Gandeng Lembaga Filantropi, Strategi Hapuskan Kemiskinan Ekstrem

 




Vinsi Pamungkas

(Aktivis Dakwah) 



#Bogor — Pertengahan September lalu, Pemerintah Pusat memberikan penghargaan berupa insentif fiskal kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang dinilai berprestasi dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem di wilayahnya. Sebanyak 130 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 22 kota, dan 99 kabupaten akan menerima insentif fiskal tersebut. Kota Bogor menjadi salah satu dari 130 daerah yang mendapat insentif fiskal sebesar 5–7,2 miliar per daerah. Dana ini diberikan untuk mendukung upaya percepatan penurunan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen. Data Pemerintah Pusat, tingkat kemiskinan ekstrem yang semula 1,12 persen pada Maret 2023, kini turun menjadi 0,83 persen pada Maret 2024. (wapres.go.id, 18/09/2024)


Untuk menjalankan amanat insentif fiskal ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) berkolaborasi bersama lembaga filantropi mengentaskan kemiskinan ekstrem. Program pertama dilakukan di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, tepatnya di Kampung Pabuaran RW 002. Sebanyak 14 kepala keluarga (KK) yang akan diintervensi karena wilayah ini paling tinggi angka kemiskinannya. Bapperida bersama sembilan lembaga filantropi tersebut melakukan intervensi jangka pendek. Mulai dari memperbaiki sanitasi, menyediakan saluran air bersih, memberikan bantuan pendidikan, mengatasi stunting, termasuk mendirikan rumah vokasi untuk meningkatkan ekonomi sirkular Kampung Pabuaran. Program ini hanya berjalan hingga akhir tahun. Dengan anggapan pada akhir tahun, kampung ini telah lepas dari kemiskinan ekstrem. (rri.co.id, 16/11/2024)


Lembaga filantropi yang digandeng Pemkot Bogor merupakan lembaga nonprofit atau lembaga yang tidak mencari keuntungan dalam implementasi program-programnya. Tujuan lembaga filantropi adalah meningkatkan kesejahteraan hidup para penerima bantuannya. Secara sistematis, lembaga filantropi berfungsi menghimpun dana dari para donatur lalu mengimplementasikannya dalam berbagai program bantuan. Dana yang dikumpulkan dapat berasal dari sejumlah cara, seperti galang dana yang dilakukan di jalan lalu lintas, kotak donasi di masjid-masjid, transfer melalui rekening, hingga partnership. (tempo.co, 06/07/2022) 


Jadi, dana untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem ini berasal dari masyarakat. Masyarakat Indonesia memang dikenal sebagai masyarakat yang dermawan. Namun, kedermawanan ini tidak boleh dimanfaatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang menjadi tanggung jawab negara. Jika demikian, pemerintah hanya berperan sebagai regulator, pembuat aturan untuk menghubungkan antara rakyat yang berperan sebagai pemberi dengan rakyat yang menjadi penerima. Dengan alasan permasalahan yang terjadi di masyarakat harus diselesaikan dengan kerjasama berbagai pihak yang saling bersinergi. Ini hanya alasan yang dibuat-buat agar pemerintah berlepas tangan dari kewajibannya. Maka, rasanya tidak perlu ada pemerintah jika yang dikerjakannya hanya pekerjaan sebuah yayasan.


Pada realitasnya, seperti inilah cara kerja pemerintah di sistem kapitalisme. Pemerintah hanya berperan sebagai penghubung. Tidak benar-benar mengurusi kebutuhan rakyatnya. Hal yang tidak masuk akal jika kita masih berharap pada sistem yang membebani rakyat ini. 


Kemiskinan ekstrem ini terbentuk secara sistemik. Artinya, sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin. Sebab, pemerintah memberikan banyak beban kehidupan yang berat. Mulai dari pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, hingga beban pajak yang beragam. Penghasilan masyarakat hanya untuk bertahan hidup. Kesulitan untuk membeli rumah, kendaraan, dan lainnya tetap terasakan. Apalagi, untuk menabung demi persiapan di masa tua. Pemerintah sama sekali tidak memberikan perlindungan atas kehidupan rakyatnya. Telah banyak rakyat yang mati karena kelaparan, karena sakit yang tidak mampu membayar pengobatan, dan sebagainya.


Kondisi ini tidak bisa dibiarkan tetapi harus diubah dengan berhijrah ke sistem yang mampu menjamin kehidupan masyarakat. Menjamin pendidikan, kesehatan, transportasi, energi (listrik, BBM) yang murah bahkan bisa gratis tanpa dibatasi waktu. Sistem yang dimaksud adalah sistem Khilafah yang berasas pada akidah Islam dengan menerapkan seluruh syariat Islam. Sistem yang dibuat oleh yang Mahakuasa, Allah Swt.. 


Hilangnya kemiskinan bukan hal yang mustahil untuk negara bersistem Khilafah. Karena dalam sistem Khilafah, ada mekanisme pengaturan kepemilikan harta. Harta pada dasarnya secara keseluruhan adalah milik Allah. Manusia hanya diberi hak oleh Allah untuk memanfaatkannya. Berdasarkan aturan Allah, kepemilikan harta dibagi menjadi tiga, yaitu: 


1) Kepemilikan Umum

Yaitu Harta milik umum (rakyat) yang pengelolaannya dilakukan oleh negara dan hasilnya sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Yang termasuk harta milik umum adalah minyak, gas alam, barang tambang, hutan, sungai, laut, jalan, dan lainnya. Rasulullah saw. bersabda:


الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاء فِى ثَلاَثٍ: فى الْكَلإ وَالْمَاء وَالنَّارِ

“Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api” 

(HR Abu Dawud)


Hasil tambang, minyak, dan gas untuk bahan bakar diberikan secara gratis atau hanya mengganti uang produksi (tanpa mengambil keuntungan) kepada seluruh rakyat tanpa memandang kondisi finansialnya. Kaya atau miskin mendapat hak yang sama. Demikian pula dengan batubara yang menjadi bahan bakar utama listrik, dan barang tambang lainnya. Jika tidak diberikan dalam bentuk hasil tambangnya, negara akan menggunakan hasil penjualannya untuk membangun fasilitas atau layanan umum bagi rakyat. Misalnya untuk membangun sekolah, rumah sakit, jalan, dan sebagainya. Sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan uang untuk menikmati layanan umum tersebut. 


2) Kepemilikan negara

Yaitu harta milik negara yang jenisnya telah ditetapkan oleh Allah Swt. untuk memenuhi kepentingan negara, seperti: harta fai’, dharibah, kharaj, jizyah, dan sebagainya. Allah Swt. berfirman:


مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ

“Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah  kepada  Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang- orang kaya saja di antara kamu.” 

(QS al-Hasyr: 7)



3) Kepemilikan individu

Yaitu Hak milik individu dapat berupa harta yang bergerak maupun tidak bergerak seperti mobil, tanah, dan uang tunai. Harta selain harta milik umum dan negara yang telah diatur oleh hukum syarak. Dengan pengaturan kepemilikan ini, maka meskipun ada sebagian rakyat yang pendapatannya kecil atau tidak menentu, mereka tidak akan mengalami kemiskinan ektrem. Karena segala fasilitas umum penting telah ditanggung oleh negara. Bahkan, mereka tidak akan mengalami stres apalagi terpaksa berbuat kriminal demi memenuhi kebutuhan mereka.


Kondisi ideal ini diperkuat dengan sistem distribusi harta yang ditetapkan oleh hukum syarak. Terdapat mekanisme wajib zakat bagi mereka yang hartanya telah mencapai nisab. Ada pula anjuran untuk infak dan sedekah. Serta larangan untuk menimbun harta. Sehingga harta tidak berputar di kalangan orang-orang kaya saja melainkan beredar pula kepada masyarakat miskin.


Inilah solusi komprehensif yang telah dipetakan Allah Swt. melalui sistem Khilafah, sebagai solusi bagi penurunan bahkan penghilangan kemiskinan ekstrem. 

Wallahua’lam

Posting Komentar

0 Komentar