#Wacana — Pada tahun ini gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat di berbagai provinsi di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa sepanjang Januari hingga 26 September 2024 jumlah total karyawan yang mengalami pemecatan mencapai 53.000 orang (detik.com, 26/9/2024).
Pemutusan hubungan kerja ini jumlah terbanyaknya terdapat di Jawa Tengah terhitung 14.767 orang. Kemudian diikuti provinsi Banten sebanyak 9.114 orang lalu Jakarta yang mencapai 7.469 orang. Dari jumlah total tersebut pemutusan hubungan kerja didominasi pada sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, lalu di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang.
Terkait dengan itu, Said Abdullah, ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berpesan pada pemerintah untuk mewaspadai terjadinya gelombang pengangguran seiring melonjaknya pemutusan hubungan kerja.
Melihat hal tersebut, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah menyatakan telah memanggil banyak perusahaan yang berencana melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawannya. Langkah tersebut ditempuh guna melakukan mediasi antara pemberi kerja dengan para pekerja. Ida katakan bahwa PHK merupakan jalan terakhir yang sebelumnya harus dilakukan adalah melakukan kesepahaman antar pekerja dan pengusaha (katadata.co.id, 16/8/2024).
Penyebab
Terkait hal tersebut, Indah Anggoro Putri, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker menyatakan ada empat penyebab gelombang pemutusan hubungan kerja terjadi.
Pertama, banjirnya barang impor di pasar lokal yang mengakibatkan persaingan harga barang impor yang lebih murah. Hal ini terjadi terutama pada industri tekstil. Produk impor sangat memukul pabrikan tekstil dan produk tekstil nasional akibatnya indusri tekstil banyak mengurangi karyawannya.
Kedua, adanya efisiensi bisnis oleh perusahaan. Ketiga, adanya perkembangan digital dan kecerdasan buatan. Keempat, memburuknya situasi dan kondisi konflik geopolitik global, perang Ukraina dan Rusia memicu ketidakstabilan politik di luar negara tujuan ekspor, yaitu Uni Eropa dan Amerika Serikat. Oleh karenanya permintaan di kedua negara menurun dan memicu gelombang PHK sejak Januari 2023 lalu hingga saat ini.
Selain dari empat hal tersebut, ekonom dari Institute for Development of Economic Finance (Indef), Nailul Huda menambahkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja juga membuat pabrikan lebih mudah untuk mengeluarkan para karyawannya dengan dalih pemindahan pabrik. Seperti terjadi saat pemindahan pabrik TPT dari Banten dan Jawa Barat ke Jawa Tengah.
Nailul menyebutkan bahwa investasi baru yang masuk utamanya berada di sektor tersier. Padahal, menurutnya mayoritas industri yang dibutuhkan tenaga kerja adalah industri sekunder maupun primer. Oleh karenanya ia menekankan untuk mencabut UU Cipta Kerja yang menurutnya tidak ampuh untuk menciptakan lapangan kerja (katadata.co.id, 15/8/2024).
Hal yang sama juga dikatakan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menilai bahwa Undang-Undang No. 6 tahun 2023 atau yang akrab disebut sebagai UU Cipta Kerja menjadi salah satu penyebab adanya gelombang pemutusan hubungan kerja. Dikarenakan UU Cipta Kerja memberikan keleluasaan pada pelaku usaha dengan hanya membayarkan 50% dari pesangon yang seharusnya didapatkan pekerja yang terkena PHK dengan dalih efisiensi.
Oleh sebab itu, Said Iqbal, Presiden KSPI meminta pada pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja guna menahan gelombang PHK paruh kedua tahun ini. Ia menilai bahwa pencabutan UU Cipta Kerja tersebut penting agar pelaku usaha tidak dengan mudah untuk memecat karyawannya dalam rangka efisiensi (katadata.co.id, 16/8/2024).
Akibat PHK
PHK masal merupakan fakta berulang yang selalu menjadi pemberitaan media. Bagaimana tidak? Hal ini terkait erat dengan pemenuhan hajat hidup masyarakat dan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang keduanya merupakan kewajiban negara dalam memenuhinya.
Efek domino dari pemutusan hubungan kerja ini akan terjadi saat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok. Malah, pemenuhan bidang jasa seperti pendidikan dan kesehatan semua kebutuhan tersebut diharuskan merogoh kocek yang tidak sedikit. Terkait dengan sulitnya pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan hidup ini, pekerja perempuan dan anak-anak makin banyak.
Proyek-proyek industri yang saat ini berjalan mayoritas adalah milik pribadi ataupun sekelompok orang. Para pemilik usaha dengan mudah memutus hubungan kerja pun karena dalih sulitnya memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup karyawan. Efek domino juga terjadi karena proyek industri swasta menguasai area kepemilikan umum seperti bahan tambang dan pertanian yang strategis.
Kesejahteraan Pekerja
Sesungguhnya bekerja merupakan salah satu sebab dasar manusia dalam memiliki harta dan ini merupakan perintah syarak. Namun, saat masyarakat tidak mendapatkan pekerjaan, maka negaralah yang bertanggung jawab menyediakannya. Imam Ghazali menyatakan bahwa wajib atas waliyul amri (pemerintah) memberikan sarana-sarana pekerjaan kepada para pencari kerja. Menciptakan lapangan kerja adalah kewajiban negara.
Menjadi semakin rumit saat kapitalis bercokol, masalah terjadi di tiap sisi kehidupan. Adanya gelombang PHK ini tidak hanya bisa diselesaikan dari pemberian lapangan kerja. Industri milik asing di negeri ini berusaha merenggut posisi tawar dan kedaulatan negara.
Maka hal penting yang harus didahulukan adalah menggunakan Islam sebagai dasar berdirinya negara yang dengannya akan melahirkan cara pandang terhadap segala aturan yang akan dijalankan.
Dalam Al-Qur'an surah al-Maidah ayat 49, Allah Swt. berfirman, "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang telah diturunkan oleh Allah dan janganah kamu mengikuti hawa nafsu mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang diturunkan Allah kepadamu.” Sejatinya, segala tata aturan kenegaraan (Khilafah) harus tunduk pada syariat.
Negara (Khilafah) juga harus memperhatikan bagaimana negara lain berusaha untuk menggerogoti umat lewat banyak sisi. Maka, dalam hal ini penguasa (Khalifah) bertanggung jawab untuk menjalankan politik ekonominya.
Dalam kitab Politik Ekonomi Islam karya Abdurahman al-Maliki dikatakan bahwa pengadaan proyek-proyek untuk produksi harus mengikuti pandangan hidup Islam. Sehingga proyek-proyek industri yang terkait dengan kepemilikan umum layaknya barang tambang harus dikuasai negara dan tidak boleh dimiliki oleh individu (asing). Keuntungan dan hasilnya pun diberikan lagi kepada masyarakat.
Hal itu dijalankan selain dalam rangka menjalankan perintah syarak, sekaligus juga untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Negara tidak lagi dikangkangi oleh asing dan aseng, rakyat pun bisa melakukan aktivitas pekerjaannya dengan lebih baik.Wallahualam.
Ruruh Hapsari
0 Komentar