#MutiaraAl-Qur'an — Setiap manusia yang diciptakan oleh Allah Swt. memiliki potensi hidup berupa naluri dan kebutuhan jasmani. Salah satu naluri yang dimiliki oleh manusia adalah naluri mempertahankan diri (gharizah baqa). Penampakan dari naluri ini adalah keinginan untuk berkuasa atau memiliki kekuasaan. Berbicara soal kekuasaan, saat ini banyak diburu terutama orang-orang yang berkecimpung di dunia politik. Politik memang sangat lekat dengan kekuasaan—jabatan dan harta—yang menjadi magnet berbondong-bondongnya orang ikut serta dalam dunia politik.
Karena tergiur dengan kekuasaan inilah terkadang manusia rela menghalalkan semua cara agar kekuasaan tersebut dapat diraih. Bahkan menggunakan cara licik dan kotor pun akan dilakukan untuk semata-mata meraih apa yang ia inginkan. Hawa nafsu yang menjadi landasan dalam meraih kekuasaan inilah terkadang menghantarkan manusia terjerumus pada kezaliman. Kekuasaan dijadikan mesin pencetak uang demi keuntungan pribadi semata.
Padahal, kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk kekuasaan diberi amanah sebagai pemimpin untuk mengurus urusan umat. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga jangalah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (TQS al-Anfal: 27)
Orang yang diberi amanah kekuasaan adalah orang yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap urusan rakyat. Maka, seorang muslim yang melayakkan dirinya untuk menerima amanah kekuasaan harus memastikan dirinya punya kapasitas mengemban amanah karena konsekuensinya sangat berat. Sifat jujur dalam perkataan dan menepati janji bukan karena untuk menarik simpati rakyat agar memberikan hak suara dan mendukungnya, melainkan sifat ini adalah cerminan dirinya sebagai seorang muslim. Meski tidak mengemban amanah kekuasaan sekalipun, sifat jujur dan menepati janji ini harus melekat dalam diri setiap muslim.
Seringkali dalam kontestasi politik ala demokrasi yang diterapkan di negeri ini, menjual janji-janji manis dan program yang katanya bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Malah, ketika kekuasaan telah diraih janji manis di masa kampanye dilupakan begitu saja. Seorang muslim yang tidak tepat janji disebut sebagai orang munafik dan telah berkhianat. Fakta ini sering sekali kita jumpai dalam sistem perpolitikan hari ini. Untuk menepati janji saja ia tidak mampu, apakah layak ia mendapatkan amanah kekuasaan yang begitu besar tanggung jawabnya?
Terkadang rakyat pun terkecoh dengan penampilan agamis calon pilihannya dan menaruh harapan besar dan yakin bahwa pilihannya tersebut akan memperjuangkan nasib mereka dan berharap kehidupan mereka menjadi lebih baik baik. Namun, lagi-lagi fakta berbicara lain, rakyat sering kali dikecewakan dan tertipu dengan rayuan dan janji manis. Hal ini seharusnya menyadarkan kita sebagai seorang muslim untuk memilih seorang pemimpin. Sebab, kita pun akan dimintai pertanggungjawaban apabila salah memberikan dukungan kepada orang yang tidak amanah. Apalagi kita sudah mengetahui bahwa walaupun semua calon yang akan dipilih untuk mengemban amanah kekuasaan mereka adalah muslim, tetapi mereka tidak akan pernah menerapkan hukum yang berasal dari Islam.
Maka, yang memilih dan yang dipilih akan mendapatkan dosa ketika ikut berkontribusi dalam mengokohkan sistem buatan manusia (kapitalisme) dan mengabaikan hukum yang berasal dari Allah Swt.. Bagaimana mungkin, kita berharap orang-orang menerapkan sistem kapitalisme-sekuler bisa merubah kehidupan rakyat menjadi makmur dan sejahtera? Tidak akan pernah hal itu terjadi. Sudah terbukti selama sistem demokrasi bercokol mengcengkeram negeri ini, rakyat selalu hidup jauh dari kata layak, padahal kita adalah negara yang kaya tapi tidak pernah merasakan kekayaan negara yang kita miliki.
Fakta ini seharusnya menyadarkan seluruh kaum muslim bahwa kita tidak akan pernah mendapati pemimpin yang menjadikan kekuasaanya sebagai amanah yang selalu memikirkan nasib rakyat, selama sistem demokrasi masih berdiri tegak. Jadi, yang harus kita lakukan adalah menumbangkan sistem demokrasi dan menggantikannya dengan Islam. Kaum muslim harus memahami karakter pemimpin yang layak hadir di tengah-tengah kita. Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang harusnya menjadi teladan dan landasan bagi kita untuk memilih seorang pemimpin.
Rasulullah saw. juga mengingatkan bagi setiap yang mengemban amanah untuk berhati-hati. Rasulullah bersabda, ”Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR Muslim)
Oleh karena itu, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama untuk menyadarkan kepada umat sosok pemimpin yang amanah dan menjadikan kekuasaannya sebagai wasilah hanya untuk meraih rida Allah bukan yang lain. Maka jadilah seorang muslim yang cerdas dan senantiasa menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan agar kita tidak menjadi bagian dari orang-orang yang berkontribusi kepada kerusakan akibat mendukung sistem buat manusia. Wallahualam.
Siti Rima Sarinah
0 Komentar