Huda Reema Nayla
(Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok)
#Depok — Negeri Tiongkok memang patut diacungkan jempol dalam hal inovasi. Ragam inovasi sudah dilakukan, bahkan produk hasil inovasinya mampu bersaing di tengah masyarakat dunia. Salah satunya, produk otomotif bernama Wuling yang ternyata mampu memikat hati masyarakat. Namun, ada juga produk yang cukup menggegerkan dari ragam inovasinya, yakni Program Sister City.
Sister city adalah konsep kerja sama antara dua kota atau daerah yang berbeda secara geografis, administratif, dan politik untuk menjalin hubungan sosial dan budaya. Sister city juga dikenal sebagai Kota Kembar. Kabar baik ini diterima masyarakat Depok secara sukarela dan terbuka, mengingat Depok merupakan kota yang berkembang secara pesat dari waktu ke waktu.
Tentu, kerja sama yang terjalin bukan sembarang kerja sama. Banyak investor dari negeri tirai bambu ingin berinvestasi di tengah masyarakat Depok yang sudah mulai gulung tikar karena mahalnya biaya sewa tempat. Misalnya di Margonda, untuk satu tahunnya berkisar 72 juta. Sehingga, bila para investor ini berhasil melakukan investasi bisa dipastikan Depok akan dipenuhi oleh warga negara asing dari Cina.
Benar sekali, seperti yang dilansir radardepok.com, Jumat, (1/11/2024), DPRD dan Pemkot Kota Depok menerima kunjungan Pemerintah Tianjin Cina, guna membahas berbagai kerja sama dalam pembangunan kota terutama soal perdagangan dan pendidikan maupun teknologi. Seperti yang diungkap Ketua DPRD Kota Depok, Ade Supriyatna bahwa DPRD dan Pemkot Depok menyambut baik Dinas Komunikasi dan Teknologi Kota Tianjin Cina yang ingin menjajaki kerja sama dengan Kota Depok. DPRD Kota Depok juga menggandeng Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok yang juga memiliki program kerja sama yang dinamakan Sister City. Bahkan menurutnya, dalam hal perdagangan, banyak pengusaha asal Cina yang ingin berinvestasi dan berbisnis di Kota Depok.
Jika dilihat, Program Sister City di bawah wewenang Bappeda, sejatinya merupakan pintu masuk penjajahan gaya baru atau neokolonialisme. Kerja sama di bidang perdagangan dan IT antara Tianjin Cina dan Depok pastinya akan membuat Cina lebih dominan dengan segala kepentingannya. Hal ini sudah dibuktikan di banyak negara, salah satunya Srilanka.
Neokolonialisme ini hadir dalam bentuk ketergantungan ekonomi, penawaran utang atau investasi, hingga bantuan pembangunan dari Cina. Tentu pada akhirnya, Depok akan merugi dan kemudian tunduk hanya sebagai pasar juga sebagai pelaksana program yang telah disepakati demi melayani kepentingan Cina sebagai negara maju. Pastinya, Cina akan memperoleh manfaat yang jauh lebih besar karena posisi dominannya dalam hal teknologi, sumber daya keuangan, dan pengaruh politik untuk mengontrol atau mengarahkan kebijakan pemkot sesuai dengan kepentingannya.
Ke depannya, bisa dipastikan Depok akan disetir oleh Cina dan tidak memiliki kemandirian dalam segala hal. Bila pada awalnya hanya dalam bidang perdagangan dan IT, maka selanjutnya Cina akan merambah pada pendidikan, transportasi hingga tata letak kota. Ini adalah suatu kemunduran yang sedang terjadi pada negeri ini.
Kasus seperti ini adalah kasus yang wajar terjadi pada negeri yang mengadopsi sistem kapitalisme. Pandangan hidup berbasis pada materi. Negara pemilik materi akan mampu menghegemoni negara yang kurang secara materi. Ketergantungan seperti ini yang dijajakan negara Cina pada Indonesia, khususnya di Depok.
Pemilik materi di dunia ini akan memiliki kuasa menetapkan aturan hingga bebas menekan suatu negara agar tidak bisa merdeka secara hakiki. Untuk bisa merdeka secara hakiki, tentu harus ada kehendak politik dengan mengembalikan pengaturan negeri ini kepada Sang Khalik, yang sejatinya sudah memberikan seperangkat aturan lengkap mengatur negara, yakni dengan Islam, agama sekaligus ideologi.[]
0 Komentar