Konseling 100 Psikolog Gratis, Solusi Tuntas Atasi Masalah Mental Mahasiswa?

 



Fatmah Ramadhani Ginting S.K.M.


#Depok — Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) UI; alumni Fakultas Psikologi berkolaborasi dengan Klinik Satelit Makara UI, Fakultas Psikologi UI, dan BEM Fakultas Psikologi UI meluncurkan Program Konseling 100 Psikolog. Program itu ditujukan untuk UI Lebih Sehat Mental sebagai upaya mendukung kesehatan mental mahasiswa dan juga didorong oleh meningkatnya kebutuhan layanan konseling di kalangan mahasiswa UI. Rencananya akan dilaksanakan selama satu tahun penuh hingga Oktober 2025.


Mengutip Tribunnewsdepok.com (11/12/2024), program ini menawarkan layanan mencakup konseling individu oleh psikolog profesional. Kemudian pelatihan Psychological First Aid (PFA) untuk memberikan dukungan emosional kepada individu dalam situasi krisis. Lalu, kelas psikoedukasi yang membahas topik seperti manajemen stres, pengembangan diri, dan keterampilan interpersonal.


Selain memberikan dampak langsung kepada mahasiswa UI, program ini juga diharapkan dapat menciptakan efek positif yang lebih luas di masyarakat melalui edukasi dan layanan kesehatan mental yang terintegrasi. Namun, konseling 100 psikolog gratis, solusi tuntas atasi masalah mental mahasiswa?


Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa 


Masalah kesehatan mental paling banyak mendapat perhatian di dunia hingga 2023. Hasil survei Ipsos Global Health Service Monitor 2023 terhadap 31 negara menunjukkan 44% partisipan menyebutkan bahwa kesehatan mental adalah masalah kesehatan terbesar di negara mereka. Adapun persentase hasil survei ini di Indonesia mencapai 38%. 


Salah satu populasi yang rentan mengalami masalah kesehatan mental adalah mahasiswa. Data tingkat masalah kesehatan mental pada mahasiswa di Indonesia relatif cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Astutik dkk. (2020) menemukan; 25% mahasiswa di Indonesia mengalami depresi, 51% mengalami kecemasan, dan 39% mengalami stres.


Hal yang paling umum penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental mahasiswa adalah masalah belajar; seperti beban tugas yang dinilai berat, kekhawatiran terhadap hasil belajar yang buruk, perasaan tertekan dalam menghadapi ujian, kurangnya minat terhadap bidang studi, dan ketidakyakinan terhadap pengetahuan yang dimiliki (Kotera et al., 2022; Luvira et al., 2023).


Adanya tuntutan untuk memiliki prestasi akademik dan kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, seperti dengan teman dan dosen, juga dapat menjadi pemicu masalah kesehatan mental (Kotera et al., 2022).


Permasalahan kesehatan mental pada mahasiswa bisa mendatangkan berbagai dampak; seperti penurunan prestasi akademik, berkurangnya kepuasan terhadap kehidupan perkuliahan, dan makin berkurangnya kualitas dalam hubungan dengan orang lain (Ibrahim et al., 2013).


Masalah kesehatan mental juga dapat berisiko terjadinya perilaku melukai diri sendiri (self-harm), peningkatan konsumsi alkohol dan pengggunaan zat adiktif, serta pemikiran untuk bunuh diri (Mason, 2023).


Gangguan Mental Buah Penerapan Sistem Sekuler

Fenomena gangguan kesehatan mental mahasiswa ini menunjukkan potret generasi rapuh di Indonesia, khususnya di kalangan intelektual terpelajar. 


Program Konseling 100 Psikolog ini memang bermanfaat memberikan akses untuk mendapatkan layanan psikologi. Namun, di tengah sistem pendidikan hari ini yang didasarkan pada pemisahan agama dari kehidupan, kemajuan hanya diukur secara materi duniawi, sistem pendidikan sekuler telah kehilangan ruh atau nyawanya untuk membentuk para pelajar dan mahasiswa menemukan jati diri dan memahami tujuan hidup sesungguhnya. Sebab, sistem pendidikan yang diterapkan tidak berorientasi pada keimanan dan ketakwaan. Alhasil, gangguan kesehatan mental mahasiswa ini adalah buah dari penerapan sistem pendidikan sekuler.


Agak terlalu dini untuk berharap Konseling 100 Psikolog ini mampu menyelesaikan maraknya gangguan kesehatan mental pada mahasiswa selama sistem sekuler masih diterapkan. Kita tidak bisa berharap akan terwujud perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem pendidikan tinggi untuk menghilangkan krisis mental di kalangan mahasiswa selama masih berlaku sistem yang memandulkan peran agama.


Ibarat kebakaran besar di hutan, yang seharusnya dipadamkan adalah api penyebab kebakaran, bukan hanya menghilangkan asap tanpa mematikan sumber apinya. Maka, sudah seharusnya kita perlu berpikir kritis terhadap akar masalah meningkatnya gangguan kesehatan mental mahasiswa. 


Perubahan Paradigma

Kampus sebagai pusat kegiatan pendidikan mahasiswa, perlu melakukan perubahan paradigma. Dari paradigma sistem pendidikan sekuler yang menihilkan peran agama, menjadi sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah semestinya menerapkan sistem pendidikan Islam yang mengutamakan pembentukan kepribadian islami kepada peserta didik, agar mental para mahasiswa sehat.


Keterikatan seorang pelajar atau mahasiswa dengan Allah Swt. akan menumbuhkan keimanan dan ketakwaan. Sehingga dalam menghadapi kesulitan hidup, seorang mahasiswa yang berkepribadian islami akan bersikap sabar, berdoa, dan mencari solusi dengan cara yang baik, bukan dengan perilaku melukai diri sendiri (self-harm), peningkatan konsumsi alkohol, pengggunaan zat adiktif, atau berpikir untuk bunuh diri.


Pelajar atau mahasiswa yang berkepribadian islami pun akan selalu memuliakan ilmu. Sebab dalam Islam, ilmu menempati kedudukan amat mulia. Di antara cara terpenting memuliakan ilmu dengan memuliakan para pengajarnya. Demikianlah, mahasiswa dan pelajar yang telah dididik dengan Islam akan memiliki pola pikir islami dan pola sikap islami, tercegah dari berbagai macam gangguan mental. Tanpa perubahan mendasar seperti ini, program Konsultasi 100 Psikolog untuk mahasiswa hanya menjadi solusi parsial sementara tanpa mampu menyelesaikan inti permasalahan.


Namun, perubahan ini tidak bisa dimulai dari dunia pendidikan saja. Pada masyarakat juga harus ada perubahan paradigma dalam melihat mahasiswa. Tidak hanya memandang mahasiswa sekadar ‘aset intelektual’ atau ‘calon tenaga kerja’, tapi juga memandang mahasiswa sebagai manusia seutuhnya, yang memiliki hak untuk hidup sehat secara mental, fisik, sosial, dan spiritual. Tidak hanya kaum intelektual, tetapi masyarakat juga harus bertakwa kepada Allah dengan terikat pada aturan-aturan-Nya.                                                                                                                                                  


Oleh karena itu, akidah Islam harus menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang mahasiswa muslim, asas bagi sistem pendidikan, asas dalam setiap interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat, bahkan akidah Islam harus menjadi asas bagi negara. Karena negara representasi dari kekuasaan, penerap sistem, juga penerap hukum.


Hanya saja, sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam tidak mungkin bisa diterapkan dalam negara sekuler. Ia hanya mungkin diterapkan di dalam negara yang berlandaskan akidah Islam, yakni Khilafah Islam. Hanya Khilafah Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai asas negaranya dan asas bagi sistem pendidikannya. 


Dengan asas akidah Islam disusun kurikulum pendidikan di sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Dengan itu akan lahir output pendidikan terbaik, yakni lahirnya generasi emas bermental sehat dan berakhlak mulia yang selama ini dicita-citakan. Maka, sudah saatnya negeri ini menerapkan sistem pendidikan Islam, sekaligus meninggalkan sistem pendidikan sekuler.[]


Posting Komentar

0 Komentar