Ruruh Hapsari
#Wacana — Presiden Prabowo pada akhir bulan lalu menetapkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah sebesar Rp10.000 per porsi. Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran program makan gratis bergizi tersebut dipatok seharga Rp15.000 per anak, per ibu hamil, per hari di APBN. Namun, presiden menyatakan bahwa kondisi anggaran saat ini hanya memungkinkan sebesar Rp10.000 (Kompas.com, 1/12/2024). Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan bahwa alokasi makan bergizi gratis yang sebesar RP10.000 tersebut cukup untuk menyediakan makanan dengan kandungan gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan harian.
Makan Siang Gratis
Gagasan Prabowo membagikan makan siang gratis ini memang sudah direncanakan saat menjadi calon presiden. Dia menyatakan bahwa gagasan ini muncul dari pengalamannya saat berkarir di militer. Saat itu ia pernah melihat orang mati kelaparan di depan matanya dan ia berpendapat yang menjadi masalah utama adalah pangan.
Inisiatif ini bertujuan untuk menyediakan makanan sehat secara gratis kepada kelompok yang membutuhkan dengan fokus pada anak-anak atau kelompok rentan lainnya. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kelompok yang dilayani.
Dilansir oleh Wikipedia.org, bahwa program makan siang gratis ini sesungguhnya dalam rangka menuju Indonesia emas 2045. Oleh karenanya, capaian program makan bergizi gratis ini adalah agar pertama, menghilangkan kelaparan akut dan kronis serta untuk pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
Kedua, meningkatkan tingkat partisipasi siswa di sekolah sebesar 10% serta menambah kehadiran siswa. Ketiga, mengurangi rasio ketimpangan gender dengan meningkatkan tingkat partisipasi siswa perempuan di sekolah. Sekaligus menurunkan angka stunting nasional ke level <10% dalam 3-5 tahun juga mengurangi tingkat kematian balita yang saat ini mencapai 21 kematian per 1.000 angka kelahiran.
Pada faktanya, saat ini penduduk Indonesia mempunyai 9.03% dari jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan atau setara dengan 25,22 juta penduduk. Negeri ini tercatat dalam laporan Global Hunger Index 2024 bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di Asia Tenggara. Angka stunting pun masih di angka > 21,6% dari jumlah anak-anak di negeri ini.
Oleh karena itu, program makan siang gratis yang digagas oleh presiden terpilih dalam jangka panjangnya berusaha untuk meningkatkan kapasitas ekonomi, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan anak, meningkatkan kesehatan gender, dan terakhir meningkatkan kemampuan akademis.
Saat program ini disuarakan pada debat capres awal tahun ini, tentu datang pro dan kontra yang menyertainya. Dari pihak lawan politik maupun netizen banyak yang tidak setuju dengan gagasan ini. Dari komentar bahwa gagasan ini dianggap hanya jualan, tidak tepat sasaran, makan siang gratis bukan merupakan solusi stunting, hingga kritik terhadap anggaran yang digunakan.
Tidak Menyelesaikan Masalah
Memang bila dilihat kembali gagasan makan siang gratis ini seakan mempunyai tujuan yang mulia. Namun, sesungguhnya hal tersebut tidak menyelesaikan permasalahan dengan mendasar. Lihat saja bagaimana anggaran negara tidak bisa menanggung program ini dalam jangka waktu yang lama.
Tidak hanya itu, tingkat kelaparan ataupun stunting juga tidak bisa diselesaikan seluruhnya bila hanya dengan memberikan makan gratis sedangkan pajak selalu naik, harga barang kebutuhan pokok tidak pernah stabil. Selain itu, peluang korupsi juga sangat terbuka dengan adanya program ini.
Sehingga, bila diperhatikan kembali bahwa kemiskinan adalah masalah yang mendasar dari kegalauan presiden sehingga muncul inisiatif untuk melakukan program tersebut. Sayangnya, sistem kapitalisme masih digunakan dalam mengatur urusan rakyat, yang dengannya kemiskinan secara struktural tidak akan pernah terselesaikan.
Ditandai dengan adanya pertama, kebebasan hak milik bagi individu maupun swasta untuk dapat memiliki kekayaan seluas-luasnya. Padahal, hal tersebut mengakibatkan ketimpangan sosial, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin juga tidak akan pernah menikmati barang yang bisa saja kekayaan tersebut juga merupakan hak mereka layaknya barang tambang.
Kedua, tolok ukur pembangunan. Sesungguhnya PDB (Produk Domestik Bruto) tidak dapat menjadi tolok ukur kekayaan sebuah negara, dikarenakan kekayaan dari 1% orang bisa mewakili 99% rakyat negeri. Hal tersebut menjadikan pembangunan negara hanya terfokus pada peningkatan PDB saja.
Ketiga, dalam pandangan kapitalis, peran negara secara langsung dalam bidang sosial dan ekonomi diupayakan seminimal mungkin. Justru yang menangani masyarakat adalah masyarakat itu sendiri dan pihak swasta. Oleh karenanya banyak berdiri yayasan saat ini. Masyarakat dibiarkan untuk berkompetisi sendiri memenuhi kebutuhan pokok mereka. Dengan demikian, negara justru kehilangan fungsi utamanya untuk memelihara urusan rakyatnya.
Hal ini justru berbeda sekali dengan Islam ketika memandang fungsi negara, Rasulullah saw. pernah bersabda, ”Seorang imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur (urusan) rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam buku Bunga Rampai Syariah Islam ditulis bahwa Islam memandang kemiskinan adalah salah satu sebab kemunduran dan kehancuran suatu bangsa. Bahkan Islam juga memandang bahwa kemiskinan merupakan suatu ancanam dari setan. Allah Swt. berfirman, ”Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan.” (QS al-Baqarah[2]: 268)
Oleh karenanya, Islam sangat serius dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dengan tuntunan syariat dan landasan akidah, Islam mengatasinya dengan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer, pengaturan kepemilikan, penyediaan lapangan kerja juga menyediakan layanan pendidikan. Dengan demikian, kemiskinan yang saat ini sudah menjadi masalah berlapis termasuk stunting dan kelaparan dapat ditekan bahkan dihilangkan. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar