Kepemimpinan Sekuler Menyengsarakan, Kepemimpinan Islam Harapan Masa Depan

 


#Reportase —  Ahad, 22 Desember 2024, sekitar 100 tokoh muslimah dari Jakarta Timur dan Jakarta Utara hadir pada acara Risalah Akhir Tahun (RATU) 2024. Acara yang mengangkat tema "Kepemimpinan Sekuler Menyengsarakan, Kepemimpinan Islam Harapan Masa Depan" ini diikuti dengan antusias oleh para tokoh muslimah dari berbagai bidang.


Acara dibuka oleh Ustazah Ita selaku host dengan ulasan isu tahun 2024  yang didominasi tentang kepemimpinan. Namun, tidak pernah dibahas tentang profil pemimpin, hubungan pemimpin dengan rakyat, dan dengan apa mereka mengurusi urusan rakyat.


Peserta diajak menyaksikan video pengantar yang mengulas tentang fakta yang mengungkap catatan pahit kepemimpinan dalam sistem demokrasi yang dominan dengan karakter populis otoriter. Seolah menjanjikan perubahan tetapi nyatanya tidak. Umat harusnya menyadari hal ini agar  tidak terulang terjebak pada lubang yang sama.


Pada sesi inti menghadirkan dua narasumber yakni Ustazah Fatikah, S.Ag., dan Ustazah Supini, S.Pd. Ustazah Fatikah, S.Ag., menyampaikan tentang profil pemimpin Islam. Beliau mengawali dengan hadis, "Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, ‘Siapa ruwaibidhah itu?’ Nabi menjawab, ‘Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465)


Beliau menguraikan bahwa kemunculan penguasa ruwaibidhoh ini terkait erat dengan hadis yang kedua dari Rasulullah saw. tentang terurainya simpul-simpul Islam. Lepasnya simpul Islam pertama yakni pemerintahan yang ditandai dengan lenyapnya Khilafah pada 1924, melahirkan masalah besar bagi umat. Penguasa tidak lagi menyadari posisinya sebagai pelayan bagi umat.


Ustazah Fatikah, S.Ag., lalu memaparkan bahwa Islam mengatur dengan rinci tentang profil pemimpin. Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, seorang pemimpin haruslah: memiliki kepribadian Islam yang kuat, bertakwa pada Allah dalam masalah kepemimpinan, dan cinta kepada rakyat.


Beliau menyampaikan bahwa jika tiga hal tersebut tidak ada, lahirlah pemimpin populis otoriter. Beliaupun menegaskan bahwa profil pemimpin seperti di atas hanya lahir dalam negara dan masyarakat Islam.


Acara dilanjutkan dengan penyampaian oleh Ustazah Supini, S.Pd., yang memaparkan dengan jelas fakta sengketa berkepanjangan yang terjadi antara penguasa dan rakyat dalam sistem sekuler hari ini.


Hal ini hanya akan bisa diatasi dengan memenuhi seruan Allah yang mengatur mengenai relasi ideal antara pemimpin dan rakyat. Dalam kitab Syakhshiyah Islamiyah juz 2 hal 161, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan, "Asy Syari' telah memerintahkannya agar memperhatikan rakyatnya, memberinya nasihat, memperingatkannya agar tidak  menyentuh sedikitpun harta kekayaan milik umum, dan mewajibkannya agar memerintah rakyat dengan Islam saja tanpa yang lain."


Beliau menambahkan bahwa dalam sistem Islam, umat berperan mendampingi para pemimpin dengan aktivitas muhasabah atas dasar syariat Islam dengan dorongan ketakwaan kepada Allah. 


Relasi ideal semacam ini tidak mungkin hadir dalam sistem sekuler demokrasi. Sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah-lah yang mampu melahirkan sosok pemimpin umat. Hal ini terwujud melalui sistem pendidikan Islam yang menyiapkan sosok ber-syakhsiyah Islam, keberadaan partai politik dan jemaah dakwah yang membina kader terbaik, dan Khilafah sendiri mampu melahirkan banyak kader negarawan yang dibutuhkan oleh umat.


Sesi diskusi disambut dengan antusias. Para tokoh muslimah sangat bersemangat mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Di antaranya;  bagaimana menyikapi kecurangan dalam pemilihan pemimpin, bagaimana menolak kebijakan yang bertentangan dengan Al-Qur'an, bagaimana menyikapi pemimpin yang zhalim, bagaimana agar tetap sabar menanti nashrullah, dan apa kontribusi riil sebagai muslimah untuk kebangkitan Islam?


Ustazah Fatikah, S.Ag., dan Ustazah Supini, S.Pd., menanggapi pertanyaan para tokoh muslimah dengan uraian yang membangkitkan kerinduan terhadap sosok pemimpin umat dan kembalinya sistem Khilafah. Diuraikan pula  tentang keteladanan dari Rasulullah saw. bersama para sahabat yang fokus terhadap dakwah. 


Para peserta diajak untuk mengkaji Islam kafah dan berjuang bersama. Hal ini penting agar bisa berlepas diri dari perhitungan Allah di yaumilhisab kelak.


Pada sesi akhir, para tokoh terhanyut dalam suasana haru melalui kontemplasi yang dibawakan oleh host. Acara diakhiri dengan doa yang dibacakan oleh Ustazah Asih.[UA]

Posting Komentar

0 Komentar