#Wacana — Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), sejak Januari hingga September 2024, hampir 53.000 tenaga kerja telah di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Gelombang PHK terjadi di berbagai daerah seperti DKI Jakarta sebanyak 7.469 kasus, Banten 9.114 kasus, dan di Provinsi Jawa Tengah sebanyak total 14.767 kasus (Kompas.com, 29/9/2024).
Gelombang PHK ini menghantam industri manufaktur, salah satunya industri garmen yang ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara mencatat sejumlah 13.800 pekerja dipangkas sejak Juni sampai Juli 2024, hal ini disebabkan tutupnya 10 pabrik tekstil.
Turunnya peran industri ini diprediksi akan terus terjadi dikarenakan adanya tekanan dari produk impor yang masif masuk ke Indonesia, ditambah keputusasaan yang melanda para pengusaha sebagaimana yang dinyatakan oleh Wijayanto Samirin, "Saya dengar langsung dari banyak pengusaha, mereka mulai putus asa, membiarkan bisnisnya berakhir dan bersiap jadi trader produk asing, khususnya barang-barang China, karena pasti untung dan minim risiko. Kita memasuki era lampu kuning industri manufaktur Indonesia," ujarnya. (Kompas.com, 30/9/2024)
Maraknya Gelombang PHK
Maraknya PHK adalah akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara yang menggunakan sistem kapitalisme. Kapitalisme memandang pekerja merupakan salah satu dari faktor produksi sehingga ketika perusahaan mengalami masalah, maka jalan mudahnya dengan memberhentikan pekerja untuk meringankan biaya produksi. Kapitalisme juga menganut prinsip ekonomi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya, menjadi salah satu penyebab PHK semakin marak.
Selain itu, sistem ini juga menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai. Lepasnya tanggung jawab negara tampak pada kebijakan yang memberlakukan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan PP Nomor 35 Tahun 2021 aturan turunannya yang membuat para pengusaha mudah melakukan PHK. Posisi buruh menjadi semakin lemah sedangkan posisi pengusaha semakin kuat, dikarenakan adanya legalitas mengenai outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sunarto bahwa PHK buruh saat ini lebih mudah karena pemberlakuan secara hitung-hitungan nilai pesangon saat ini makin kecil. Posisi bargaining pesangon buruh makin minim dan makin hilang. Artinya, pengusaha berani melakukan PHK buruh, karena dilegitimasi oleh Omnibus Law Cipta Kerja. (Tempo.co, 5 Agustus 2024)
Imbas PHK yang Tidak Terkendali
Banyaknya jumlah pekerja atau buruh yang terkena PHK menjadi persoalan baru yang mengkhawatirkan. Hal ini tidak hanya pada pekerja yang terkena PHK, namun juga untuk generasi muda selanjutnya akibat dari kurangnya lapangan pekerjaan, khususnya di sektor formal.
Kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh negara menjadi persoalan besar bagi masyarakat hari ini, karena berimbas pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada rumah tangga. Sementara setiap orang pasti memiliki impian untuk sejahtera terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papannya secara baik. Bahwasanya, ini semua hanya sekadar mimpi yang tak mungkin terwujud dalam sistem kapitalisme hari ini yang rusak dan merusak.
Jaminan Pekerja dalam Islam
Islam memandang pekerja sebagai manusia yang harus dipenuhi tidak hanya pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan saja, tetapi juga kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanannya. Sehingga negara dengan sistem politik dan ekonominya akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, agar setiap laki-laki dewasa dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari)
Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat menjadi tanggung jawab negara sebagaimana negara juga berkewajiban untuk memberikan jaminan sosial bagi setiap warga negara. Negara juga membuat regulasi di bidang pidana, perdata, keuangan, dan sebagainya dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan untuk mewujudkannya. Kebutuhan perlindungan hukumpun diatur sesuai dengan prinsip pemenuhan kebutuhan, sehingga ketika ditemui ada warga negara yang tidak terpenuhi kebutuhan dasar hidupnya dapat melaporkannya ke pengadilan, agar mendapatkan jaminan pelaksanaan atas prinsip tersebut.
Demikianlah Islam mengatur dengan sistem politik dan ekonominya untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bingkai Khilafah, sistem pemerintahan terbaik sepanjang masa. Wallahualam bissawab.
Nurseha Sapri, S.Pd.
0 Komentar