Jakarta Keras, Taklukkan dengan Islam

 



 

Anggun Permatasari

 

#TelaahUtama Berdasarkan data survei Badan Pusat Statistik (BPS), biaya hidup di Jakarta saat ini mencapai sekitar Rp14,88 juta per bulan untuk rumah tangga yang terdiri dari dua hingga enam orang. Pada tahun 2022, BPS merilis data dengan menyebut Jakarta sebagai kota dengan biaya hidup tertinggi dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Sayangnya, Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 yang ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta hanya sebesar Rp5.396.760. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen dari UMP 2024 yang berada di angka Rp5.067.381, atau bertambah sekitar Rp329.379 (mediaindonesia.com, 12/12/2024).

 

Pada bulan Juli tahun 2024, pemerintahan Presiden Joko Widodo mengklaim pendapatan per kapita Jakarta Pusat sudah mencapai US$50.000. Level pendapatan per kapita itu telah melampaui batasan untuk status suatu negara sebagai negara maju versi Bank Dunia (World Bank).

 

Miris, meskipun UMP mengalami kenaikan, tetapi untuk memenuhi kebutuhan dasar warga setiap harinya masih menjadi tantangan besar bagi mereka. Besaran tersebut menunjukkan adanya kesenjangan besar antara UMP yang ditetapkan dengan biaya hidup aktual di Jakarta. Jakarta memang keras, di antara kemegahan gedung-gedung pencakar langit sebagai pusat bisnis, pusat perbelanjaan, dan hunian mewah, faktanya masih banyak permukiman kumuh yang jauh dari layak. Belum lagi pengangguran yang kian meningkat.

 

Namun, kondisi tersebut bukanlah hal yang extraordinary dalam kehidupan yang menganut sistem demokrasi kapitalisme seperti di Indonesia saat ini. Sistem kapitalisme menilai kesejahteraan rakyat secara rata-rata. Antara konglomerat dengan penghasilan milyaran bahkan triliunan dibanding pemulung yang hanya mendapatkan Rp20.000 per hari dihitung rata-rata. Jadi, wajar di saat ada warga yang untuk makan sehari-hari saja harus banting tulang, sementara di lain tempat tidak sedikit orang rela antri 17 jam hanya untuk membeli boneka viral labubu dengan harga fantastis.

 

Memang, berbagai cara strategis sudah diupayakan pemprov maupun pemerintah pusat untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan, tetapi sayangnya usaha tersebut tidak solutif. Gagalnya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan adalah karena solusi yang ditempuh tidak menyentuh akar masalah. Jika kita amati lebih lanjut, jomplangnya kesejahteraan di Jakarta ini sangat erat dengan kesulitan ekonomi.

 

Pada penerapannya, sistem ekonomi kapitalisme saat ini meniscayakan penguasa memberikan kebebasan kepemilikan kepada pengusaha. Di sisi lain, jumlah lapangan kerja yang tidak memadai yang membuat para para lelaki sulit mencari kerja. Kalaupun ada lapangan kerja, mayoritas untuk perempuan. Lebih miris lagi, besarnya upah tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan ekonomi seperti fakta di atas. Belum lagi rencana pemungutan PPN sebesar 12 persen, tentu akan semakin memberatkan rakyat, termasuk warga Jakarta.

 

Tentu sangat berbeda dengan kehidupan saat sistem Islam menjadi payungnya. Islam menetapkan kebutuhan pangan, papan, dan sandang sebagai kebutuhan pokok tiap individu rakyat. Islam juga menetapkan rasa aman, pendidikan, dan kesehatan sebagai hak dasar bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, negara akan menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau dan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang murah bahkan gratis.

 

Sistem Islam mampu menyelesaikan kemiskinan. Dalam aturan Islam, negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan primer masyarakat individu per individu. Oleh karena itu, dibuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi laki-laki untuk mencari nafkah bagi keluarganya.

 

Kemudian, Islam akan membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Individu bebas mendapatkan harta asalkan tidak melanggar hukum syariat. Kepemilikan umum, seperti sumber daya alam akan dikelola sepenuhnya oleh negara dan hasilnya didistribusikan secara adil dan merata kepada rakyat. Swasta apalagi  asing dilarang memilikinya. Kekayaan negara akan dikelola oleh negara untuk keperluan rakyat. Penguasa tidak boleh berlepas tangan dari kewajiban itu. Sebab, mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kewajibannya di akhirat kelak.

 

Dalam sistem Islam, pembangunan ekonomi akan bertumpu pada sektor riil, bukan sektor non riil seperti saat ini. Dari sektor inilah, kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Tidak seperti saat ini, terutama di Jakarta banyak berkembang bisnis sektor non riil. Negara wajib menerapkan hukum Allah Swt. dan memperhatikan halal-haram sebagai koridor bagi kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah aktivitas ekonomi yang zalim, eksploitatif, tidak transparan, dan menyengsarakan rakyat. Islam juga mengatur negara untuk menerapkan politik ekonomi agar warga dapat hidup secara layak sebagai manusia menurut standar aturan Islam.

 

Dalam memberikan jaminan tempat tinggal, masyarakat dengan penghasilan rendah akan dibantu negara melalui subsidi atau kredit tanpa bunga. Bahkan, negara bisa memberikan rumah kepada fakir miskin yang memang tidak mampu membeli rumah. Sehingga, setiap individu rakyat akan benar-benar merasakan jaminan pemenuhan kebutuhan perumahan.

 

Negara memenuhi pembiayaan tata kelola perumahan dari kas negara (baitulmal). Saat kas negara kosong, sedangkan masih banyak rakyat yang tidak memiliki rumah, negara bisa menarik pajak hanya dari orang kaya. Namun, sifatnya temporer, yaitu pungutan akan dihentikan setelah kebutuhan terpenuhi. Sistem ekonomi Islam mewajibkan pemerataan pembangunan bagi rakyat. Sehingga, tidak akan terjadi urbanisasi seperti saat ini yang membuat Jakarta padat dan menjamurnya permukiman kumuh.

 

Negara tidak akan mengambil pembiayaan dari utang luar negeri atas nama investasi. Selain haram karena mengandung riba, yang demikian juga akan menyebabkan kedaulatan tergadai. Sebagaimana kita ketahui bahwa utang luar negeri adalah alat penjajahan ekonomi negara kaya terhadap negara miskin.

 

Semua upaya di atas hanya bisa dilakukan dalam sistem Islam yang sempurna yang berasal dari Allah Swt., dan hal itu mustahil bisa dilakukan dalam sistem demokrasi kapitalisme.

 

 

 

Allah Taala berfirman, Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan. (QS al-Araf: 96)

 

Jika kita menyaksikan saat ini banyak permasalahan ekonomi yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan mereka tidak hidup dengan aturan Islam. Oleh karena itu, kerasnya kehidupan Jakarta saat ini hanya bisa ditaklukkan dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.

 

Allah Swt. berfirman, Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (QS Thahaa [20]: 124)

 

Wallahualam bissawab.

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar