal tersebut, maka mengembalikan peran agama menjadi standar berpikir dan berperilaku adalah langkah awal mewujudkan perlindungan bagi anak-anak. Islam mendasarkan keimanan kepada Allah sebagai perisai dalam menjalani kehidupan. Sesungguhnya, Islam telah menghadirkan seperangkat aturan untuk kehidupan manusia. Islam juga telah menjelaskan larangan berbuat kekerasan dan kejahatan antar sesama manusia.   


Peranan tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya kekuatan negara. Penguasa dapat menjalankan sistem secara efektif dan memberlakukan kepada seluruh rakyat. Negara dalam Islam yaitu Khilafah akan membina masyarakat sehingga mendorong individu taat kepada Allah dan merasa takut untuk mempertanggungjawabkan perbuatan di akhirat kelak. 


Selain itu, negara akan mencegah individu berbuat kejahatan dengan menerapkan sistem-sistem yang menjamin tumbuh kembang anak dan menerapkan sanksi bagi pelaku yang mencederainya. Negara melalui asas Islam juga akan fokus dalam menghilangkan rangsangan berperilaku jahat yang selama ini mudah diakses melalui tayangan dan visual lainnya. Mewujudkan negara seperti ini adalah keniscayaan untuk bisa terbebas dari kejahatan dan memberikan rasa aman pada anak dan masyarakat secara umum.[]

Posting Komentar

0 Komentar