Komunikasi Hangat Penangkal Virus Penghancur Keluarga



#Reportase — Aktivis Dakwah Zindy Agustina di depan para penggerak komunitas dan pemengaruh (influencer) Kota Tangerang Selatan mengawali paparan materinya dengan sebuah pertanyaan. “Ada apa dengan keluarga? Why is it so fragile?” tanyanya, yang disambut dengan tatapan renungan para peserta dalam diskusi bertajuk "Komunikasi Hangat Penangkal Virus Penghancur Keluarga".

Acara yang berlangsung dari pagi hingga siang hari tersebut, Sabtu (26/10/2024), mengupas tuntas berbagai persoalan keluarga dan solusinya secara islami. Zindy mengatakan, “Rasa hangat, nyaman, dan aman adalah harapan setiap orang terhadap keluarga. Pun saat menikah, banyak harapan-harapan tersemat, di antaranya suami romantis, anak yang saleh(ah), bahkan gambarannya adalah rumahku surgaku. Tentu saja keadaan sakinah, mawaddah war-rahmah menjadi tujuan setiap pernikahan."

Ironisnya, setiap tahun, 400 ribu pasangan bercerai di Indonesia. Pemicu perceraian mulai dari perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dan kurangnya komunikasi, banyaknya pertengkaran, dan sebagainya. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat kedua kasus selingkuh tertinggi di Asia,” paparnya.

Zindy mengatakan, persoalan tersebut harus dilihat dari perspektif Islam. “Ada faktor internal dan eksternal yang menjadi penyebab hancurnya pernikahan dan keluarga,” sebutnya.

Faktor internalnya ada disfungsi peran suami-istri, ikatan bak persahabatan antara suami-istri yang tidak terwujud, dan kurangnya ilmu dari pasangan tersebut. Sedangkan faktor eksternalnya disebabkan pergaulan bebas laki-laki dan perempuan, tatanan kehidupan yang sekuler, dan asupan informasi yang tidak sehat,” bebernya.

Lebih lanjut, Zindy menyitat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan nomor hadis 2669, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhab (yang sempit sekalipun), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” 

Zindy, yang juga seorang Muslimah Preneur, melanjutkan paparan dengan memperingatkan bahwa bangsa-bangsa (kafir) saling mengajak untuk memerangi kaum muslim, sebagaimana orang-orang yang akan makan saling mengajak menuju piring besar. “Pada hari itu jumlah kita banyak, tetapi seperti buih di lautan. Allah pun menghilangkan rasa gentar dari dada musuh dan menimpakan wahn (kelemahan) di dalam hati. Rasulullah menjelaskan bahwa wahn adalah cinta dunia dan takut menghadapi kematian,” urainya dengan mengutip hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud no. 4297.

Apa solusinya? Solusi individunya yaitu belajar Islam kafah dan memperbaiki komunikasi dalam keluarga. Untuk solusi menyeluruhnya adalah hidup dengan aturan Islam,” pungkasnya.


Tangkal Virus

Paparan kedua diskusi para penggerak komunitas disampaikan oleh Aktivis Dakwah Kota Tangerang Selatan, Reni Setiawati dengan judul "Pernikahan Pilar Peradaban, Tangkal Virus Penghancur Keluarga Muslim".

Ada penataan indikasi yang harus ada dalam pernikahan, yang mengacu kembali kepada syariat. Contoh, green flag adalah suami-istri dalam relasi sehat seperti sahabat dan menjalankan pernikahan dengan standar syariat; yellow flag, alarm peringatan yang menunjukkan adanya beberapa hak dan kewajiban yang belum tertunai; dan red flag yaitu tanda bahaya yang menunjukkan tidak sehatnya pernikahan,” urainya.

Reni yang juga sebagai jurnalis menegaskan bahwa suami sebagai penentu arah dan kualitas pernikahan. “Al-Qiwamah suami, sebagaimana disebutkan di dalam surah an-Nisaa ayat 34 memiliki makna menopang, hakim, pelindung, mendidik, me-riayah (mengurusi) akan dirasakan oleh istri sebagai rasa mawaddah (rasa cinta yang tinggi). Sebaliknya, suami mendapatkan sakinah dari istri berkarakter setenang malam. Inilah rasa yang kuat yang mengikat pernikahan,” ungkapnya.

Dari mana al-qiwamah? Ulama berpendapat sebagai sunatullah dan juga sesuatu yang biasa diikhtiarkan. Maka dari sisi ikhtiar, membentuk al-qiwamah bisa dilakukan oleh keluarga inti, keluarga besar, kurikulum sekolah, dan peran negara,” tuturnya.

Dengan melihat bagaimana fakta-fakta mengerikan pernikahan dan keluarga yang disampaikan di awal, kita mengingat kembali apa visi misi pernikahan. Allah telah menyetarakan akad pernikahan sebagai mitsaqan ghalidzan yang bertujuan meraih sakinah mawaddah war-rahmah dan juga menjadi regenerasi sebagi pilar peradaban,” lanjutnya menjelaskan.  

Maka waspada alarm pernikahan harus dimiliki dan dilakukan sebagai kepekaan individu, kepedulian keluarga dan sosial, dan negara yang berperan mengurusi rakyat. “Kehidupan saat ini dengan atmosfer sekularisme telah banyak mematikan ketiga komponen ini. Standar materi lebih menonjol dan negara terlalu minimalis perannya dalam semua lini,” sesalnya.

Keluarga saat ini, terutaman keluarga muslim, adalah institusi terkecil sekaligus benteng pertahanan terakhir dari serangan Barat. Setelah Khilafah sebagai tameng terbesar umat runtuh pada tahun 1924 M, maka liberalisasi dan sekularisasi keluarga digencarkan. Umat yang kurang ilmu, masifnya gazwul fikr dan tsaqafi, termasuk efek berkepanjangan dari ratifikasi CEDAW,” ungkapnya.

Reni melanjutkan, CEDAW kependekan dari Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women atau Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. “Perjanjian internasional yang ditetapkan pada tahun 1979 oleh Majelis Umum PBB. Indonesia mengesahkan CEDAW melalui UU No. 7 Tahun 1984. Perjuangannya adalah hak setara laki-laki dan perempuan. Implementasinya secara terstruktur, sistemis, dan masif,” bebernya.

Efek serangan Barat tersebut menyebakan taraf berpikir umat merosot, tidak memahami hukum-hukum interaksi laki-laki dan perempuan, sulit membedakan pemikiran dan produk Barat yang boleh digunakan dan yang tidak, kepribadian umat berkiblat ke Barat,” ujarnya lebih lanjut. 

Benturan peradaban tak bisa dielakkan, lanjutnya, jika dulu Islam berjaya, kemudian saat ini sekuler menguasai, maka pasti akan ada pengganti peradaban rusak saat ini.

Pertanyaannya, peradaban yang manakah akan menggantikan sekularisme? Apakah Islam berpeluang? Ataukah peradaban komunis akan menggantikan? Ataukah sekularisme berupaya terus dipertahankan oleh orang-orang penganutnya? Inilah saatnya kaum muslim berperan untuk mengembalikan peradaban Islam,” jelasnya.

Menyongsong peradaban selanjutnya, ia mengatakan, secara dalil bisa dilihat pada hadis lima masa dan penaklukan Roma. “Karena itulah, jangan sampai kita meninggalkan generasi yang lemah, mengondisikan circle Islami dengan standar syariatbukan standar media—, dan berdakwah—misalnya dakwah digital—di era digital ini,” tuturnya.

Harapan pernikahan dan keluarga yang baik memang hanya dimiliki oleh Islam. Bayangkan saja, penjagaan pernikahan Islam meliputi sistem interaksi laki-laki dan wanita, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem informasi, sistem politik, dan sistem pemerintahan,” terangnya.

Kita harus melawan propaganda Barat dan sekaligus mengedukasi masyarakat untuk mengenal Islam kafah, dengan melakukan tangkal digital berupa melawan opini negatif, edukasi Islam kafah, shilwah (shilah ukhuwah) dan shilfik (shilah fikriyah) antar komunitas, dan selanjutnya alim-amil-hamil (paham, amalkan, dan dakwahkan),” tutupnya.[](Rere)

Posting Komentar

0 Komentar