Rini Sarah
(Aktivis Dakwah)
#Remaja — Sobi, mau tanya boleee? Bole aja ya. Masih ada ga di antara kalian yang suka malas sekolah? Lalu berujung mabal? Kalo ngga, tetep sekolah sih tapi males-malesan? Ada? Pasti ada aja ya. Kalau salah satunya adalah kalian, fixed kalian harus maen lebih jauh. Scroll medsosnya jangan konten Kpop aja. Coba jarinya dipake ngetik berita-berita tentang anak putus sekolah atau ga bisa sekolah sama sekali. Biar kalian auto bersyukur dengan kondisi kalian yang masih bisa sekolah. Palagi klo sekolahnya di sekolah yang bagus. Bae-bae dijage ya ntu nikmat dari Yang Mahakuase.
Karena ape? Karena ga semua orang di negara Indonesia Raya ini bisa menikmati belajar di sekolah. Sempet liat kasus yang lagi viral tentang tiga orang anak SD yang disuruh pulang dari sekolah karena orang tuanya nunggak biaya sekolah? Kasian ya ade-ade itu pulang sambil nangis.
Trus, klo fakta itu masih kurang, coba kita lihat data berapa jumlah anak Indonesia yang putus sekolah. Menurut organisasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) terdapat 3.094.063 anak Indonesia yang tidak sekolah. Perinciannya pada tiap jenjang, yaitu tingkat SD sebanyak 161.441 anak, tingkat SMP sebanyak 688.311 anak, dan SMA sebanyak 2.244.311 anak. Data ini diakui oleh JPPI hasil dari pengolahan data BPS. (beritasatu.com, 3/5/2024)
See, banyak banget kan saudara-saudara kita yang ga bisa akses pendidikan secara formal. Alasan mayoritasnya karena ga sanggup bayar biaya pendidikan. Emang selayaknya kita yang masih bisa sekolah ini bersyukur. Salah satu tanda syukur itu belajar dengan serius dan sabar dalam menempuh prosesnya. Soalnya sebeharga itu kesempatan bersekolah.
Pupus
Ketika sekolah putus, pasti ada yang pupus. Salah satunya adalah harapan menjadi insan yang lebih baik di masa depan. Soalnya anak tidak sekolah itu bisa mengalami gangguan psikologi. Misal jadi minder (insecure), stress, depresi. Trus mereka juga jadi gak punya cita-cita, arah hidup, motivasi, dan kepercayaan diri.
Itu baru dari segi psikis, dari segi sosial, anak tidak sekolah juga rentan mengalami diskriminasi dan di-bully lingkungan. Trus dalam bidang ekonomi juga anak tak sekolah ini kayanya akan lebih sulit bersaing untuk dapat pekerjaan bergaji besar ato terjun ke dunia bisnis. Mereka ga punya keahlian dan wawasan dalam dunia bisnis juga pasti kureng. Ya paling jadi tenaga kerja berupah rendah bahkan kerja serabutan. Etapi, yang bisa kerja kayanya masih lebih beruntung ya, Sobi. Kan ada juga anak yang gak sekolah itu malah menggelandang di jalanan. Kasian. Padahal mereka itu aset bangsa, penerus tongkat estafet pengelolaan negara.
Ngomong-ngomong soal bangsa, tingginya anak ga sekolah ini juga pasti akan ngaruh besar pada nasib bangsa ke depan. Gimana bangsa mau maju klo kualitas SDMnya kureng begini? Mau jadi negara emas gimana kalo kualitas generasinya bikin cemas? Yang ada boro-boro bisa bersaing dengan negara lain, ngurus negara sendiri aja ga mampu karena kurang ilmu. Ya udahlah kita jadi bangsa madesu (masa depan suram).
Biar Ga Putus
Sobi, perkara putus sekolah bagi generasi adalah masalah besar. Karena apa? Karena dampak yang ditimbulkannya bukanlah hal receh semata. Nyangkut masa depan bangsa, lho. Oleh karena itu, kita udah seharusnya menaruh kepedulian atas perkara ini. Kita harus mulai mengurai kenapa ini bisa terjadi, lalu kita cari solusi yang bisa menuntaskannya. Jangan diem-diem bae lalu berlindung pada kalimat, “ah aku mah apa atuh, cuma bubuk rengginang di kaleng Kh*n G**n.”
Kalo dirunut kenapa banyak anak putus sekolah itu karena emang ga bisa bayar biaya sekolah. Pirtinyiinnyi, kenapa buat sekolah itu kita harus bayar? Karena yang namanya proses belajar mengajar itu bisa terlaksana kalo ada dana. Belajar kan harus ada sarana dan prasarana, sepeti gedung, laboratorium, kursi, papan tulis, dan lain-lain. Udah gitu perlu juga biaya operasional, seperti gaji guru dan petugas sekolah lainnya, bahan ajar juga kan perlu dibeli. Listrik, air yang dipakai sekolah juga ga gratis kan? Semua kudu dibayar pake uang bukan pake daun.
Nah, yang jadi masalah siapa sih yang seharusnya bayar? Dalam sistem hidup yang diterapkan saat ini, ideologi kapitalisme, pembiayaan pendidikan itu diserahkan pada rakyat bukan negara. Negara mah ngatur aja pake undang-undang biar pembiayaan pendidikan diserahkan ke rakyat itu jadi legal. Trus, kalo ada anggaran dari negara pun jatohnya minimalis, gak semua jadi free dengan fasilitas mumpuni. Untuk saat ini, pendidikan dasar (SD dan SMP) katanya gratis. Pada faktanya yang gratis itu cuma SPP, yang lainnya mah tetep bayar. Karena ada yang namanya konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Jadi sekolah bisa minta pungutan ke ortu lewat Komite Sekolah gitu, Sobi. Kalo mau disimpulkan mah dalam kapitalisme, siapa yang mau pendidikan ya harus bayar. Kalo ga bisa bayar, ya udah diem aja di pojokan.
Padahal pendidikan itu kan kebutuhan manusia. Pada faktanya kan emang selalu ada orang lemah di antara kita. Mereka ga mampu bila diminta bayar biaya pendidikan yang kian hari kian mahal. Palagi klo mau sekolah di sekolah elite. Biayanya makin selangit. Maka dari itu kita butuh dong sebuah sistem hidup yang menjamin supaya pendidikan dengan kualitas yang prima itu didapatkan oleh berbagai kalangan. Baik sultan, ataupun misqueen.
Sistem hidup yang menjamin pendidikan bisa diakses semua kalangan itu adalah sistem hidup Islam. Islam mensyariatkan bahwa para penguasa harus mengurus semua urusan rakyatnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.” (HR Bukhari)
Pendidikan termasuk dalam perkara urusan umat. Oleh karena itu, negara wajib untuk menjaminnya. Dalam Islam, pembiayaan pendidikan ditanggung oleh negara. Dalil yang menunjukkan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab negara dalam pembiayaannya bisa dilihat dari perbuatan Rasulullah saw.. Beliau meminta pada tawanan Perang Badar yang ga sanggup menebus dirinya untuk ngajarin anak-anak Madinah baca dan tulis sebagai tebusan pembebasan. Khalifah Umar bin Khaththab juga menggaji para guru dari kas negara bukan dari iuran orang tua.
Nah, sekarang pada pinisirin ga, negara Islam dapat uangnya dari mana? Dalam negara Islam yang disebut Khilafah ada semacam APBN yang diberi nama baitulmal. Dari situlah dianggarkan biaya pendidikan. Baitulmal sendiri dapat pemasukan dari tiga pos sebenernya. Tapi untuk dana pendidikan hanya bisa diambil dari dua pos. Pos pertama pos kharaj dan fai (harta kepemilikan negara) dan pos kedua berasal dari pengelolaan harta milik umum seperti barang tambang, dll gitu, Sobi. Trus walau udah ditanggung negara boleh sih rakyat kalo mau wakaf. Insya Allah diterima tapi ga dijadiin andalan.
Nah, kalau begini mah insya Allah ga ada anak putus sekolah. Mau kaya mau miskin semua goes to school. Di sekul juga ga akan ada diskriminasi miskin kaya juga, Sobi. Semua dapat layanan setara dan proper. Mau? Berjuang dulu yuks. Kita hadirkan Khilafah dan syariat di tengah hidup kita. Allahu Akbar!
0 Komentar