Heni Ummu Faiz
(Ibu Pemerhati Umat)
Sosok Umar bin Abdul Aziz adalah seorang anak yang tumbuh menjadi khalifah di masa Bani Umayyah. Dia mampu membawa umat Islam pada keimanan, ketakwaan, dan juga kesejahteraan. Melalui wasilah kepemimpinan beliau, Islam mengalami kegemilangan.
Umar bin Abdul Aziz merupakan cucu dari Khalifah Umar bin Khattab. Dia lahir dari seorang perempuan yang bertakwa. Seorang gadis miskin anak penjual susu tetapi penuh ketakwaan. Wanita itu adalah istri dari Ashim, putra Khalifah Umar bin Khaththab.
Dari pernikahan Ashim dan gadis penjual susu itu, lahirlah anak perempuan yang diberi nama Laila yang kemudian dikenal dengan sebutan Ummu Ashim. Setelah dewasa, Ummu Ashim dinikahkan dengan Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan itulah kemudian lahir Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Abdul Aziz kemudian dididik penuh kesungguhan dalam menuntut ilmu. Umar gemar duduk dengan para ulama, para ahli ilmu, menghafal Al-Qur’an, belajar bahasa Arab, ilmu adab, termasuk belajar sastra. Kedekatan dengan para ulama menjadikannya lebih dewasa dibanding umurnya sendiri.
Disebutkan dalam sebuah kisah bahwa Umar pernah mengutarakan tentang cita-citanya di masa depan yakni ingin seperti kakeknya. Sebuah cita-cita besar yang jarang terucap dari seorang anak kecil. Dalam suatu kesempatan, Umar berkata kepada ibunya, “Tahukah engkau wahai ibundaku, nanti anandamu ini pasti akan seperti kakeknya, Abdullah bin Umar!” Jadi, Umar bin Abdul Aziz sudah memiliki figur yang karena figur tersebutlah dia memiliki cita-cita besar sejak belia.
Calon Pemimpin adalah yang Berani Mengakui Kesalahan
Setiap manusia pasti pernah salah dan khilaf. Begitupun dengan Umar kecil, disebutkan pernah terlambat shalat berjamaah di masjid Nabawi. Keterlambatan ini ditanyakan oleh gurunya, Shalih bin Kisan.
Umar yang sudah dididik dengan akhlak yang mulia, maka dia tidak malu untuk mengakui kesalahannya. Umar mengatakan dengan jujur, “Aku terlambat karena aku masih menyisir rambutku.” Sang guru seraya berkata mengingatkan, “Apakah kamu lebih mengutamakan menata rambutmu dibandingkan shalat?”
Berdasarkan amanah ayahnya, sang guru diminta untuk menggunduli kepala anaknya. Mendapati keputusan itu pun Umar tidak berani menolaknya, dia menerima dengan lapang dada. Semua dilakukan karena perintah hukum syarak dan rasa takut kepada Allah Swt.. Terjadinya sanksi merupakan akibat dirinya menelantarkan sebagian shalat dari waktunya.
Sebuah kisah para tabi'in yang patut dijadikan teladan dalam menanamkan pendidikan kepada anak. Sekecil apa pun kesalahan hukum syarak anak tidak sepatut terus menerus dimaklumi terlebih memiliki cita-cita besar. Wallahualam bissawab.
0 Komentar