#Bogor — Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di bulan November mendatang, para pasangan calon (paslon) tengah melakukan kampanye untuk mengopinikan program dan harapan baru yang ditawarkan kepada rakyat. Media Radar Bogor menggelar Debat Paslon Walikota dan Wakil Walikota Bogor tahun 2024. Debat tersebut menghadirkan 4 calon Walikota dan 5 calon Wakil Walikota, di antaranya Sendi-Meli, Atang-Annida, Dedie-Jenal, Teddy Risandi-dr. Rayendra, dan Eka Maulana.
CEO Radar Bogor, Nihrawati menjelaskan debat ini diinisiasi sebagai bagian proses demokrasi untuk memaparkan visi, misi, dan program unggulannya paslon. Topik dalam debat kali ini mengenai persoalan ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, fasiltas dan pelayanan publik. Nihrawati berharap debat perdana pilwakot ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi warga Kota Bogor sehingga mendapat pengetahuan dan dapat mempertimbangkan program-program para calon pemimpin Kota Bogor 5 tahun ke depan. (radarbogor, 05/10/2024)
Siapa pun yang akan menang nantinya dapat dipastikan tidak akan banyak mengubah kondisi Kota Bogor. Pasalnya, pemimpin hanyalah salah satu elemen dari perubahan dan perubahan memerlukan sistem. Walaupun program yang ditawarkan dari setiap paslon terlihat sangat bagus dan seakan menawarkan harapan baru untuk menuju perubahan Kota Bogor ke arah yang lebih baik. Namun, perubahan tidak akan pernah terwujud hanya dengan bergantinya pemimpin, sebab sistem senantiasa menyertai perubahan yang terjadi dalam sebuah pemerintahan.
Kondisi rakyat saat ini sedang tidak baik-baik saja, semakin hari semakin terpuruk. Beragam persoalan yang mendera negeri ini, mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, hingga persoalan politik. Secara ekonomi negeri yang kaya raya ini justru rakyatnya mengalami kemiskinan ekstrem, utang negara semakin menumpuk, kasus korupsi semakin marak, dan ditambah dengan lahirnya UU yang berpotensi merugikan rakyat seperti UU Omnibus Law dan Tapera. Lagi-lagi rakyatlah yang harus merasakan dampak dari himpitan persoalan di negeri ini. Setiap kali kontestasi politik dilaksanakan selalu memunculkan harapan dan semangat baru bagi rakyat akan hadirnya pemimpin yang kelak akan mengganti keadaan negeri ini ke arah yang lebih baik.
Berganti-gantinya orang, akan tetapi dengan sistem yang sama sebenarnya justru semakin mengokohkan cengkeraman sistem kapitalisme di negeri ini. Siapa pun pemimpin yang dipilih akan berjalan sesuai konsep sistem kapitalisme yang memandang persoalan ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan fasilitas pelayanan publik yang merupakan hajat hidup rakyat, justru dijadikan ajang bisnis penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha. Walhasil, harapan lahirnya pemimpin baru yang akan membawa perubahan baru untuk mengubah nasib rakyat ibarat mimpi di siang bolong.
Allah Swt. telah mengingatkan kita tentang hakikat dan makna perubahan hakiki. Allah berfirman, ”Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (TQS ar-Ra’du: 11)
Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa perubahan keadaan suatu kaum tidak hanya didasarkan pada perubahan (pergantian) pemimpin. Pergantian pemimpin yang terus berulang-ulang, tidak menjamin kondisi negeri ini akan berubah menjadi lebih baik. Bahkan berganti-gantinya pemimpin semakin memperburuk kondisi negeri, rakyat pun semakin terpuruk. Hal ini membuktikan bahwa pergantian pemimpin tidak akan pernah memberikan perubahan yang berarti bagi rakyat.
Perubahan memang tidak akan pernah terjadi selama sistem kapitalisme-sekuler yang menjadi rujukannya. Perubahan hakiki hanya akan terwujud apabila berpegang teguh pada petunjuk dari Allah Swt., yakni pada Al-Qur’an dan assunnah. Penerapan Islam secara kafah akan menjadikan siapa pun yang berkuasa tidak akan mengabaikan aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Hanya Rasulullah saw. dan para sahabatnya yang layak untuk dijadikan teladan terbaik bagi para pemimpin dalam melakukan perubahan yang nyata, dengan perubahan berdasar pada akidah Islam.
Selama 13 tahun Rasulullah saw. dan para sahabatnya menancapkan pondasi akidah dalam diri umat sebagai dasar perubahan. Peristiwa hijrah Rasulullah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah menggambarkan hakikat perubahan yang mendasar (menyeluruh). Sebelum hijrah terjadi, Rasulullah mengutus Mush’ab bin Umair untuk berdakwah di Madinah. Mush’ab bin Umair berhasil mengubah kondisi Madinah yang awalnya mengemban pemikiran kufur, kemudian beralih mengemban pemikiran Islam. Hingga Islam menjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat. Dakwah yang dilakukan oleh Mush’ab bin Umair mampu mempengaruhi pemikiran dan perasaan masyarakat Madinah yang pada akhirnya mayoritas masyarakatnya masuk Islam.
Keberhasilan dakwah Mush’ab di Madinah dikarenakan pemikiran Islam mampu mengubah cara pandang masyarakat Madinah tentang kehidupan. Sehingga mereka memahami dan menyadari kondisi kehidupan mereka akan menjadi lebih baik apabila aturan Islam diterapkan dalam kehidupan mereka. Sangat jelas bahwa harapan dan arah perubahan hakiki hanya berdasarkan Islam, sebagai ideologi kehidupan yang bersumber dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta.
Oleh karena itu, opini umum yang muncul dari kesadaran umum—bahwa perubahan hakiki hanya dengan Islam—harus terus dimasifkan serta diaruskan di tengah-tengah umat. Sehingga umat tidak terkecoh dengan janji manis berbalut racun kapitalisme yang dijajakan oleh para kontestan pemilu. Hanya perubahan menyeluruh (revolusioner) inilah yang akan mengubah kondisi di negeri ini (bahkan seluruh dunia) pada perubahan hakiki yang memberikan kebaikan pada umat serta dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran. Wallahualam.[]
0 Komentar