Anggaran Miris Program Makan Bergizi Gratis

 



Sarah Adilah Wandansari

 

 

#Tangsel — Presiden Prabowo telah mengumumkan kepastian anggaran makan bergizi gratis (MBG). Semula biaya yang telah dianggarkan adalah Rp15.000, kemudian turun menjadi Rp10.000 per anak dan ibu hamil. Prabowo berdalih penurunan anggaran menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Pelaksanaan program yang menyasar 82,9 juta penerima di seluruh Indonesia ini digadang-gadang dapat menghabiskan 800 miliar per hari. Bahkan, jika diterapkan secara penuh maka anggaran yang dikeluarkan negara mencapai 400 triliun (Tempo.co, 03/12/2024).

 

Berdasarkan penetapan anggaran tersebut, banyak kalangan mempertanyakan perihal kemungkinan anggaran Rp10.000 benar-benar dapat mencukupi kebutuhan nutrisi serta mencegah stunting. Beberapa ahli gizi pun angkat bicara untuk merespon nominal tersebut.  Mereka memandang nominal tersebut minim untuk dapat memberantas stunting. Bahkan, Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyatakan bahwa rata-rata biaya yang ideal untuk memenuhi gizi seimbang dalam satu kali makan berkisar antara Rp20.000 hingga Rp30.000 (Tirto.id, 03/12/2024).

 

Menilik Tujuan Program

Pencegahan terhadap stunting sendiri meliputi dua aspek yaitu lingkungan dan genetik. Artinya, pemerintah sedang berusaha memainkan peran untuk mencukupi kebutuhan gizi dari dua aspek tersebut sehingga tidak menimbulkan permasalahan gizi buruk di masa mendatang. Tentu saja program ini layak dinilai sebagai program andalan karena merupakan investasi jangka panjang negara bagi terciptanya sumber daya manusia yang produktif dan berkualitas. Namun, dengan kalkulasi demikian, tujuan utama dari pembangunan manusia dapat sirna karena jauh dari kualitas program. Oleh karenanya, jika kebijakan ini dipandang dari sudut pandang rakyat, tentu anggaran seharusnya tidak menjadi soal. Terlebih lagi, program ini adalah upaya pemerintah memenuhi kebutuhan dasar yang berdampak kepada terciptanya generasi unggul.

 

Sumber Pendapatan Negara yang Tidak Proporsional

Persoalan muncul ketika pemerintah berhadapan dengan kepentingan lain yang dominan menyerap anggaran negara. Sebagai pengeluaran negara, program-program negara seperti MBG pastinya sangat bergantung pada pemasukan. Walaupun program ini masuk dalam prioritas pembangunan 2025 pada prioritas bidang kesehatan, seperti yang tertera dalam dokumen nota keuangan beserta rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2025, tidak lantas membuat pemerintah menaruh keseriusan penuh pada program ini. Artinya, pemerintah akan menaruh prioritas lain disamping program MBG, serta berpotensi untuk mendahulukan program-program yang mengandung nilai ekonomis dibandingkan sosial.

 

Sementara itu, mengutip dari dokumen yang serupa, pendapatan negara masih menjadikan pajak tulang punggung pemasukan negara. Sementara pendapatan non pajak misalnya kategori sumber daya alam justru tidak dioptimalkan. Dilaporkan, pendapatan negara dari sumber ini hanya menyumbangkan tidak lebih dari 13 persen setidaknya selama 3 tahun terakhir, padahal optimalisasi sangat mungkin mengingat kekayaan alam Indonesia yang signifikan. Terang saja, program-program penting tidak dapat dicukupi karena pengelolaan pendapatan negara tidak efektif.

 

Pemenuhan Hak Sehat dalam Islam

Pembahasan mengenai program MBG ini merujuk kepada bagian dari pengaturan Islam dalam urusan kesehatan. “Siapa saja berada di pagi hari sehat jasadnya, aman di komunitas dan dia memiliki makanan harinya itu maka seolah-olah dunia telah dia peroleh.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad yang dinilai hasan oleh al-Albani)

 

Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersunguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan Allah (dalam segala urusanmu) dan janganlah sekali-kali engkau merasa lemah…” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan An-nasai)

 

Pada dasarnya Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kekuatan diri. Salah satunya kuat secara fisik. Dengan begitu, aktivitas ibadah lebih mudah dijalankan. Namun, cita-cita ini tidak mungkin terwujud jika tidak ada peran dari segala sisi baik individu dan negara.

 

Menjaga kekuatan fisik merupakan sesuatu yang dibebankan kepada masing-masing dari individu. Peran lain yang tidak kalah penting berasal dari negara. Lebih lanjut, peran negara dalam Islam adalah melakukan pemeliharaan kesehatan, yang dimaksud dengan pemeliharaan kesehatan adalah pelaksanaan kesehatan rakyat dengan cara memonitor, menjaga kesehatan rakyat, dan mengatur urusannya sedemikian rupa sehingga terwujud kesehatan fisik dan mental. Pelaksanaan dari pemeliharaan kesehatan ini merupakan tanggung jawab negara Islam dalam hal ini khalifah secara langsung. Syariat menegaskan perkara ini seperti tercantum dalam sabda Rasulullah saw., “Seorang imam (pemimpin) adalah (laksana) penggembala dan dia bertanggung  jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

 

Islam melihat kesehatan sebagai kebutuhan mendasar. Faktor-faktor yang berkaitan dalam mencapai pemeliharaan kesehatan pada masyarakat adalah seperti kelayakan air minum, pangan, kebersihan udara dan lingkungan, nutrisi dan bidang lainnya. Tujuan dari pemeliharaan kesehatan adalah untuk penguatan kesehatan melalui kebijakan di seluruh tingkat negara.

 

Adapun apa yang menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat diambil dari baitulmal. Pendapatan negara tersebut meliputi pendapatan tetap berupa fai, kharaj, jizyah, dan pendapatan dari harta kepemilikan umum dalam berbagai bentuknya. Serta pendapatan dari harta kepemilikan negara seperti usyur, khumus, dan rikaz. Bersandar pada sistem ekonomi Islam, negara akan memenuhi kebutuhan rakyat secara mandiri berikut dengan optimalisasi pengelolaan SDA. Sekaligus memastikan bahwa pengelolaan dan pembelanjaan harta kepemilikan dilaksanakan sesuai dengan sasarannya sehingga tidak ada celah bagi kesalahan pengelolaan yang mengakibatkan kerugian bagi negara.

 

Demikianlah Islam mengatur terciptanya masyarakat muslim yang sehat, selain dari sisi upaya individu, negara amat berperan dalam pemenuhan kesehatan secara menyeluruh, walhasil tercukupinya gizi dalam tubuh merupakan keniscayaan.[]

Posting Komentar

0 Komentar