#KonstrukKhilafah — Islam sebagai aturan yang datang dari Allah Swt. mengatur segala aspek kehidupan termasuk bernegara. Negara versi Islam adalah negara yang asasnya adalah syariat. Oleh karenanya, masalah apa pun yang dihadapai oleh negara yang kemudian dikenal dengan sebutan Khilafah, akan diselesaikan dengan tuntunan syariat yang kafah. Begitu pula saat memilih pemimpin negara, syariat tentu juga telah mengaturnya dengan aturan yang rinci.
Dalam kitab Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah dikatakan bahwa khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukum-hukum syariah.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari al-A’raj dari Abi Hurairah dari Nabi saw. berkata, "Sesungguhnya seorang imam adalah perisai di mana orang-orang akan berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung (baginya)."
Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. telah berkata, ”Siapa saja yang membenci sesuatu dari amirnya, hendaknya ia tetap bersabar. Sebab siapa saja yang keluar (memberontak) dari penguasa sejengkal saja kemudian mati dalam keadaan demikian, maka matinya adalah seperti mati jahiliyyah.” (HR Ibnu Abbas)
Dua hadis di atas, merupakan kabar dari Rasulullah saw. bahwa akan ada penguasa yang memerintah kaum muslim yang diibaratkan laksana perisai melindungi umat di belakangnya dengan segenap tenaga.
Dari sini terlihat bahwa Islam memandang seorang pemimpin tidak hanya cakap dari sisi bagaimana ia menyampaikan visi misinya dengan lugas dan bisa menjawab pertanyaan yang diajukan saat debat. Sungguh, yang dikedepankan utamanya adalah ketakwaannya. Bagaimana ia bisa menanggung beban yang demikian besar, tanpa akidah di dada.
Tidak hanya itu, khalifah juga harus memenuhi beberapa syarat, apabila satu syarat tidak terpenuhi, maka kekhilafahannya tidak sah. Pertama, harus seorang muslim. Allah Swt. berfirman dalm kitab-Nya, ”Allah sekali kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang mukmin.” (QS an-Nisa: 141) Pemerintahan (kekuasaan) merupakan jalan yang paling kuat dalam menguasai orang-orang yang diperintah.
Kedua, seorang khalifah harus laki-laki. Rasulullah saw. pernah berkata, ”Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan.” (HR al-Bukhari)
Oleh karenanya, mengangkat perempuan untuk menjadi pemimpin negara hukumnya adalah haram. Berbeda halnya bila mengangkat perempuan dalam posisi di luar pemerintahan, makanya hukumnya boleh.
Ketiga, seorang khalifah harus balig. Sebagaimana Rasulullah saw. pernah berkata, ”Telah diangkat pena (beban hukum) dari tiga golongan, dari anak-anak hingga ia baligh, dari orang tidur hingga ia bangun dan dari orang yang rusak akalnya hingga ia sembuh.” (HR Abu Dawud)
Dengan demikian, tidak sah bagi yang menduduki jabatan khalifah selain dari ketiga yang disebutkan hadis di atas, sebab selainnya tidak memiliki hak untuk mengelola berbagai urusan pemerintahan.
Keempat, khalifah harus orang yang berakal. Dikarenakan akal merupakan tempat pembebanan hukum dan syarat bagi absahnya aktivitas pengaturan berbagai urusan dan khalifahlah yang mengatur berbagai urusan pemerintahan dan melaksanakan penerapan syariah, maka tidak sah bila seorang khalifah adalah orang yang tidak berakal.
Kelima, dia harus orang yang adil. Allah Swt. telah berfirman, "... dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kalian....” (QS ath-Thalaq: 2) Khalifah kedudukannya lebih tinggi daripada seorang saksi. Oleh sebab itu, adil menjadi hal yang disyaratkan pada khalifah.
Keenam, merdeka menjadi salah satu syarat seorang khalifah. Bila seseorang tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri, maka ia dikatakan sebagai budak. Hal itu tidak jauh berbeda dengan pemimpin saat ini yang terikat oleh segala perjanjian dengan asing sehingga tidak dapat menentukan pilihannya sendiri.
Syarat in’iqad (syarat legal) terakhir adalah mampu. Seorang khalifah harus memiliki kemampuan untuk menjalankan amanah kekhilafahan. Mampu di sini terkait dengan amanah untuk menjalankan urusan-urusan rakyat sesuai dengan Al-Qur'an dan assunah yang menjadi landasannya.
Selain dari ketujuh syarat sahnya seorang pemimpin negara di atas, syariat juga telah menetapkan bagaimana metode pangangkatan khalifah. Metode pengangkatan yang telah ditetapkan syariat adalah dengan baiat kepada khalifah dari kaum muslimin yang menjadi rakyat Khilafah.
Allah Swt. berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu hakikatnya adalah berjanjia setia kepada Allah Swt.. Tangan Allah di atas tangan mereka.” (QS al-Fath: 10)
Kemudian Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hazim pernah berkata bahwa ia pernah mengikuti majelis Abu Hurairah selama lima tahun dan ia pernah mendengar Abu Hurairah menyampaikan hadis bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, ”Dulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi. Setiap kali nabi wafat, nabi yang lain meggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, akan ada khalifah yang banyak. Para sahabat bertanya, ’Lalu apa yang engkau perintahkan pada kami?’, Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama, yang pertama saja dan penuhilah hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka urus.” (HR Muslim)
Begitulah Islam sebagai aturan kehidupan manusia mengatur tata cara memilih dan mengangkat seorang kepala negara dengan sangat rinci. Sesungguhnya, aturan ini bukanlah untuk menyusahkan manusia, justru sebaliknya.
Bisa dilihat bagaimana penguasa dunia saat ini dengan mudahnya menindas dan menyengsarakan manusia. Hal itu tentu diakibatkan karena Islam sebagai standar kehidupan tidak digunakan, bahkan disingkirkan. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar