Kenaikan PPN 12%, Kado Awal Tahun yang Menyesakkan

 



 

Hanin Syahidah, S.Pd.

 

#CatatanRedaksi — Seolah tidak mengindahkan berbagai penolakan yang terjadi, tetap saja kenaikan PPN 12% resmi akan dinaikkan. Meskipun berkilah hanya untuk barang mewah, tetapi fakta rincian di lapangan berkata lain. Seperti dilansir oleh CNBC Indonesia.com (18/12/2024),

bahwa narasi PPN 12% yang akan dikenakan terhadap barang-barang mewah, sebagaimana yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Susiwijono (Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) dalam konferensi pers tekankan dikenakan terhadap barang dan jasa, termasuk jasa pendidikan, dan kesehatan yang selama ini premium, tetapi masuk tergolong yang dikecualikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

 

"Arahan Pak Presiden 'kan barang mewah itu yang didetailkan di PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya baik barang dan jasanya, mewahnya seperti apa, itu yang di level teknis kita bahas sama-sama, tetapi untuk barang apa pun mulai netflix, spotify, dan lain-lain itu pengenanya dari 11 ke 12 seluruh barang dan jasa akan kena dulu, baru dari itu ada yang dikecualikan," paparnya.

 

Namun, hal itu disangkal oleh Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar mengkritik kebijakan PPN tersebut. Menurutnya, ini berbeda dengan narasi barang mewah yang disampaikan beberapa waktu lalu. "PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah," ungkap Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/12/2024).

 

Dirinya mencontohkan barang tersebut antara lain pakaian, sabun, deterjen, oli, hingga pulsa. Penerapan PPN lebih tinggi tentunya akan menguras kantong masyarakat lebih dalam. "Hal ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan," jelasnya.

 

Kelompok bahan pokok, lanjut Wahyudi sudah sejak lama dibebaskan dari PPN. Pengenaan PPN bahan pokok premium juga belum jelas klasifikasinya. "Perlu diinget juga kayak daging wagyu itu hanya gimmick pemerintah saja. Jumlahnya juga tidak seberapa," terangnya.

 

"Gapnya atau potensi dampak pada masyarakat luas itu ada di komoditas lainnya, yang secara tidak langsung mempengaruhi masyarakat bawah, seperti oli motor, pulsa, dan lain-lain."

 

Jadi, sepertinya tambah berat saja hidup rakyat di 2025, fenomena masyarakat kelas menengah yang jatuh miskin akan semakin banyak di 2025, pemerintahan baru yang diinginkan menjadi "new hope" perbaikan ekonomi masyarakat ternyata sama saja, malah membuat masyarakat bertambah hopeless, karena ternyata perubahan masyarakat tidak cukup dengan perubahan individu tetapi juga perlu perubahan sistem hidupnya. Saat ini sistem hidup manusia yang diterapkan adalah sistem hidup kapitalisme, maka begitulah yang terjadi. Negara bukan hadir sebagai pelayan rakyat, akan tetapi  negara hanya sebagai fasilitator penguasaan swasta untuk meraup keuntungan terhadap hajat rakyat.

 

Maka, sedapat mungkin untuk mempermudah hal itu elite kekuasaan negeri ini akan memaksa memberlakukan kebijakan apa pun untuk memuluskan langkahnya dengan salah satunya memberikan seribu satu dalil untuk rakyat agar mereka terus dihisab darahnya sampai kering kerontang. Padahal, harusnya rakyat disejahterakan. Malahan sebaliknya, rakyat terus diperas untuk membiayai penyelenggaraan negara yang sejatinya tidak berpihak kepada kesejahteraannya. Contoh, pembangunan IKN yang tidak terlalu penting saat ini dan susunan kabinet gemuk yang sangat tidak efisien dalam anggarannya malah cenderung memakan banyak APBN. Padahal, di satu sisi kondisi PHK besar-besaran terus terjadi dan daya beli masyarakat menurun drastis karena beberapa pasar bahkan pusat perbelanjaan sepi, bahkan terpaksa tutup permanen.

 

Jadi, rakyat sekarang ada dalam posisi sudah jatuh tertimpa tangga pula. Tidak mengherankan ini terjadi karena karakter sistem kapitalisme-sekuler memang selalu begitu, pemerintah bukan hadir untuk rakyat tetapi hadir untuk para cukong. Kenaikan PPN 12% tidak akan menggoyang ketahanan ekonomi kelompok atas (kelompok orang kaya), tetapi bagaimana dengan kelompok menengah ke bawah yang notabene mayoritas penduduk negeri ini, semakin tersungkur saja ke titik terendah.

 

Sampai kapan ini terus berlanjut? Sungguh, tidak lain dan tidak bukan ketika pengaturan hidup ini tidak kembali kepada aturan dari Allah. Nestapa ini akan terus terjadi, bahkan akan terus bertambah parah. Karena hanya Allah Swt. yang tahu bagaimana fitrah manusia itu, maka Allah berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS ar-Rum: 41)

 

Maka, semua ujian hidup yang terjadi hendaknya membuat manusia itu kembali kepada aturan Allah saja, yakni kembali menerapkan syariat Islam secara kafah yang mengatur seluruh hidup di dunia sebagai bekal nanti di akhirat. Wallahu a'lam bi asshawwab.[]

Posting Komentar

0 Komentar