Atasi Stunting, Butuh Jaminan Kesejahteraan Keluarga oleh Negara



#Bogor — Persoalan stunting masih menjadi fokus perhatian Pemerintah Kabupaten Bogor. Dilansir dari kilasberita.id, prevalensi stunting di Kabupaten Bogor mencapai 27,6 persen, menduduki peringkat kedua di Provinsi Jawa Barat. Pemkab Bogor sudah melakukan berbagai upaya penanganan untuk mempercepat penurunan stunting melalui Rumah Cegah Stunting atau (Ceting) dengan skema pemberian makanan bergizi dan sehat secara intensif selama 30 hari tiga hari sekali. Penjabat (Pj) Bupati Bogor, Bachril Bakri juga meminta dukungan swasta untuk mengintervensi kasus stunting. Ia berharap bantuan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indomarco Prismatama dan PT Sarihusada Generasi Mahardika (SGM) berupa paket sembako dan nutrisi di Kecamatan Tajurhalang dan Bojonggede dapat dilaksanakan di kecamatan lain. (Kilasberita.id, 19/11/2024)


Mengandalkan CSR dari perusahaan swasta untuk untuk penanganan kasus stunting tidak menyelesaikan akar permasalahan. Sebab CSR sifatnya sukarela dan fokus pada citra baik perusahaan, bukan pada kebutuhan jangka panjang yang diperlukan masyarakat. Di samping itu, pemerintah dapat dianggap melepaskan tanggung jawabnya kepada rakyat. 


Persoalan stunting sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Berbicara stunting bukan hanya tentang balita kurang gizi melainkan kondisi keluarga Indonesia secara umum. Sebab, balita adalah bagian dari keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Stunting menjadi permasalahan kronis karena terkait ibu kekurangan gizi saat mengandung, pola asuh keluarga, sanitasi dan ketersediaan pangan dalam keluarga. Sehingga, masalah stunting tidak cukup diatasi dengan upaya praktis saja; seperti memberikan makanan bergizi dan sehat kepada balita gizi buruk tetapi perlu melihat akar permasalahan sesungguhnya yakni kesejahteraan keluarga.


Pemerintah seharusnya memberikan jaminan ketersediaan pangan pada seluruh masyarakat, termasuk balita atau anak. Sayangnya, saat ini masyarakat tidak bisa menjangkau pangan dan kesehatan dengan mudah. Kebijakan pemerintah dipengaruhi kaum kapitalis untuk kepentingan bisnis, bukan semata-mata kepentingan rakyat. Pemerintah mengurus rakyat dengan asas mendapatkan keuntungan bisnis atau menjadi instrumen bisnis. Peran negara hanya sebatas regulator yang mempertemukan kebutuhan pangan dan kesehatan rakyat dengan pihak swasta. Hasilnya, pangan dan kesehatan mahal juga sulit dijangkau masyarakat. Salah satu dampaknya adalah stunting pada balita.


Persoalan stunting benar-benar bisa tuntas jika mekanisme negara mengurusi urusan rakyat menggunakan politik ekonomi Islam. Islam menetapkan Khilafah sebagai penanggung jawab seluruh urusan umat, termasuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, seperti sandang, pangan, dan papan yang layak, serta kemudahan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan.



Dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, Khilafah menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. Sehingga tidak ada satu pun warganya sebagai pencari nafkah yang mampu bekerja dalam keadaan menganggur dan miskin. Sedangkan dalam sistem ekonominya, Khilafah memiliki mekanisme tertentu dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah sebagai kepemilikan umum atau milik rakyat. Negara wajib mengelolanya dan menggunakan hasilnya sebagai modal menyejahterakan rakyat, termasuk jaminan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, kasus stunting bisa diberantas sampai ke akar-akarnya melalui jaminan kesejahteraan dari negara agar setiap keluarga terjamin hidupnya. 


Hanya Islam yang bisa kita harapkan untuk menjadi solusi atas masalah stunting berpijak pada aturan Sang Pencipta (Allah Swt.) dengan menerapkan sistem aturan kehidupan berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.[]


Mitri Chan


Posting Komentar

0 Komentar