Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi untuk Kesejahteraan Rakyat, Benarkah?




Siti Rima Sarinah

(Aktivis Dakwah) 


#Bogor — DPRD Kota Bogor bersama Pemerintah Kota Bogor menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi menjadi Peraturan Daerah (Perda). Kehadiran Perda ini, diharapkan dapat memberi kepastian hukum dan dijadikan sebagai pedoman Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi untuk jenis usaha tertentu atau kegiatan tertentu, seperti usaha mikro dan koperasi.  Kota Bogor pun diprediksi akan mengalami peningkatan di bidang ekonomi dengan diiringi terciptanya lapangan kerja baru dan menciptakan daya tarik investor lebih banyak untuk berinvestasi di Kota Hujan Bogor. (wartakota.com, 11/12/2024)

Selintas kehadiran Perda ini seakan membawa kabar gembira dan menjadi harapan baru akan perubahan perekonomian masyarakat di Kota Hujan. Pasalnya, Perda ini dianggap sangat berpihak kepada dunia usaha, yang dapat membawa dampak positif pada kehidupan masyarakat, seperti terbukanya lapangan pekerjaan. Padahal sesungguhnya anggapan ini salah besar dan tidak sesuai dengan fakta yang ada.

Faktanya, dengan kemudahan investasi maka pihak swasta lokal maupun asing akan menguasai wilayah/kawasan dan hanya menjadikan warga lokal sebagai pegawai rendahan atau karyawan yang diberi gaji sangat minim. Investasi di Kota Bogor berupa pembangunan perumahan, hotel, apartemen, dan lainnya. Warga lokal hanya menjadi tukang bangunan, pelayan, dan pekerjaan lain yang gajinya minim.

Penanaman investasi yang digembar-gemborkan dan terus digalakkan untuk pertumbuhan ekonomi, nyatanya tak lebih dari penciptaan utang yang lebih besar dan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang kian tinggi. Saat ini keran investasi dibuka seluas-luasnya di berbagai sektor, bahkan mengundang investor asing untuk bermain dan terlibat dalam bidang transportasi, infrastruktur, teknologi, pendidikan, energi, keuangan, pariwisata, kesehatan, dan perumahan. Dengan kehadiran investor asing yang ikut serta dalam semua sektor yang terkait hajat hidup rakyat, bisa dipastikan merekalah yang akan mendapat keuntungan yang banyak. Justru kehadiran Perda ini menjadi payung hukum bagi investor asing “merasa betah” menanamkan investasi di negeri kita. Kasus Rempang, Kampung Bayam, dan kasus yang serupa lainnya menjadi bukti nyata betapa mudahnya para investor menanamkan investasinya dengan menjadikan rakyat sebagai korban dari investasi mereka.

Perda kemudahan investasi ini bukannya hanya merugikan rakyat, tetapi memiliki dampak negatif lainnya yang lebih besar. Seperti rusaknya ekosistem karena berkurangnya lahan hijau akibat alih guna lahan dan efek negatif bagi masyarakat seiring dengan masuknya budaya-budaya asing yang bertentangan dengan norma agama-sosial dan lain sebagainya. Sudah sangat jelas bahwa kemudahan investasi tidak berdampak apa pun pada perekonomian apalagi kesejahteraan rakyat. Justru dengan adanya Perda kemudahan investasi ini, rakyat semakin sulit untuk mendapatkan mata pencaharian yang layak, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi secara mandiri.

Fakta ini wajar terjadi, sebab kita hidup dalam aturan sistem kapitalisme, yang menjadikan fungsi negara hanya sebagai regulator dan fasilitator, bukan negara sebagai periayah (pengurus) urusan rakyat. Sistem ini telah menjadi “karpet merah” bagi para investor/oligarki untuk menguasai seluruh kekayaan alam dan potensi sumber daya manusia atas nama investasi. Kerakusan dan keserakahan oligarki ini tampak nyata dari upaya menguasai dan mengelola kekayaan alam dan potensi sumber daya manusia untuk kepentingan mereka. Malah, negara berkolaborasi bahkan memprioritaskan kepentingan oligarki dibandingkan rakyatnya sendiri.

Pengelolaan dan perampasan hak milik rakyat, adalah hal yang diharamkan dalam Islam. Sebab, Islam memiliki aturan yang tegas terkait pembagian tiga kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Islam sangat menghargai dan melindungi kepemilikan individu bahkan terdapat ancaman yang tegas bagi siapa saja yang mengambil tanah individu tanpa hak. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan menghimpitnya dengan tujuh lapis tanah (bumi).” (HR Muslim)

Islam pun melarang kepemilikan umum untuk dikelola oleh asing dan aseng dengan dalih investasi. Sebab, investasi asing menjadi wasilah pintu penjajahan dan monopoli ekonomi, mengakibatkan negara takberdaya, tunduk, dan patuh pada kepentingan oligarki, serta mengancam kedaulatan negara. Oleh karena itu, yang berhak mengelola kekayaan milik umum adalah negara berdasarkan ketentuan syariat, dan hasil pengelolaannya akan dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat, dalam bentuk pembiayaan serta jaminan pemenuhan kebutuhan yang bersifat komunal, yaitu pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya. 

Negara pun akan menciptakan pertumbuhan ekonomi secara riil dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, bahkan memberikan bantuan modal kepada individu rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara senantiasa memprioritaskan kepentingan rakyatnya, karena pada hakikatnya keberadaan negara adalah pelayan bagi rakyatnya. Dengan begitu rakyat bisa merasakan hidup sejahtera dan makmur, karena negara melayani dan menjamin semua kebutuhan rakyat. 

Sudah terbukti bahwa sistem Islam yang diterapkan di seluruh lini kehidupan dalam naungan Khilafah menjadi problem solving atas setiap persoalan kehidupan. Sedangkan kapitalisme, kehadirannya hanya membawa kehancuran dan malapetaka bagi rakyat. Maka sistem rusak dan batil kapitalisme ini harus segera kita enyahkan dari muka bumi, dan segera beralih pada sistem Islam yang membawa pada kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia. Wallahualam.[]



Posting Komentar

0 Komentar