#Reportase — Mempunyai anak yang saleh dan salehah adalah dambaan setiap orang tua. Namun saat ini, hal tersebut tampak sulit diwujudkan karena banyaknya tantangan yang dihadapi. Pergaulan bebas, tawuran, narkoba, miras, bahkan kriminalitas marak di kehidupan remaja saat ini. Data Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat adanya peningkatan kejahatan anak mulai dari tahun 2020 hingga 2023, sebanyak 2.000 anak berkonflik dengan hukum (ABH). Sementara sepanjang tahun 2023 sejumlah 1.467 anak berstatus sebagai tahanan dan 526 anak lainnya menjalani hukuman (kompas.id, 29/08/2023). Miris, mengingat kasus tersebut terjadi di anak usia sekolah. Hal ini pun menjadi bukti bahwa sistem pendidikan di negeri ini telah gagal melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa.
Lantas, adakah solusi di bidang pendidikan yang mampu mewujudkan generasi unggul penegak peradaban mulia? Hal ini dibahas dalam Majelis Taklim Rindu Syariah dengan tema “Hanya Sistem Pendidikan Islam yang Mampu Melahirkan Generasi Emas” pada Sabtu (12/10/2024), di selasar salah satu masjid di Setu, Tangerang Selatan.
Ustazah Amalia Eka Dani selaku pembicara pertama menyampaikan berbagai fakta buruknya pendidikan yang ada saat ini, mulai dari kasus tawuran pelajar, pergaulan bebas remaja yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah, tindak kriminal, narkoba, dan segudang permasalahan lainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? “Sistem pendidikan di Indonesia saat ini melahirkan generasi yang jauh di luar harapan,” ungkap Ustazah Dani, begitu beliau akrab disapa. Sistem pendidikan yang diterapkan di suatu negara, mengacu pada ideologi yang dianut negara tersebut. Demikian pula di Indonesia, ketika ideologi yang dianut adalah kapitalisme-sekuler, maka sistem pendidikannya pun berbasis sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan.
Ustazah Dani menjelaskan bahwa di dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) disebutkan bahwa visi pendidikan nasional Indonesia tahun 2035 adalah membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup, yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan Pancasila. “Poinnya dalam PJPN ini jelas tidak memuat frasa agama, tapi menyandarkan pada akhlak dan budaya semata, tanpa didasarkan pada nilai-nilai agama,” jelas Ustazah yang juga praktisi pendidikan ini. Pendidikan saat ini pun hanya diarahkan untuk mencetak generasi sesuai dengan permintaan pasar global.
Ustazah Noor Hidayah sebagai pembicara kedua menyampaikan sistem pendidikan dalam Islam yang mampu melahirkan generasi emas, peletak dasar peradaban mulia. Poin-poin berikut ini ada dalam sistem pendidikan Islam, yaitu kurikulum pendidikan Islam berbasis akidah Islam; strategi pendidikan adalah untuk membentuk aqliyah dan nafsiyah Islam; tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam; membekali khalayak dengan ilmu pengetahuan serta sains yang berkaitan dengan masalah kehidupan; waktu pelajaran ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab yang diberikan setiap minggu harus disesuaikan dengan waktu pelajaran ilmu-ilmu pengetahuan yang lain, baik dari segi waktu maupun jumlah jamnya; pengajaran sains dan ilmu terapan harus dibedakan dengan pengajaran tsaqofah (pengetahuan yang dibangun berdasarkan akidah tertentu); tsaqofah Islam wajib diajarkan pada seluruh jenjang pendidikan; seni dan keterampilan bisa dikategorikan sebagai ilmu terapan dan sains; program pendidikan hendaknya seragam dan sejalan dengan program yang ditetapkan oleh negara; program wajib belajar berlaku untuk seluruh warga negara baik laki-laki maupun perempuan; negara menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan belajar seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya; negara tidak bisa memberikan hak istimewa dalam mengarang buku-buku pendidikan untuk semua level. “Seseorang, baik sebagai pengarang ataupun bukan, tidak bisa mempunyai hak cipta atau hak terbit apabila sebuah buku telah dicetak atau diterbitkan. Namun, jika masih berbentuk pemikiran yang dimiliki oleh seseorang dan belum dicetak atau diedarkan, maka seseorang bisa mendapatkan imbalan, ataupun kompensasi yang memadai atas jasanya. Layaknya gaji seorang pengajar,” sambung Ustazah yang akrab disapa Ida ini.
Guna mewujudkan sistem pendidikan Islam, perlu ada sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara. Di dalam keluarga, orang tua wajib mendidik anak dengan nilai Islam. Masyarakat akan menegakkan amar makruf nahi mungkar, sedangkan negara akan menjadi institusi pelaksana sistem pendidikan Islam.
Terbukti, dengan penerapan sistem pendidikan Islam, lahir generasi unggul di masa lalu seperti al-Khawarizmi (ahli matematika penemu Aljabar); Ibnu Qurra (ahli astronomi dan matematika); al-Battani (ahli astronomi penemu penentuan tahun); Ibnu al-Farabi (ahli filsafat); Ibnu al-Haitham (fisikawan penemu optik); Ibnu Sina (ilmuwan bidang kedokteran); Ibnu Khaldun (ahli sosiologi, sejarah, hingga pendidikan); dan lainnya. Saatnya kembali kepada Islam, petunjuk yang sempurna dalam kehidupan untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.[](Ida Aya)
0 Komentar