Mempertanyakan Sistem Pendidikan: Pelaku Asusila Menjadi Guru



#Wacana — Miris, mungkin itulah yang bisa diungkapkan. Tersebab, akhir-akhir ini berita tentang oknum guru yang melakukan perbuatan asusila pada murid-muridnya semakin merajalela. Tidak hanya di satu tempat, tetapi di beberapa tempat di Indonesia hal serupa menjadi berita hangat. 

Tentu hal ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Pejabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang mengetahui warganya telah menjadi obyek asusila dari oknum guru, ia meminta inspektorat menindak tegas oknum tersebut. Ia menyatakan bahwa penting mencegah kasus serupa dengan adanya pengawasan dari berbagai pihak termasuk dinas pendidikan dan jajarannya (beritasatu.com, 9/10/2024).

Selain itu, menanggapi peristiwa yang sama di Pekalongan, seorang aktivis, Timothy Ivan Triyono, sangat mengecam tindakan yang tidak terpuji oleh pendidik. Ia juga meminta mengusut tuntas kasus tersebut dan meminta Pemkot Pekalongan dan sekolah-sekolah berbenah diri untuk memperbaiki sistem pendidikan dan melakukan pembinaan secara berkala terhadap para guru (mediaindonesia.com, 3/10/2024).


Problem Pendidikan 

Bagaikan jatuh tertimpa tangga, mungkin itu peribahasa yang bisa dikiaskan pada masalah pendidikan negeri ini. Belum selesai masalah pendidikan yang satu, muncul lagi masalah lain yang entah kapan lagi selesainya.

Pada Hari Pendidikan Nasional Mei lalu, ketua DPR, Puan Maharani menilai bahwa tantangan utama pendidikan di negeri ini adalah masalah ketimpangan pendidikan di perkotaan dan pedesaan. Oleh karenanya, Puan meminta pemerintah untuk memastikan bahwa seluruh anak Indonesia mendapatkan kualitas pendidikan yang sama. 

Begitupula pada saat rapat kerja, Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadik) Januari 2024 lalu memberikan beberapa catatan kritis tentang isu Pendidikan saat ini, antara lain yaitu tingkat literasi yang rendah, kekerasan dalam satuan pendidikan, masih banyaknya guru honorer yang belum diangkat, pengembangan keterampilan guru, kualitas anggaran pendidikan, dana abadi kebudayaan, dan transisi ke dunia kerja. 

Belum lagi masalah pendidikan lain seperti kesejahteraan guru, kurikulum, ataupun masalah pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Seperti gedung sekolah, ketersediaan guru, fasilitas pendidikan, dan lainnya. Ditambah kasus perbuatan asusila ini menjadi semakin panjang daftar masalah di dunia pendidikan saat ini.


Mengurai Masalah

Sistem pendidikan materialistik terbukti telah gagal menjadikan manusia taat, berakhlak mulia, berkepribadian tinggi sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Para guru saat ini pun merupakan hasil dari sistem pendidikan yang sama di masa lalu. 

Pendidikan kapitalistik hanya memberikan basis berpikir yang serba terukur secara material dan mengesampingkan hal-hal yang bersifat nonmateri seperti akidah juga adab. Hasil pendidikan yang dituntut adalah gelar, jabatan juga kekayaan yang bisa mengangkat harkat keluarga. Sayanganya pembentukan karakter siswa yang saleh dan taat justru dikesampingkan.

Bahwasanya, negeri ini telah mencanangkan Indonesia Emas pada tahun 2045 melihat pada pertumbuhan penduduk usia produktif sangat tinggi. Diharapkan para pemuda menjadikan tumpuan harapan bangsa ke depan. Namun, dilihat dari kualitas pendidikan yang ada maupun siswanya, tidak heran bila saat ini muncul banyak sekali masalah yang terjadi, seakan sulit untuk dipecahkan. 

Untuk mengubah dan memperbaiki itu semua, maka dunia pendidikan seharusnya melakukan perubahan secara mendasar dengan merubah paradigma. Sebab paradigma kapitalisme yang digunakan saat ini justru merupakan pangkal dari kerusakan. 

Menjauhkan agama dari kehidupan bernegara maupun bersosial—merupakan asas dari paradigma kapitalisme—tentu akan menimbulkan segala bentuk kemaksiatan. Padahal, Allah telah berfirman dalam surah ar-Rum ayat 41 yang artinya, “Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia.”


Pendidikan dalam Islam 

Sudah saatnya untuk berpaling kepada sistem pendidikan yang diatur syariat. Robert L Gullic Jr dalam bukunya Muhammad, The Educator menulis, ”Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang....”

Dalam buku Bunga Rampai Syariat Islam ditulis, ”Pendidikan dalam Islam harus dipahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi tertentu (Islam).” Sehingga, pendidikan dalam Islam tidak semata-mata transfer ilmu pengetahuan, justru yang diperhatikan apakah ilmu yang diberikan akan merubah sikap para siswa menjadi lebih baik ataukah tidak. 

Dengan demikian, kurikulum yang dibuat tentu berlandaskan pada akidah Islam sehingga tiap pelajaran dan metodologinya disusun sesuai dengan asas Islam. Sehingga waktu untuk pelajaran tsaqofah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar. 

Terdapat beberapa poin paradigma pada sistem pendidikan Islam. Pertama, kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berlandaskan akidah Islam. Kedua, pendidikan diarahkan untuk pengembangan keimanan sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. 

Ketiga, pendidikan ditujukan dalam kaitannya untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi terbaik para siswa dan meminimalisir aspek buruknya. Terakhir, keteladanan para guru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan.

Oleh sebab itu, agama merupakan hal yang sangat penting dalam proses pendidikan. Bukan justru dijauhi layaknya paradigma kapitalisme yang pastinya akan menimbulkan banyak masalah di berbagai aspek.

Terakhir, yang harus diperhatikan dalam proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas bukanlah tanggung jawab pendidik semata, tetapi juga para penguasa. Justru di tangan merekalah paradigma Islam dijalankan sedari pangkalnya yang berupa asas negara. Alhasil, sudah barang tentu bila mengidamkan pendidikan dengan paradigma Islam, maka perubahan mendasar pun harus dilakukan dengan membuat Islam sebagai dasar negara. Wallahualam bissawab.[]



Posting Komentar

0 Komentar