Paylater MRT Terobosan atau Tragedi?




Shazia Alma

(Penggiat Literasi)


#Wacana — Transformasi dan digitalisasi pembayaran seakan takbisa dilepaskan dalam kehidupan modern saat ini. Aplikasi pembayaran online makin menjamur seolah digitalisasi pembayaran ini penting untuk dimiliki. Jika tidak, banyak hal yang akan sulit dilakukan, misalnya saja untuk menggunakan jasa transportasi. 

Di laman web jakartamrt.co.id, transportasi modern MRTJ yang menerapkan pembayaran dengan kartu chip bersaldo ini juga merangkul aplikasi pinjaman online untuk lebih 'mempermudah' pembayaran MRTJ. Dengan Kredivo sebagai mitra MRTJ, para pengguna MRTJ dapat menggunakan paylater untuk pembayaran. 

Dalam berita launching-nya, Rina Lillianova sebagai Kepala Divisi Komersial dan Retail PT MRT Jakarta (Perseroda), menyatakan menyambut baik kemitraan dengan Kredivo terhadap fleksibilitas metode pembayaran dalam menggunakan MRTJ. Menurutnya pula, fleksibilitas pembayaran akan semakin mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik, seperti MRT Jakarta, sebagai moda transportasi utamanya sehari-hari.

Direktur Pemasaran dan Strategi Kredivo, Lily Suriani berujar, “Kami sangat antusias menghadirkan Paylater sebagai metode pembayaran yang lebih fleksibel bagi pengguna MRT. Dalam kehidupan urban yang serba cepat dan dinamis, kemudahan dan fleksibilitas menjadi semakin penting. Sehingga, kolaborasi ini diharapkan dapat mendukung gaya hidup masyarakat urban, melalui solusi pembayaran yang instan, praktis, dan terjangkau, serta mewujudkan visi kami untuk menjangkau puluhan juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan,” pungkasnya.

Lily juga menyatakan bahwa ada kesempatan dan peluang kerja sama bisnis baru di luar penjualan tiket, seperti di gerai-gerai yang ada di stasiun MRT Jakarta. Masalahnya adalah paylater Kredivo dalam pembayaran MRTJ, apakah benar terobosan digital yang mempermudah akses masyarakat menggunakan transportasi MRTJ ataukah tragedi untuk penggunanya? 

Kredivo sendiri adalah aplikasi pinjaman online legal yang diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Paylater adalah layanan untuk menunda pembayaran atau berutang yang wajib dilunasi di kemudian hari (djkn.kemenkeu.gi.id). Dengan metode paylater Kredivo, pengguna MRTJ dapat "Naik sekarang, bayar belakangan". 

Masalah akan muncul ketika pengguna Kredivo ini mencapai limit tertentu dan terlena atau lalai hingga telat dalam pembayaran tunggakan. Mulai dari pemblokiran akun, tercatat sebagai kreditur bermasalah, yang utama adalah utang makin menumpuk karena jika melewati batas waktu tertentu, biaya keterlambatan dan bunga akan dikenakan (blog.kredivo.com). 

Logiskah, misal jika pengguna harus membayar Rp3000 per perjalanan dikalikan dua untuk pulang dan pergi selama sebulan, dan dia baru bisa membayar setelah 3 bulan, menjadi lebih besar dari total utang yang dimiliki karena adanya denda dan bunga. Solusi terjangkau yang ditawarkan Kredivo sungguh perlu dikritisi.

Kemungkinan terbesar paylater Kredivo untuk MRTJ hanyalah bisnis, seperti yang diungkapkan Direktur Pemasaran dan Strategi Kredivo di atas. Keuntungan dari banyaknya kredit macet adalah keniscayaan laba untuk Kredivo. 

Terlebih lagi, jika ditelisik, pernyataan solusi pembayaran yang instan, praktis, dan terjangkau, menyiratkan lepas tangannya pemerintah mengurusi transportasi rakyat. Bagaimana tidak, bukankah akan lebih instan, praktis, dan terjangkau bila pemerintah mengambil alih pembiayaan transportasi rakyat, dengan subsidi penuh atau malah gratis, tidak perlu membuka peluang rakyat untuk berutang pada Kredivo.

Fenomena pengurusan rakyat yang seperti itu sangat lumrah dalam penerapan ekonomi kapitalis di sistem kapitalisme saat ini. Negara selalu melimpahkan tanggung jawab pemeliharaan rakyat pada putaran bisnis semata. Fungsi fasilitator dan regulator propengusaha sangat kentara dibandingkan fungsinya sebagai pelayan rakyat. 

Alih-alih ingin mempermudah rakyat dengan transportasi modern, namun menjebak rakyat dengan pinjol. Sekaligus katanya ingin menyejahterakan rakyat, malah membebani rakyat dengan utang. Bukankah ini tragedi? 

Sungguh, bagai bumi dengan langit pengurusan penguasa saat ini dengan penguasa kaum muslimin masa lalu. Islam yang diterapkan oleh penguasa muslim dalam sistem pemerintahannya tidak akan menjerumuskan rakyatnya dalam perkara yang merugikan. Pinjaman online selain menyengsarakan nasabahnya, jelas merupakan perkara ribawi yang diharamkan dalam Islam. Bahkan, hukum utang piutang dalam Islam mensyaratkan tidak adanya riba dalam akad. 

Kemudahan dan terjangkaunya transportasi untuk warga negara dalam Islam merupakan kewajiban penguasa memenuhinya. Lepas tangannya penguasa dalam hal ini adalah kezaliman. 

Islam tidak pernah membatasi inovasi (terobosan) teknologi dan digitalisasi selama kebermanfaatannya terasakan untuk rakyat. Jika membahayakan bahkan menjadi tragedi bagi rakyat, aturan Islam akan diterapkan untuk meluruskannya dengan sanksi yang berat agar pembuat kerusakan di tengah masyarakat jera. 

Mengambil keuntungan dengan jeratan utang riba, baik pelaku dan pelindungnya jelas termasuk yang layak mendapat sanksi, kecuali jika bertaubat. Allah ta’ala berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 278—279 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya." Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar