#TelaahUtama — Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen. Menurut Wakil Direktur Institute Development of Economics and Finance, Eko Listiyanto, target ini ambisius tetapi penting untuk dicapai (rri.co.id, 24/10/2024). Namun, menurut sang adik, Hashim Djojohadikusumo angka delapan persen yang ditetapkan Prabowo adalah batas minimum. Karena sebetulnya yang diinginkan adalah 10% (cnnindonesia.com, 24/10/2024).
Di sisi lain, Penasihat Khusus Presiden Urusan Ekonomi, Bambang Brodjonegoro, merespon bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen sulit dicapai Indonesia di tengah pertumbuhan ekonomi global yang menurun. Oleh karena itu, Bambang menilai, penerapan teknologi dalam melakukan transisi energi sangatlah penting agar Indonesia bisa mencari solusi dari tantangan tersebut. Bambang juga mengingatkan Indonesia tidak boleh hanya menjadi sebatas negara yang hanya mengonsumsi teknologi dari luar. Indonesia harus bisa memahami dan memodifikasi teknologi yang memang diperlukan ke depannya.
Memiliki optimisme seperti itu wajar dan sah-sah saja. Namun, yang harus diingat bahwa Indonesia terlanjur dibentuk oleh pendidikan kolonialisme yang melahirkan watak inferior. Belum lagi warisan masalah yang ditinggalkan rezim-rezim sebelumnya.
Problem yang dihadapi masyarakat saat ini satu sama lain saling berkelindan, seperti benang kusut yang semakin hari semakin sulit diuraikan. Jadi, kalau pemerintahan saat ini ingin menggapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, perlu juga membenahi sistem kehidupan lain yang meliputi pendidikan, kesehatan, terutama sistem politiknya. Sistem ekonomi kapitalisme sekuler telah lama membelenggu Indonesia dalam jurang kehancuran. Sehingga, alangkah baiknya penguasa dan masyarakat Indonesia sama-sama melakukan evaluasi terhadap solusi terbaik dari segala krisis multidimensi yang menggelayuti bangsa saat ini.
Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya muslim, hendaknya bangsa Indonesia kembali pada konsekuensi syahadat dengan menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman hidup. Karena sesungguhnya Islam adalah sebuah sistem hidup yang tidak hanya mengatur urusan ibadah semata. Namun, mengatur kehidupan termasuk sistem pemerintahan. Sistem kepemimpinan Islam sejatinya menjadi satu-satunya harapan karena sistem ini lahir dari asas akidah yang lurus dan sesuai fitrah penciptaan. Sistem Islam juga melahirkan pemimpin yang amanah, bertanggung jawab, serta sangat diharapkan oleh manusia dan seluruh makhluk.
Nabi saw. bersabda yang artinya, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Terkait target pertumbuhan ekonomi yang melesat, sesungguhnya Islam memiliki solusi. Dalam aturan Islam, parameter kesejahteraan didasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok individu, yaitu sandang, pangan, dan papan. Bukan hanya angka pertumbuhan ekonomi yang bersifat global. Kesejahteraan ala sistem Islam adalah riil, bukan sekadar di atas kertas.
Sebaliknya, program mengentaskan orang miskin yang saat ini digencarkan justru dirasa hanya pepesan kosong belaka. Walhasil, tampak jelas bahwa kemiskinan di negeri gemah ripah loh jinawi ini bersifat struktural, yakni kemiskinan akibat penerapan sistem yang buruk. Sistem yang tidak mampu menyejahterakan rakyat yang justru memperkaya para pemodal dengan dukungan penguasa dan oligarki.
Perekonomian dalam Islam harus mandiri dan memiliki integritas yang tinggi. Mata uang yang digunakan juga bukan uang kertas seperti saat ini, melainkan emas dan perak. Sehingga, sistem perekonomian Islam tangguh dan tidak bergantung pada negara mana pun.
Adapun dengan penggunaan teknologi dan digitalisasi, Islam memandang bahwa kedua komponen tersebut berperan dalam memberikan kemudahan bagi kehidupan dan pelayanan untuk rakyat. Apabila teknologi dan digitalisasi hanya diberdayakan untuk ekonomi, tentu sama halnya dengan paradigma kapitalisme saat ini.
Penguasa dalam sistem Islam akan memprioritaskan teknologi berbasis kebutuhan agar tepat guna. Bukan sekadar untuk bisnis dan cuan. Contohnya, teknologi yang berkaitan dengan air, yang dirintis para insinyur muslim baik untuk menaikkannya ke sistem irigasi ataupun menggunakannya untuk menjalankan mesin giling. Dengan mesin ini, setiap penggilingan di Baghdad abad 10 sudah mampu menghasilkan 10 ton gandum setiap hari. (Media Umat)
Aturan Islam tidak hanya untuk kebaikan manusia saja melainkan untuk alam semesta. Oleh karena itu, penggunaan teknologi dan energi sangat mempertimbangkan dampaknya terhadap keseimbangan lingkungan. Jika pun melakukan modifikasi atau transisi energi, maka pemimpin dalam sistem Islam akan sangat memperhatikan dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan.
Allah Swt. berfirman yang artinya, "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik." (QS al A'raf: 56)
Islam mengoptimalkan semua potensi sumber-sumber pendapatan negara. Seperti sektor perdagangan, pertanian, kepemilikan umum, dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan kapitalisme yang hanya berpatokan secara rigid pada pajak. Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam semua riil, tidak ada yang namanya sektor non riil (saham, obligasi, reksadana, deposito) seperti dalam sistem kapitalisme yang membuat ekonomi hancur.
Negara juga wajib memfasilitasi rakyat untuk mengelola sumber daya alam. Negara memberi prioritas utama kepada rakyat, bukan asing. Sehingga, kekayaan alam bisa dikelola secara maksimal dan didistribusikan secara merata untuk pemenuhan kebutuhan rakyat. Sistem Islam tidak bergantung pada investasi yang membuat harga diri negara dan rakyat terinjak-injak seperti saat ini.
Oleh karenanya, jika penguasa saat ini ingin menjadi pemain utama maka harus ditopang dengan sistem politik yang benar dan kokoh. Tentunya, hanya dengan sistem politik Islam yang telah mengukir sejarah menjadikan negara pengembannya menjadi adidaya yang terbukti sukses sebagai mercusuar peradaban, yakni Khilafah.
Jika kita tidak ingin terus-menerus menjadi target pasar bagi kapitalis, negara harus mewujudkan sistem mumpuni dan antipenjajah. Tentunya, Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya sangat bisa menjadi negara yang kuat, mandiri, dan memimpin peradaban masa kini. Teknologi dan digitalisasi akan tepat guna dan berkah tatkala penguasa dan rakyatnya menjadikan Islam sebagai satu-satunya sistem politik pemerintahan dalam negara Khilafah Islamiah. Wallahu alam bishawab.[]
0 Komentar