Tangsel Galakkan Cetar, akankah Tawuran Kelar?




Reni Tri Yuli Setiawati

(Penulis dan Aktivis Dakwah) 



#Tangsel — Polsek Pondok Aren berkeliling ke enam sekolah dalam kegiatan Police Goes to School yang bertujuan untuk menyosialisasikan program Kapolres Tangerang Selatan yakni "Cegah Tawuran Antarpelajar (Cetar)". (Tangselpos.id, 28/10/2024)

Pada kesempatan tersebut, Kapolsek Pondok Aren, Kompol Muhibbur memberikan materi terkait pencegahan aksi tawuran antarpelajar, lantaran akhir-akhir ini tawuran antarpelajar marak terjadi. Sekolah-sekolah yang dikunjungi oleh Polsek Pondok Aren yakni SMK Utama, SMAN 5, SMP/SMA Arif Rahman, SMK Bahagia, SMPN 12, dan SMK Kebangsaan Pondok Aren.

Program Cetar sendiri telah diinisiasi oleh Kapolres Tangerang Selatan (Tangsel) yang dalam pelaksanaannya berkolaborasi dengan PJS Walikota Tangerang Selatan dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Tangsel. Pelaksanaan deklarasi anti tawuran pelajar Kota Tangsel bertempat di Global Islamic School, Serpong, Kota Tangsel, Rabu (23/10), yang dihadiri perwakilan guru serta pelajar dari 51 Sekolah terdiri 31 SMP, 20 SMA/SMK, negeri maupun swasta di Kota Tangsel. (mediaindonesia.com, 24/10/2024)

Pihak kepolisian berharap dengan adanya program ini, seluruh pihak terkait hingga masyarakat dapat bekerja sama dan berkolaborasi melalui berbagai upaya kegiatan untuk mencegah terjadinya aksi tawuran yang dapat memakan korban jiwa.


Penyebab Tawuran

Kegiatan Police Goes to School dalam program Cetar yang dilakukan oleh Polsek Pondok Aren patut diapresiasi dan didukung sebagai bentuk penanganan masalah. Tangerang Selatan sebagai kota berpredikat Kota Layak Anak memang masih rawan tawuran antarpelajar. 

Tak tanggung-tanggung, aksi tawuran di Tangsel telah banyak merenggut korban jiwa maupun luka-luka. Aksi tawuran pelajar terakhir yang merenggut nyawa terjadi pada Jumat, 11 Oktober 2024 malam di kawasan Pondok Aren, yakni antarpelajar SMA Negeri 4 versus SMA Negeri 10 Kota Tangsel.

Menyelisik penyebab aksi tawuran pelajar ternyata multifaktor, mulai dari keadaan ketakwaan individu pelajar, kepekaan sosial, kurikulum pendidikan yang mencetak kepribadian pelajar, hingga sanksi yang diterapkan kepada pelaku aksi tawuran, apalagi jika sampai menimbulkan korban jiwa. 

Ketakwaan individu merupakan konsep mendasar dalam pembentukan karakter manusia. Ketakwaan individu akan menjadi pengendali seseorang dalam aktivitasnya. Sangat kecil kemungkinan seseorang akan menganiaya orang lain ketika dia menyadari rasa sakit andai dirinya dianiaya. Rasa takut menyakiti karena ada Sang Khalik yang akan mengawasinya, mencatat setiap amalnya, dan memberikan reward and punishment dalam setiap amalnya. Dia tidak akan mau disakiti, maka dia pun takingin menyakiti.

Ketakwaan individu dibentuk pertama kali di dalam institusi kecil keluarga. Anak-anak harus mendapatkan atensi penuh dari kedua orang tua. Penanaman dan pengokohan akidah sedari dini adalah fokus utama yang harus diberikan. Menggambarkan visi misi besar seorang muslim sudah ditancapkan sejak awal. Sehingga setiap diri anak mulai terpola islami pemikiran dan sikapnya dalam kehidupan sehari-hari. 

Kepekaan sosial pun sangat penting mencegah tawuran antarpelajar. Masyarakat yang sehat akan memiliki alarm indikator ketika akan ada aktivitas mencurigakan dan mengarah pada kriminalitas. Masyarakat tidak akan membiarkan anak-anak nongkrong tidak jelas tujuannya atau saat mulai terjadi kasak-kusuk kriminalitas, harus segera diambil tindakan pencegahan. Begitu pun di lingkungan tinggal masing-masing, masyarakat bisa menyediakan waktu dan tempat agar anak-anak bisa menyalurkan energi besarnya dengan aktivitas positif. Misalnya tempat berdiskusi di masjid dengan arahan ustaz, menyediakan berbagai macam fasilitas olahraga, mengadakan buku-buku berkualitas untuk menambah referensi informasi yang bemanfaat. Sehingga meminimalisir waktu terbuang percuma.

Kurikulum pendidikan sebagai salah satu unsur pembentuk karakter siswa, tentu sangat besar pengaruhnya. Diakui atau tidak, kurikulum di Indonesia masih bernuansa dan berkiblat ke Barat (sekuler). Kurikulum pun saat ini semakin mempersempit ruang agama untuk berperan utama membangun karakter. Sekolah hanya fokus pada capaian numerik, literasi, sains, dan kemandirian digital. Sementara adab dan akhlak sebagai wujud syariat tak diberi tempat sebagai ruh pendidikan. Daya nalar dan kekritisan pun dikebiri. 

Sanksi, baik menerapkan sanksi kepada objek pelaku maupun jenis sanksi itu sendiri tidak mumpuni selama ini. Sanksi yang pernah dilakukan tak menimbulkan efek jera berarti. Kesalahan lainnya adalah saat anak SMP dan SMA dianggap sebagai anak-anak yang seolah belum balig, sehingga sanksi mereka dianggap seperti anak kecil dengan sidang tertutup. Padahal sebagian besarnya sudah balig. Sehingga sanksi paling tepat adalah menerapkan kisas.


Eskalasi Program

Cetar yang diharapakan menjadi program penuntasan tawuran antarpelajar di Kota Tangsel akan bisa sukses jika penyebab yang multifaktor tersebut dijalankan simultan dengan dukungan semua pihak dan berdasarkan konsep sistem yang sempurna. Sekularisme yang telah mendarah daging di kehidupan kamu muslim, membuat standar dan aturan hidup didasarkan pada kesepakatan dan kehendak manusia. Standar hidup bukan lagi kepada Islam yang telah Allah turunkan untuk mengatur kehidupan manusia. 

Para pelajar yang notabenenya adalah pemuda penuh potensial hidup harus diarahkan dengan standar hidup Islam. Hal ini sejalan dengan slogan Kota Tangsel, yaitu Cerdas, Modern, dan Religius. Mereka harus menjadikan Islam sebagai kepemimpinan berpikir sebagai dasar utama berkehidupan sekaligus perubahan dan kebangkitan Islam. Konsep ini bukan hanya akan menghilangkan tawuran antarpelajar lagi, tetapi akan menjadikan para pelajar ini mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Para pelajar akan memiliki ketinggian akhlak dan daya adaptasi tinggi untuk menghadapi isu globalisasi, ekonomi, budaya, informasi, dan politik dunia. 

Tak ayal, Kapolres Kota Tangsel dan jajarannya beserta pemangku pemerintahan lainnya niscaya akan mampu memberikan ruang besar untuk para pelajar menjadi generasi cemerlang tumpuan bangsa dan agama, yaitu dengan bertolok ukur pada Islam. 


Kesuksesan Islam

Islam telah sukses mencetak bukan hanya para pemuda, tetapi juga anak-anak dan orang tua. Tetapi pemuda menempati posisi Istimewa. Dikatakan bahwa pemuda adalah kekuatan di antara dua kelemahan, sebagaimana kalam Allah Swt. di dalam surah ar-Rum ayat 54:

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa."

Pemuda harus disalurkan potensi terbaiknya dengan maksimal. Atensi orang tua yang maksimal, tentu orang tua tidak hanya disibukkan mencari materi untuk membiayai berbagai kebutuhan yang terus merangkak mahal. Berbagai fasilitas di lingkungan tinggal juga membutuhkan kepedulian masyarakat dan tentu saja biaya. Begitu pun dengan konsep kurikulum pendidikan yang harus dialihkan ke pendidikan Islam, agar mampu mencetak generasi ala Rasulullah dahulu mendidik pemuda. 

Sanksi dalam setiap penyelesaian persoalan adalah komponen terakhir yang sangat penting. Unsur jera dan memberikan efek jera kepada nonpelaku menjadi hal pokok dalam penerapannya. Jika tawuran yang sampai menghilangkan nyawa orang lain atau membuat cacat permanen hanya diganjar hukuman penjara yang minimalis, tentu hal ini tak akan berdaya mencegah kejahatan serupa. Hanya Islam saja yang berkeadilan dalam menerapkan sanksi.

Bayangkan jika ada seseorang membunuh, kemudian dikenakan sanksi dibunuh, apakah akan ada orang yang dengan mudahnya menghilangkan nyawa orang lain? Maha benar Allah dalam firmannya surah al-Baqarah ayat 179.


Khatimah

Aksi Kepolisian Kota Tangerang Selatan dalam program Cetar patut didukung, dan harus lebih ditingkatkan pada solusi komprehensif, karena penyebab tawuran antarpelajar adalah multifaktor. Faktor terpenting tentu saja atmosfer kehidupan saat ini yang didominasi oleh sekularisme. Corak sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sulit diharapkan untuk membentuk pelajar berkarakter mulia, beradab, dan saleh.

Jika sekularisme menafikan terbentuknya pelajar saleh, maka harapan itu memang hanya ada pada Islam. Islam sebagai agama sempurna, penyempurna risalah sebelumnya, harus menjadi pengatur utama kehidupan. Bukan hal sulit membentuk generasi saleh dan pemangku kehidupan mulia, karena Rasulullah telah membuktikan bagaimana Islam membentuk karakter Sahabat. Maka kita pun wajib meniru langkah-langkah Rasulullah untuk mencetak pelajar sebagai pemuda yang akan mengemban kepemimpinan berpikir Islam.[]



Posting Komentar

0 Komentar