Junita
#Wacana — Penyakit yang mengganggu kesehatan mental makin hari kian bertambah jenis dan penderitanya. Sehingga, mulai menjadi perhatian banyak pihak. Gangguan terhadap kesehatan mental mulai dari hal ringan, seperti sering mengalami kekhawatiran berlebih, hingga menyakiti diri sendiri, bahkan orang lain makin banyak diderita masyarakat.
Fenomena Anak Bunuh Ibu Kandung
Seorang oknum polisi membunuh ibu kandungnya pada Minggu (1/12/2024), di Cileungsi, Bogor. Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda), Nikson Pangaribuan menganiaya ibunya dengan menggunakan tabung gas berukuran tiga kilogram hingga berujung tewas. Oknum polisi tersebut merupakan seorang anggota polisi yang bertugas di Kepolisian Resor Metro Bekasi. Kabarnya, sejak 2020, Aipda Nikson mengalami sakit jiwa dan tercatat menjadi pasien di poli kejiwaan Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Hal serupa pernah juga terjadi di Depok, pada Agustus 2023. Rifki Azis melakukan pembunuhan terhadap ibunya lantaran dendam karena sejak kecil selalu dimarahi.
Maraknya kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak kandung terhadap ibunya sangat mengherankan. Seorang anak yang seharusnya menyayangi dan memuliakan ibu kandungnya, malah melakukan perbuatan keji, yaitu membunuh.
Gangguan Mental
Peristiwa pembunuhan yang dilakukan seorang anak kepada ibu kandungnya disebut matrisida, dan seseorang yang melakukan perbuatan ini disebut mengalami gangguan mental matrisida. Matrisida hampir secara eksklusif dilakukan oleh anak laki-laki.
Berdasarkan studi tentang matrisida yang dilakukan di Kanada dan Inggris, pembunuhan yang mencakup matrisida adalah kejahatan skizofrenia. Sebuah publikasi ilmiah berjudul Matricide: The Schizophrenic Crime? menyebutkan bahwa pelaku matrisida sering tinggal bersama korban dan menggunakan metode yang menyakitkan serta kekerasan berlebihan saat membunuh. Pelaku matrisida dapat diidentifikasi dari karakteristik utama, yaitu penyakit mental parah, ibu mendominasi, hubungan bermusuhan dan bergantung dengan ibu, ayah pasif atau tertutup, dan perilaku berlebihan. Biasanya, pembunuhan ini terjadi karena penyakit mental yang sudah berlebihan, tetapi tidak teridentifikasi, termasuk skizofrenia. Mayoritas pelaku matrisida didiagnosis menderita skizofrenia kronis (Tempo, Desember 2024).
Penyebab Matrisida
Penyebab terjadinya penyakit yang mengganggu kesehatan mental tidak hanya berasal dari genetik atau keturunan semata, banyak faktor luar yang memengaruhi.
Dilansir dari situs Kemenkes RS. Radjiman Wediodiningrat, sebuah artikel yang berjudul Kesehatan Jiwa, mengatakan bahwa kesehatan jiwa dan gangguan mental menurut WHO dipengaruhi oleh aspek-aspek eksternal seperti faktor sosial, ekonomi, dan fisik tempat individu tinggal. Semua faktor ini dapat memengaruhi kesehatan jiwa seseorang dan menjadi sumber stres yang memengaruhi individu tersebut.
Bila dijabarkan lebih lanjut, faktor-faktor eksternal tersebut yaitu, trauma akibat kekerasan fisik dan seksual, mengalami perundungan, kehilangan mata pencaharian, terperangkap pinjaman online, kemiskinan sistematis, ketergantungan terhadap alkohol dan obat-obatan, dan lain sebagainya. Ketika masyarakat tidak mampu keluar dari berbagai permasalahan hidup yang menjeratnya, maka timbul stres berkepanjangan dan menyebabkan mereka mengalami berbagai gangguan kesehatan mental termasuk matrisida.
Tidak hanya itu, negara pun abai dalam mencari solusi yang konkret dan mendasar, sehingga memperburuk kondisi kesehatan mental masyarakat. Semua hal tersebut terjadi akibat penerapan ideologi kapitalisme yang melegalkan berbagai hal yang bertentangan dengan syariat Islam dan hilangnya fungsi pemimpin sebagai pengurus bagi rakyatnya.
Ibu dan Ideologi Islam
Sosok ibu dalam Islam mempunyai kedudukan tinggi dan mulia. Banyak ayat dalam Al-Qur`an dan hadis yang memerintahkan kewajiban anak berbakti kepada kedua orang tua, khususnya ibu. Seorang ibu mengalami kesulitan pada masa hamil, melahirkan, menyusui, dan merawat anak-anaknya. Sebab itu, Islam memberikan kehormatan lebih besar kepada ibu daripada ayah.
Dalam sistem Islam, ibu diberi tanggung jawab sebagai pengurus rumah tangga dan sekolah pertama bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu, Islam tidak membebani seorang ibu dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya. Akan tetapi hal tersebut ditanggung oleh suami dan walinya. Jika suami dan walinya tidak mampu, maka negara akan mengambil alih tanggung jawab tersebut.
Dengan kedudukan ibu yang begitu mulia, maka tindakan matrisida terlarang dalam negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah. Negara harus memiliki seperangkat aturan agar gangguan kesehatan mental seperti matrisida tidak muncul. Berbagai faktor eksternal penyebab terganggunya kesehatan mental harus dituntaskan. Seperti menghukum pelaku tindakan fisik, perundungan dan seksual, melarang segala aktivitas ekonomi ribawi, menyediakan lapangan pekerjaan, melarang peredaran zat-zat yang membuat ketergantungan, dan sebagainya.
Negara juga bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan karakteristik masyarakat. Mereka akan dididik menjadi pribadi yang menyandarkan kebahagiaan hidup adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya bukan kebahagiaan yang bersandar pada materi. Peran ayah dan ibu akan ditempatkan sesuai porsinya. Ayah juga akan didorong untuk mendidik anak-anaknya dan memiliki jiwa kepemimpinan bagi keluarganya. Sehingga anak menjadikan orang tua sebagai role model bukan musuh.
Islam mewajibkan negara hadir sebagai pengurus bagi rakyatnya dan kaum muslim. Sejatinya, membutuhkan sosok pemimpin berideologi Islam. “Imam/pemimpin adalah raa'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari)
Wallahualam.[]
0 Komentar