Dagelan Pelantikan: Politik Tidak Selucu Itu, Bambang!



#CatatanRedaksi — Gelaran pelantikan telah berjalan beberapa hari yang lalu. Tercatat 580 anggota dewan dilantik, 370 wajah lama dan 210 wajah baru mewarnai kursi parlemen periode 2024—2029. Aneka tingkah lucu dan nyentrik mewarnai prosesi pelantikan. Mulai dari artis papan atas, komedian, termasuk aktivis parpol juga tampak sumringah di dalamnya.

Sebutlah Jamaludin Malik memakai kostum Ultraman menjelang dilantik sebagai anggota DPR—caleg terpilih dari dapil Jawa Tengah II Partai Golkar. Ternyata dia memakai kostum Ultraman tersebut sejak masa kampanye. Dia beralasan Ultraman disebut simbol pembasmi kejahatan. Belum lagi, ketika anggota dewan yang hadir terdengar berteriak "uhuy" saat wajah anggota DPD terpilih yang juga komedian Alfiansyah Komeng muncul di layar (Detik.com, 1/10/2024).

Begitu rupa-rupa pelantikan kali ini, berasa parlemen sebagai panggung dagelan dan lelucon dengan alasan biar rilex dan santai, padahal jika kita melihat ke belakang banyak peraturan dan perundang-undangan yang muncul dari gedung itu membuat rakyat menangis. Dilansir dari Kompas.TV (27/7/2020), 5 UU yang penuh kontroversi dihasilkan di periode kedua pemerintahan Jokowi antara lain: 

1. UU Cipta Kerja

Sejak pembahasan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah menuai sejumlah kontroversi. Salah satu klaster pembahasan yang cukup banyak mendapat penolakan terkait klaster ketenagakerjaan. Penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Ini dinilai membuat upah pekerja menjadi lebih rendah. Poin-poin lainnya yang mendapat banyak sorotan adalah para pekerja kini berpotensi menjadi pekerja kontrak seumur hidup dan rentan PHK, serta jam istirahat yang lebih sedikit.

2. UU KPK

Sejumlah poin kontroversi dalam revisi UU KPK adalah sebagai berikut:

(a) kedudukan KPK berada pada cabang eksekutif. Padahal status KPK sebelumnya merupakan lembaga ad hoc independen. Perubahan kedudukan menjadi lembaga pemerintah itu berdampak pada status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN);

(b) pembentukan Dewan Pengawas KPK. Selain mengawasi tugas dan wewenang KPK, Dewan Pengawas juga berwenang dalam beberapa hal, di antaranya, memberikan izin atau tidak dalam penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;

(c) izin penyadapan kepada dewan pengawas;

(d) penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam waktu satu tahun;

(e) asal penyelidik dan penyidik. Dalam revisi itu, penyelidik harus berasal dari Kepolisian RI, sementara penyidik adalah pegawai yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

3. UU Minerba

Ada sejumlah poin di UU Minerba tersebut yang dinilai hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

4. UU Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19

5. UU MK

beberapa poin yang diubah dalam UU MK adalah masa jabatan hakim MK yang sebelumnya berlaku selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya, dihapuskan.


Sebenarnya, sampai tahun 2024 ini masih banyak lagi UU yang disahkan oleh meja parlemen dan menuai derita bagi rakyat. Simak bagaimana beberapa waktu yang lalu parlemen dihebohkan dengan "peringatan darurat", seolah aneka masalah rakyat hari ini digodoknya di meja itu, alih-alih wakil rakyat menjadi wadah aspirasi rakyat akan tetapi sering membuat rakyat emosi.

Pelaksanaan politik demokrasi ala Montesquieu dengan pedoman Trias Politika—posisi eksekutif (pemerintah), yudikatif (MPR) sejak reformasi  posisinya semakin redup-pen, dan legislatif (parlemen)—diharapkan muncul balancing di dalamnya, ternyata sama saja. Mereka setali tiga uang, rakyat berharap ketika terjadi ketimpangan dari eksekutif maka legislatif yang menyuarakan suara rakyat. Hanya seringkali fakta yang terjadi mereka sama saja. Bahkan saling menguatkan satu sama lain. Seolah posisi Trias Politika ini membuat kokoh kebijakan yang dihasilkan elite pemerintah dan pengusungnya, sementara rakyat hanya gigit jari bahkan menderita menerima semua kebijakan negara yang sudah diberlakukan.

Begitulah sejatinya kelemahan aturan yang dibuat manusia, segudang UU dan aturan/hukum yang dihasilkan hanya cenderung "dilanggar" dengan alasan bahwa mereka berkuasa, malah tidak jarang aturan dibuat untuk menguntungkan pihaknya semata, sementara rakyat tetap menderita. Misalnya, deflasi 5 bulan berturut-turut membuat ancaman PHK besar-besaran terjadi, daya beli masyarakat turun. Tapi kran impor tetap deras mengalir, misal impor beras dengan nilai fantastis. Petani menjerit karena hasil panen dihargai sangat murah, padahal biaya tanam dan perawatan mahal.

Sistem politik demokrasi yang muncul dari asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) menjadikan elite kekuasaan itu laksana Tuhan yang membuat aturan, peran pongah legislatif yang membuat aturan dgn banyak UU yang dihasilkan, bahkan tak jarang solusi dari suatu masalah didapat dengan aklamasi dan juga voting. Dengan mudahnya nilai 1 orang artis sama dengan 1 orang ulama, nilai 1 orang mantan napi sama dengan 1 orang cendekiawan, padahal kapasitas mereka berbeda-beda. Sungguh ironi potret sistem demokrasi.

Indonesia, negeri mayoritas muslim ini, anggota dewan yang terhormat juga mayoritas muslim, seharusnya sistem Islamlah  yang diadopsi, bukan sekularisme-demokrasi yang jelas-jelas menyengsarakan—kekuasaan hanya menjadi bancakan—rakyat hidup dalam penindasan. 

Bagi seorang muslim yang berhak membuat aturan hanya Allah (Sang Pembuat Hukum), Allah berfirman, "... Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.” (QS al-An'am: 165)

Dalam firman Allah QS al-Maidah: 48, Allah juga berfirman, "Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur'an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan kebenaran terhadapnya). Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepadamu.Untuk setiap umat di antara kamu Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak mengujimu tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepadamu. Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang selama ini kamu perselisihkan."

Begitulah, banyak sekali ayat serupa yang meminta manusia untuk sadar bahwa mereka adalah hamba yang harus tunduk dengan aturan dan sistem hidup yang Allah gariskan untuk mereka, dalam hal ini Islam.

Selain sistemnya, Islam juga menuntut tanggung jawab yang sangat berat bagi pemegang kekuasaan. Banyak hadis yang menyampaikan ancaman terkait pemimpin yang zalim. Rasulullah saw. bersabda, "Setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu." (HR Bukhari)

Dalam hadis lain, disebutkan, “Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).

Pemimpin zalim juga telah didoakan agar mengalami kesukaran oleh Rasulullah saw. sebagaimana diriwayatkan, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia.” (HR Muslim)

Begitu juga mereka yang senantiasa melakukan suap-menyuap dan korupsi. ”Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerimanya dalam memutuskan (suatu perkara).” (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim)

Maka, sungguh "terlalu" menjadikan kekuasaan itu sebagai lelucon, karena kekuasaan itu berat, tanggungjawab dihadapan Allah juga sangat berat. "Siapa saja yang telah Allah jadikan pemimpin, lalu dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka surga Allah haram atas dirinya.” (HR Ahmad)

"Tidaklah sepuluh orang penguasa melainkan mereka akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan tangan mereka dibelenggu ke lehernya. Boleh jadi keadilan mereka (di dunia) membebaskan diri mereka. Dan boleh jadi pula kezaliman mereka (di Dunia) menjadikan mereka tetap dalam keadaan seperti itu.” (HR Ahmad) 

Sungguh se-ngeri itu bagi orang yang paham bahwa hidupnya bukan hanya hari ini, masih ada akhirat yang menanti semua tanggungjawab atas amal kita. Wallahualam bissawab.[]



Hanin Syahidah, S.Pd.


Posting Komentar

0 Komentar