Esem Alhusna
#Bekasi — Alam memiliki siklus tersendiri.
Kencangnya angin, besarnya arus ombak hingga pasang surutnya air laut.
Pengikisan tanah di pesisir oleh arus air laut dikarenakan kesimbangan alam
terganggu. Walhasil banjir rob terjadi, air laut menggenangi
sekitarnya sampai kepemukiman.
Dilansir dari laman berita Antara
(19/11/2024). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi
mencatat sebanyak 3.657 kepala keluarga (KK) di wilayah pesisir utara Kabupaten
Bekasi terdampak musibah banjir rob. Sebanyak 3.657 kepala keluarga terdampak
banjir rob yang merendam enam desa di Kecamatan Muaragembong dan Tarumajaya.
Penambangan pasir ilegal; hutan mangrove
yang rusak akibat abrasi laut; konversi lahan oleh masyarakat; ekspolitasi air
tanah yang berlebihan; pemananasan
global dan semua perilaku manusia yang merusak keseimbangan global adalah
penyebab tidak terkendalinya abrasi. Akibatnya, abrasi terjadi seluas 25 hektare
dalam kurun waktu delapan tahun. Pada akhirnya permukiman warga terputus dan
tenggelam. Bukan hanya perekonomian yang terganggu dan fasilitas umum yang
rusak melainkan banyak masyarakat yang meninggalkan wilayah pesisir.
Ketidakjelasan dan tumpang tindih kewenangan
menyebabkan terjadinya perbedaan pemahaman pemanfaatan dan tujuan pemanfaatan
yang mengakibatkan konflik kepentingan sehingga menyebabkan terjadinya abrasi
dan perubahan garis pantai. Menurut prediksi ahli, pada 2045 lebih dari 50
persen luas Kecamatan Muaragembong tergenang air laut.
Benarkah Waterfront City dan Sponge City
Solusi?
Konsep waterfront city dan sponge city
bernuansa lingkungan yang diusung pemerintah merupakan respon dari pemerintah
setempat mengatasi banjir rob. Dekatnya jarak antara pesisir utara dengan
ekosistem logistik pelabuhan Tanjung priok dapat memberikan akses luas ke
negara-negara tujuan ekspor sehingga memungkinkan efisiensi industri sekaligus
memberikan peluang besar bagi sektor industri berorientasi ekspor.
Kebijakan pemerintah berkiblat pada
kepentingan para pemilik modal tidak pada kepentingan kemaslahatan masyarakat.
Dalam hal ini, perlu ada kajian dan kebijakan mendalam baik dari sisi
lingkungan, perhutanan, ekonomi, sosial, serta dampak yang ditimbulkan terkait kendala
status fungsi hutan lindung menjadi kawasan pusat ekonomi. Dengan penerapan sistem
kapitalisme tidak menghantarkan pada perubahan yang mendasar. Namun, memunculkan
berbagai persoalan ruang hidup serta menghasilkan para penguasa yang
prokapital.
Islam Memberikan Solusi Bukan Resolusi
Tugas seorang pemimpin adalah memelihara
seluruh kemaslahatan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Sesungguhnya
pemimpin adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya dan merasa kuat
dengannya." (HR Bukhari dan Muslim)
Islam menawarkan konsepsi bernegara dengan
kepemimpinan yang berfungsi sebagai pelindung. Dalam pelestarian lingkungan,
Islam sudah lama mengenal konservasi yang disebut sebagai “hima” yang memiliki
makna perlindungan atau pembatasan. Nabi Muhammad saw. pernah menyebutkan
tentang hima sebagai tempat yang menyenangkan. Pada masanya, tempat ini adalah
padang rumput yang tidak boleh seorang pun menjadikannya sebagai tempat
menggembala ternak.
Keanekaragaman hayati juga tercakup pada
konsep hima. Islam mengajarkan untuk bertanggung jawab dalam menjaga ekosistem
dan kesimbangan ekologi. Sehingga dalam konsep hima adanya larangan memburu
berlebihan, menebang pohon berlebihan serta pencemaran lingkungan. Islam
mengajak umat untuk bersama-sama menjaga sumber daya alam dengan penuh
kesadaran. Karen itu merupakan tanggung jawab kita sebagai khalifah di muka
bumi.
Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya,
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (TQS al-Baqarah ayat 30)
Wallahualam bissawab.
0 Komentar